Berkunjung ke Suku Dayak Kenyah Oma Lung, Si Pelindung Hutan! 

Mereka bermigrasi ke Desa Setulang selama 6 bulan

Malinau, IDN Times - Hari kedua di Desa Setulang kami habiskan untuk mengenal lebih dekat kehidupan Suku Dayak Oma Lung. Setelah tepar semalaman akibat menempuh perjalanan panjang, Bang Ran Dofa mengajak kami ke rumah Laing Ngau, salah satu tokoh adat Suku Kenyah Oma Lung.

Laing Ngau tengah membuat anyaman topi ketika kami tiba di rumahnya siang itu. Seperti rumah panggung warga Setulang lainnya, kediaman Laing Ngau dipenuhi ukiran-ukiran khas Suku Dayak Oma Lung. Artistik.

"Silakan duduk," Laing Ngau melempar senyum.

Kami pun duduk melingkar di teras rumah sembari menikmati semilir angin. Usia Laing Ngau sudah menginjak 71 tahun, namun ia begitu semangat berbagi cerita. Ia tampak seperti kakek yang asyik mendongeng kepada para cucunya.

1. Asal-Usul Suku Dayak Kenyah Oma Lung

Berkunjung ke Suku Dayak Kenyah Oma Lung, Si Pelindung Hutan! IDN Times/Indiana Malia

"Kami sudah 50 tahun tinggal di Setulang," Laing Ngau membuka cerita.

Sesekali matanya tampak menatap kejauhan, seperti tengah mengais ingatan. 50 tahun yang lalu, Suku Dayak Kenyah Oma Lung tinggal di hutan yang sangat jauh di pedalaman. Mereka pun bersepakat untuk pindah ke tempat yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan.

"Kami tanya ke ketua adat yang ada di Malinau, kira-kira adakah tempat kosong yang bisa kami tinggali? Kami mau pindah dari kampung lama. Kemudian dia tunjuk Long Setulang ini. Kami bertanya kepada camat dan orang-orang sekitar Setulang, mereka memperbolehkan kami tinggal di sini," ujar Laing Ngau.

Long Setulang dulunya adalah hutan primer. Setelah mendapatkan izin tempat tinggal, Suku Dayak Kenyah Oma Lung lantas membabat hutan tersebut menjadi hunian baru, yakni Desa Setulang.

Jika dirunut ke belakang, Suku Dayak pada mulanya tinggal di Sungai Baram, Serawak. Mereka kemudian berpindah ke pedalaman Kalimantan dan menetap di pegunungan antara Belaga dan Baram di Serawak serta Sungai Iwan di Kalimantan Utara. Pada abad ke-18, di bawah pimpinan Suhu Batu, salah satu kelompok dari Baram pindah ke pegunungan Sungai Iwan yang dikenal sebagai dataran tinggi Apo Kayan.

Apo Kayan meliputi wilayah yang luas mulai dari Long Nawang sampai Pujungan. Di daerah Apo Kayan, Suku Dayak yang bermigrasi di bawah pimpinan Suhu Batu pun tinggal dan berkembang besar. Mereka menyebut diri sebagai Suku Sayak Kenyah. Seiring padatnya populasi, Suku Dayak Kenyah berpencar membangun rumah panjang (oma) dan kampung (lepu) yang baru. Ada yang bermigrasi ke selatan menuju Sungai Barito dan membentuk aliansi Dayak Kenyah Selatan yaitu Lepu Tau, Lepu Timmai, Lepu Bem, Lepu Tukung, dan Lepu Tepu.

Sementara, sebagian lainnya bermigrasi ke wilayah utara sekitar Sungai Pujungan, Sungai Bahau, Sungai Anan, dan Sungai Malinau. Mereka membentuk aliansi utara yang terdiri dari Oma Lung, Oma Alim, Lepu Maut, Lepu Kulit, dan Kenyah Badeng (Ernawati, 2017:12).*

Nah, Suku Dayak Kenyah Oma Lung ini beberapa kali berpindah tempat. Sebelum memutuskan menetap di Desa Setulang, mereka dulunya tinggal di daerah Long Saan.

2. Proses migrasi ke Desa Setulang memakan waktu 6 bulan

Berkunjung ke Suku Dayak Kenyah Oma Lung, Si Pelindung Hutan! IDN Times/Indiana Malia

Proses migrasi dari Long Saan ke Setulang pun tidak mudah. Laing Ngau menuturkan, mereka menempuh perjalanan sekitar 6 bulan untuk mencapai Desa Setulang. Tahun 1968, sebanyak 50 KK berbondong-bondong keluar dari Long Saan. Di perjalanan, mereka membangun pondokan-pondokan kecil di sekitar sungai sebagai tempat tinggal sementara. Mereka bertahan hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan di hutan, berburu, dan menangkap ikan.

"Kami ada 6 kali antar jemput warga dari kampung lama ke kampung baru, yaitu tahun 1968, 1969, 1972, 1973, dan terakhir 1978 semua warga sudah pindah semua di Desa Setulang," kata Laing Ngau.

3. Suku Dayak Kenyah Oma Lung bersahabat dengan hutan

Berkunjung ke Suku Dayak Kenyah Oma Lung, Si Pelindung Hutan! IDN Times/Indiana Malia

Laing Ngau menuturkan, hutan bukan hanya sekadar tempat tinggal. Seperti pertemanan, hutan harus dijaga agar tetap lestari. Masyarakat memang diizinkan menebang pohon atau berburu, namun harus tetap taat aturan.

"Kami bersahabat dengan hutan. Semua wajib menjaganya. Masyarakat tak boleh sembarangan tebang pohon, apalagi kalau untuk kepentingan pribadi," kata Laing Ngau.

Laing Ngau mengatakan, ada dua jenis hutan yang dijaga penuh, yaitu hutan terlarang Tane' Olen dan hutan cadangan. Masyarakat hanya boleh memanfaatkan hutan cadangan untuk keperluan hidup, seperti menebang pohon atau berkebun. Itu pun tak bisa asal tebang, harus dipilih pohon yang paling tua.

"Hutan cadangan ini khusus untuk masyarakat. Pohon boleh ditebang untuk membuat rumah, tapi tak boleh banyak-banyak. Untuk membuat satu rumah biasanya satu pohon saja sudah cukup. Pohon-pohon di hutan cadangan kan terus beregenerasi, kalau sudah besar baru boleh diambil," ujarnya.

4. Tak ada ampun untuk perusak hutan

Berkunjung ke Suku Dayak Kenyah Oma Lung, Si Pelindung Hutan! IDN Times/Indiana Malia

Menurut Laing Ngau, masyarakat Setulang kerap mendapatkan tawaran kerja sama dari perusahaan kayu, namun tak pernah diterima. Sebab, mereka tak mau hutan yang dijaga turun-temurun jadi rusak.

"Kalau pohon-pohon itu terus ditebangi, nanti sungai-sungai akan keruh, tanahnya longsor. Apalagi di hutan ada banyak tanaman yang bisa ditumbuk jadi obat-obatan atau buat makan. Dulu pernah ada perusahaan mencuri kayu diam-diam, kami curiga ketika melihat sungai mulai keruh. Ada 20 pohon diambil, lalu kami denda mereka Rp5 miliar, tapi mereka cuma bisa kasih Rp300 juta. Kami gak mau lagi ada orang yang merusak hutan," ujarnya.


Sejak saat itu, masyarakat Setulang bahu-membahu menjaga hutan agar tak ada tangan-tangan jahil yang merusak. Lantas, bagaimana sih cara masyarakat Setulang mempertahankan hutan? Adakah aturan-aturan adat yang diterapkan untuk melindungi hutan terlarang Tane' Olen? Tunggu cerita-cerita seru kami di part selanjutnya, yah!

 

*Ernawati, Johanna. 2017. Tane' Olen Setulang. Jakarta: Pemerintah Desa Wisata Setulang.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya