Bosscha (instagram.com/dhileey)
Bosscha menjadi salah satu observatorium peneropongan bintang tertua di Indonesia. Memiliki atap kubah dan bangunan berwarna putih yang kokoh dan ikonik.
Bahkan Bosscha diklaim bisa bertahan dari guncangan gempa berskala tinggi hingga 7 skala richter. Ada beberapa teleskop di dalam bangunan Bosscha, yakni Teleskop Zeiss, Unitron, Schmidt, Bamberg, dan Goto.
Teleskop yang terpopuler dan terbesar adalah Teleskop Zeiss yang telah beroperasi sejak 1928. Teleskop tersebut berasal dari Jena, Jerman.
Nilai sejarah dari Bosscha pun menjadi daya tariknya. Bosscha dibangun pada 1923 oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV), Perhimpunan Bintang Hindia-Belanda yang menjadi salah satu organisasi pada masa pendudukan kolonial Belanda di Indonesia.
Tujuan dibangunnya tempat ini untuk memajukan ilmu astronomi Hindia-Belanda. Nama Bosscha diambil dari nama seorang tokoh yang berjasa dalam pembangunan tempat ini, yakni Karel Albert Bosscha.
Beliau merupakan dosen Bung Karno saat kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Karel Albert Bosscha menjadi donatur utama dalam pembangunan observatorium ini.
Setelah Indonesia merdeka, NISV menyerahkan Bosscha kepada pemerintah RI, tepatnya pada 17 oktober 1951. Kemudian, Bosscha resmi menjadi bagian dari ITB dan berfungsi sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal astronomi.