Potret interaksi penjual dan pembeli di Pasar Pundensari, Desa Wisata Gunungsari, Madiun (IDN Times/Fasrinisyah Suryaningtyas)
Rupanya, Pasar Pundensari hanya satu dari sekian banyak atraksi atau paket wisata yang ditawarkan Desa Wisata Gunungsari. Desa ini memiliki banyak potensi wisata, baik itu dari segi alam, seni, budaya, dan sejarah. Mengusung konsep community based tourism, pengelola Desa Wisata Gunungsari telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat setempat selama hampir satu dekade.
Pengunjung yang datang ke sini tidak hanya belanja di pasar dengan konsep tempo dulu atau melihat sawah di kampung pada umumnya, tetapi juga belajar budaya dan kearifan lokal, hingga menginap di homestay atau rumah warga setempat. Ada pun paket wisata ditawarkan oleh Desa Wisata Gunungsari, sebagai berikut:
Paket Wisata Edukasi Budaya Jawa A (1 Day Tour),
Paket Wisata Edukasi Budaya Jawa B (Live In 1 Night),
Paket Wisata Edukasi Budaya Jawa C (Live In 2 Night),
Paket Wisata Edukasi Manuskrip Aksara Jawa Lontar,
Paket Wisata Kelas Memasak Rajamangsa Mantyasih,
Paket Wisata Pengolahan Sampah Organik,
Paket Wisata Pengolahan Sampah Anorganik,
Paket Wisata Pirolisis Sampah Plastik,
Paket Wisata Batik (Tulis dan Ecoprint),
Paket Wisata Budidaya Maggot BSF,
Paket Wisata Budidaya Jangkrik,
Paket Wisata Budidaya Tawon Lanceng,
Paket Wisata Budidaya Merpati Kontes,
Paket Wisata Budidaya Bibit Padi,
Paket Wisata Budidaya Lele,
Paket Wisata Pusaka Tosan Aji,
Paket Wisata Kelas Memasak Bahan Olahan Singkong,
Paket Wisata Kelas Memasak Bahan Olahan Ketan,
Paket Wisata Kelas Memasak Bahan Olahan Pisang,
Paket Wisata Kelas Memasak Bahan Olahan Tahu,
Paket Wisata Festival Tahu Cap Go Meh (Live In 1 Night),
Paket Wisata Festival Buncah Gunungan (Live In 1 Night), dan
Paket Wisata Kirab Pusaka Pager Desa (Live In 1 Night).
Salah satu kegiatan menarik yang ditawarkan di sini adalah Paket Wisata Edukasi Budaya Jawa Live In. Wisatawan dari dalam dan luar negeri pernah mengikuti program ini. Mereka akan diajak belajar tentang budaya Jawa, mengikuti workshop, tinggal atau menginap di rumah warga, berinteraksi langsung, dan terlibat dalam kegiatan sehari-hari warga yang bersifat situasional. Artinya, beberapa kegiatan tidak sengaja dirancang dan mengalir begitu saja. Misalnya kegiatan kenduri warga, melayat, hajatan, atau bersih desa.
Selain itu, para peserta juga diajak untuk lebih dekat dengan alam. "Kita ajak juga melihat kondisi ekosistem sungai yang kita punya. Dikenalkan lagi tentang alam, dikenalkan lagi tentang hutan bambu, fungsinya hutan bambu kalau dalam ekosistem masyarakat pemukiman," ujar Bernardi.
Bernardi menambahkan pengetahuan tentang kearifan lokal yang sudah diturunkan dari nenek moyang ternyata memiliki arti yang sangat penting untuk masyarakat. Dalam petualangan melihat hutan bambu, wisatawan akan diberi tahu bahwa hutan tersebut berfungsi sebagai pemecah angin, terutama angin besar dan puting beliung. Angin tersebut tidak langsung menghantam kawasan pemikiman karena terhalang hutan bambu.
"Sebenarnya, secara lokal orang Jawa itu sudah mengantisipasi risiko-risiko kebencanaan. Namun, saat ini banyak orang melupakan itu semua," ujar Bernardi.
Potret Bernardi S. Dangin menunjukkan koleksi Museum Purabaya, Desa Wisata Gunungsari, Madiun, Minggu (14/12/2025) (IDN Times/Fasrinisyah Suryaningtyas)
Selain alam, Desa Wisata Gunungsari juga memiliki Museum Purabaya. Lokasinya tak jauh dari Pasar Pundensari, hanya berjalan kaki sekitar 3-5 menit. Memiliki bangunan berarsitektur joglo, museum ini juga menjadi kediaman pribadi Bernardi dan berfungsi sebagai homestay, terutama untuk wisatawan dari luar negeri.
Museum Purabaya ini diharapkan menjadi destinasi edukasi sejarah di wilayah Madiun Raya. Berbeda dengan museum pada umumnya yang memiliki koleksi sama selama bertahun-tahun, museum ini berkonsep tematik periodik. "Artinya, setiap enam bulan sekali koleksi yang dipajang akan disesuaikan dengan babak atau periodisasi sejarah di Madiun Raya," ujar Bernardi.
Untuk babak awal, dimulai dari era prasejarah dengan memamerkan koleksi berupa fosil binatang purba dan artefak manusia purba, zaman berburu dan meramu, era sejarah kerajaan dan kolonialisme, hingga pascakemerdekaan RI. Saat ke sana, penulis melihat ada fosil gading gajah purba, fosil rahang kuda nil, gigi hewan purba, dan beragam fosil binatang laut.