Makam J. Miura, Tokoh Jepang Dalam Kemerdekaan Indonesia (Foto: Dok. Pribadi/Leona Wirawan)
Walking Tour ditutup dengan berjalan-jalan di Kawasan Setra Badung seluas hampir sembilan hektar. Pemakaman yang terbelah oleh sebuah jalan yang membentang dari barat ke timur ini membuatnya beralamat di Jalan Imam Bonjol dan Jalan Batukaru. Di Jalan Batukaru inilah yang menyimpan keunikan dari Kawasan Setra Badung. Terdapat makam keramat Siti Khotijah dan J. Miura yang membuang kesan eksklusivitas bagi umat Hindu dan warga negara Indonesia.
J. Miura diketahui berkewarganegaraan Jepang dan menjadi pasukan Nippon saat masa penjajahan. Namun, membelot ke pihak Indonesia yang sedang memperjuangkan kemerdekaan. Sosoknya pun dikenang sebagai seorang yang penyayang dan egaliter seperti yang termuat di batu hitam sebelah makamnya.
Dari kacamata pribadi, beliau nampaknya seorang yang bijak dalam memilih. Tidak sekadar bertarung, tapi mempertimbangkan apa yang layak diperjuangkan dalam pertarungan. Baginya, barangkali kemerdekaan sebuah bangsa tidak pantas direnggut dan menjadi bahan pertarungan. Alhasil, nekad melawan arus demi menjalankan prinsip. Serupa dengan kisah dari Raden Ayu Siti Khotijah.
Singkatnya, Siti Khotijah yang sebelumnya penganut Hindu merupakan putri Raja Pemecutan dengan nama Gusti Ayu Made Rai. Dirinya menikahi Cakraningrat IV, seorang Raja Madura dan memeluk Islam lewat sayembara yang dikeluarkan ayahanda. Isi sayembara adalah mencari sosok yang bisa menyembuhkan putri kerajaan yang sedang sakit dengan hadiah pernikahan jika penyembuhnya adalah laki-laki. Sedangkan, menjadi saudari jika penyembuhnya adalah perempuan.
Satu waktu, Siti Khotijah pulang ke Bali untuk mengunjungi keluarganya. Ketika menunaikan ibadah salat pada malam hari, Siti Khotijah disangka ngeleak (baca: praktik ilmu hitam) oleh seorang patih. Reaktif dengan laporan sang patih, Raja titahkan untuk membunuh sang putri.
Siti Khotijah setia pada keyakinan bahwa agama yang dianutnya tidak sesat sehingga membiarkan titah itu terlaksana. Dirinya hanya memberikan isyarat untuk menusuknya dengan konde yang dibekali sang suami serta wajib membuat sebuah keramat jika jenazahnya nanti berbau harum. Perkataannya terbukti sehingga makam keramat ini ada. Siti Khotijah seperti memilih cara yang anggun untuk memperjuangkan prinsip hidupnya.
Berwisata ke destinasi bersejarah dan religius rupanya bisa membangkitkan semangat untuk memperjuangkan hidup. Kalau kamu lagi jenuh dengan rutinitas apalagi lelah dengan kehidupan, bisa nih cobain juga. Barangkali nanti bisa masuk ke fase bergumam bak Bernadya Ribka, "Untungnya, hidup harus tetap berjalan".