Sehari Bersama Gunung Fuji, Momen Langka & Tak Selalu Dinikmati Turis

Kami beruntung sekali, meski prediksi cuaca kurang mendukung

Bagi masyarakat Jepang, Gunung Fujiyama adalah kebanggaan mereka. Bagaimana tidak? Gunung ini memberikan kehidupan bagi masyarakat Jepang lewat sumber airnya serta daya tarik pariwisatanya. Namun dikarenakan cuaca yang tak selalu cerah, pesona penampakan alam ini tak selalu bisa dinikmati kapan saja.

Tim IDN Times sangat beruntung karena dapat menyaksikan kemegahan gunung dengan puncak salju tersebut. Seperti apa kisahnya? Simak catatan perjalanan berikut!

1. Mengawali perjalanan setelah sarapan, kami menuju Iyashi no Sato Nemba. Di perkampungan kuno ini, Gunung Fuji dapat disaksikan secara epik

Sehari Bersama Gunung Fuji, Momen Langka & Tak Selalu Dinikmati TurisHamparan Gunung Fuji dari Iyashi no Sato Nemba. 7 Desember 2019. IDN Times/Febriyanti Revitasari

Kami memulai hari (7/12) dengan sarapan di restoran hotel Jiragonno Fuji No Yakata. Hotel ini terletak di Yamanashi, Minamitsuru District, Narusawa, yang mana tak jauh dari kaki gunung Fuji.

Tak lama usai sarapan, salju tipis mulai turun. "Besok, diperkirakan salju mulai turun," aku mengingat ucapan Dwi Andi Listiawan, pemandu tur lokal dari Antavaya Tour pada malam sebelumnya. Selain ketahanan tubuh akan cuaca, kesempatan menyaksikan Gunung Fuji menjadi salah satu hal yang aku dan kawan-kawan media lainnya pikirkan.

Berangkatlah kami dengan bus ke Iyashi no Sato Nemba. Di tengah perjalanan yang berdurasi 15 menit, Andi berseru, "Itu Gunung Fujinya kelihatan sekali puncaknya. Wah, kalian beruntung ya! Biasanya sering tertutup."

Kami langsung berburu foto gunung tersebut dari atas bus yang melaju. Sayangnya, gambar yang kami cari tidaklah begitu maksimal lantaran bus yang dikendarai supir bernama Takayama itu, tetap bergerak cepat.

Pukul 09.33, bus sudah sampai di area parkir Iyashi no Sato Nemba. Tempat ini merupakan perkampungan kuno masyarakat Jepang. Rumah-rumah berbahan kayu dengan pintu geser, berjajar rapi di sini.

Sebelum masuk ke rumahnya, pengunjung akan disambut dengan hamparan kebun labu berikut orang-orangan kebunnya yang unik. Bahkan, labu seukuran lebih besar dari bayi pun dapat ditemukan. Belum lagi, jembatan kayu yang membentang di sana laksana wallpaper bawaan komputer PC.

Jalanan semakin mendaki. Namun, kami tidak kehilangan semangat. Terlebih, banyak titik strategis demi berfoto bersama gunung berpuncak salju putih itu. "Titik tertinggi yang bisa dikunjungi wisatawan itu ada di level 5. Bus masih bisa ke sana. Tapi karena cuaca kurang mendukung, kita tidak ke sana," tutur Fora, pemandu tur yang lainnya. 

Rupanya, Gunung Fuji juga terbuka untuk pendakian sebagaimana sering dilakukan pecinta alam. Biasanya, kegiatan ini bisa dilakukan saat cuaca sedang menghangat, berkebalikan dengan momen kunjungan ini. Tepatnya, pada bulan Juli-September. Selain itu, sebaiknya tidak dilakukan karena dianggap berbahaya.

2. Menjelang makan siang, kami pergi ke Oshino Hakkai, lagi-lagi hamparan Fuji semakin jelas meskipun cuaca diprediksi kurang mendukung

Sehari Bersama Gunung Fuji, Momen Langka & Tak Selalu Dinikmati TurisHamparan Gunung Fuji dari Oshino Hakkai. 7 Desember 2019. IDN Times/Febriyanti Revitasari

Puas berfoto di area perkampungan tersebut, kami kembali ke area parkir demi menempuh destinasi berikutnya. Namun, kami sempatkan diri untuk menjelajah lapak-lapak warga setempat. Salah satunya adalah lapak penjual ikan ayu. Ikan bakar khas Jepang ini sungguh sedap rasanya, walaupun hanya dibumbui dengan garam.

Selain ikan ayu, ada pula penjaja es krim, buah apel, anggur, ubi, hingga cem-ceman tawon sebagai penambah stamina. "Ada Sule," kata penjualnya dalam Bahasa Indonesia yang terbatas, sembari menunjukkan foto artis Indonesia yang mampir ke kios mininya itu. Selain Sule dan Rizky Febian, ada pula pasangan Marissa Haque dan Ikang Fawzie.

Kami pun segera berlalu dan bus melaju ke Hirozen untuk makan siang. Sepanjang perjalanan, lagi-lagi Gunung Fuji masih menemani. Di saat yang sama, Andi bercerita tentang Hutan Aokigahara yang terkenal sebagai lokasi bunuh diri. Hamparan hutan ini memang menyertai kami semenjak dari hotel hingga mendekati perkampungan kuno tadi.

Tiba di Hirozen, kami disambut oleh kebun yang tengah digarap pemiliknya. Di satu sudut, tampak labu yang menumpuk dan terlihat cantik warnanya. Kepulan asap kecil menyeruaknya di antaranya. Entah apa yang sedang dibakarnya.

Yang lebih elok lagi, kami menemui hamparan pohon sakura yang sedang tidak mekar. Hamparan ini mengiringi sungai dan jembatan yang syahdu, sebagaimana nuansa di jembatan dan sungai di Amsterdam. Belum lagi, Fuji masih bisa kami tatap lamat-lamat jelas dari sini.

3. Puas menikmati makan siang dalam format Japanese set, kami mengitari sungai di sekitarnya

Sehari Bersama Gunung Fuji, Momen Langka & Tak Selalu Dinikmati TurisHamparan Gunung Fuji dari Oshino Hakkai. 7 Desember 2019. IDN Times/Febriyanti Revitasari

Kami menyantap makan siang kami pada salah satu Izakaya (kedai sake dengan hidangan dine-in), yang menyajikan suasana rumah tradisional. Dengan duduk bersila di atas bantal tipis, kami menikmati satu set makanan yang terdiri dari nasi, katsu, acar, ubi manis, dan semacam sup berisi ayam, jamur enoki, tahu, dan sawi putih.

Kenyang, kami diajak Andi sedikit berputar sebelum kembali ke parkiran dan menikmati jernihnya Sungai Shinnasho. Ia pun bercerita tentang Oshino Hakkai, daerah dengan mata air yang terdapat di desa Oshino, Yamanashi. Dikisahkannya, air dari salju Gunung Fuji tersaring di antara batuan lava bawah tanah selama puluhan tahun.

Air itu muncul ke permukaan dan membentuk mata air di 8 titik. Titik itu adalah Deguchiike Pond, Okamaike Pond, Sokonashiike Pond, Choshiike Pond, Wakuike Pond, Nigoriike Pond, Kagamiike Pond, dan Shobuike Pond. Tak jauh dari posisi kami, terletak Choshiike Pond. Sayangnya, kami tak mengunjungi tempat itu.

Meski begitu, lagi-lagi hamparan Fuji mampu mengobati jiwa-jiwa pekerja kami. Terlebih, biasanya kami masih saja bekerja walaupun pada akhir pekan. Itu saja sudah cukup menyejukkan pikiran dan membuat bahagia.

Baca Juga: 10 Makanan Indonesia Ini Ternyata Mirip Kuliner Jepang, Suka Mana?

4. Waktunya menonton Ninja Show di Oshino Shinobi No Sato!

Sehari Bersama Gunung Fuji, Momen Langka & Tak Selalu Dinikmati TurisHamparan Gunung Fuji dari Oshino Shinobi No Sato. 7 Desember 2019. IDN Times/Febriyanti Revitasari

Oshino Shinobi No Sato adalah perkampungan ninja yang ada di kaki Gunung Fuji. Kurang lebih, tempat wisata tersebut adalah simulasi kehidupan ninja pada masa kepemimpinan Shogun. Sebagaimana sering kita saksikan di film-film, ninja mempunyai ilmu bela diri yang mahir dan jago melakukan spionase. Di tempat inilah, kita membuktikannya.

Namun sebelum pertunjukan ninja dimulai, kami punya waktu selama sejam untuk berputar-putar di sekitar area tersebut. Rupanya, taman di Oshino Shinobi No Sato sudah tertata indah sehingga patut diabadikan dengan latar Gunung Fuji yang megah. Di sini, Fuji terlihat lebih dekat lagi dibandingkan dua tempat sebelumnya.

Ada torii (pintu gerbang kuil) yang khas akan warna oranye, sumber mata air yang bergelembung di bawah jembatan, kolam dengan tiruan bangunan tradisional Jepang, menara pandang, area bermain anak dan melempar shuriken, hingga Karakuri House di mana kita ditantang mencari jalan keluar dari rumah ninja dan menemukan pedang tersembunyi.  

5. Momen langka bersama Gunung Fuji ini, amat disayangkan bila tak dibagikan di sosial media. Kami mencoba Smartfren dengan international roaming selama perjalanan

Sehari Bersama Gunung Fuji, Momen Langka & Tak Selalu Dinikmati TurisDua perempuan asyik menikmati koneksi internet saat foot bath di Oedo Onsen Monogatari. 9 Desember 2019. IDN Times/Febriyanti Revitasari

Di era digital ini, perjalanan wisata tak mungkin lepas dari koneksi internet yang mumpuni. Bukan sekadar untuk berbagi foto dan video selama perjalanan saja, wisatawan perlu berselancar di internet untuk mencari info soal makanan yang ingin dicari dan rekomendasi destinasi.

Selain itu, fitur Google Maps akan sangat dibutuhkan agar tahu di mana mereka berada. Menghubungi orang terkasih di negara asal untuk memberitahukan keadaan terkininya atau berkoordinasi dengan rekan satu rombongan tur, juga membutuhkan koneksi yang ampuh.

Smartfren membaca fenomena ini dan telah menghadirkan paket internasional roaming yang berlaku di 15 negara kawasan Asia Pasifik. "Paket international roaming kami hadirkan agar para pelanggan tetap terkoneksi dan dapat berkomunikasi selama berada di luar negeri," ujar Roberto Saputra, Chief Brand Officer Smartfren.

Kartu Smartfren International Roaming ini dibanderol dengan harga Rp150 ribu. Benefit yang didapatkan adalah kuota internet sebesar 2GB dan masa berlaku selama tujuh hari. Di Jepang sendiri, provider ini telah bekerja sama dengan NTT Docomo.

Untuk mengaktifkannya, pastikan kamu memilih tipe jaringan prioritas 3G, mengubah Roaming Services menjadi Smartfren Roaming, serta set APN yang sesuai. Sesudah itu, restart ulang ponselmu dan nyalakan lagi. Bisa juga dengan mengaktifkan mode airplane, diamkan sesaat, dan matikan mode tersebut. 

Paketmu pun sudah bisa dinikmati untuk mengabadikan panorama Gunung Fuji seharian. Persis seperti pengalaman penulis, yang tak cuma mengabadikan Fuji sepuasnya, melainkan peristiwa unik yang ditemui di pusat kota Tokyo.

Baca Juga: 10 Potret 'Nyan Nyan Ji', Kafe Bernuansa Kuil Kucing di Jepang

Topik:

  • Febriyanti Revitasari
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya