ilustrasi hikayat (commons.wikimedia.org/Tropenmuseum)
Tradisi lain untuk merayakan Isra Mikraj yang masih lestari di Lombok, yakni pembacaan hikayat. Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu, berupa prosa yang berisi cerita, undang-undang, biografis, keagamaan maupun gabungan dari semua itu. Kalau kamu pikir budaya Melayu yang kental hanya di Pulau Sumatra dan sekitarnya, lantas bagaimana dengan masyarakat Sasak?
Mengutip dari jurnal yang ditulis Saharudin berjudul Bekayat: Sastra Lisan Islamisasi Sasak dalam Bayang Kepunahan, masyarakat Islam Sasak telah mengenal tradisi bekayat ‘pembacaan hikayat’ sejak kerajaan Hindu-Buddha berkuasa di Lombok. Dahulu, bekayat digunakan untuk menyiarkan agama Islam. Oleh sebab itu, wajar jika kitab-kitab yang digunakan dalam tradisi ini berisi tentang perjalanan spiritual Nabi Muhammad, risalah kematian, hingga sejarah masuknya Islam di Nusantara, khususnya Lombok.
Hikayat yang digunakan bertuliskan Huruf Jawi atau Arab Melayu. Sedangkan pembacaan hikayat biasanya dilakukan dua orang. Satu orang membacakan naskahnya dengan langgam –perpaduan cengkok khas Melayu dan tembang Sasak. Satu orang lainnya menerjemahkannya ke dalam bahasa Sasak.
Pembacaan hikayat menggunakan kitab yang sudah pakem, setidaknya ada lima kitab berbeda. Sesuai dengan tema Isra Mikraj, maka bekayat menggunakan Kitab Kifayatul Muhtaj. Baru-baru ini juga digunakan Kitab Az-Zahrul Basim yang mengisahkan maulud dan mikraj serta segala perilaku Rasulullah.
Tradisi pembacaan hikayat ini juga ada rangkaiannya, lho. Biasanya diawali dengan pembacaan zikir dan doa. Setelah itu, membaca shalawat, Al-Fatihah, hikayat, dan diakhiri dengan zikir serta doa keselamatan.