Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pendaki ilegal (unsplash.com/Angela Meyer)
ilustrasi pendaki ilegal (unsplash.com/Angela Meyer)

Mendaki gunung menjadi kegiatan yang digemari banyak orang. Keindahan alam, udara segar, dan tantangan yang ditawarkan sering menjadi daya tarik utama.

Namun, di balik pesona itu, ada risiko besar yang mengintai, terutama bagi yang nekat menjadi pendaki ilegal. Pendaki ilegal mendaki gunung tanpa izin resmi dari pihak berwenang, seperti Taman Nasional atau pengelola kawasan. Aksi ini dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Berikut lima bahaya fatal menjadi pendaki ilegal.

1. Minimnya bantuan saat situasi darurat

ilustrasi tim SAR menggunakan helikopter untuk mencari pendaki tersesat (unsplash.com/Peter Hoogmoed)

Setiap pendakian resmi apalagi gunung-gunung besar dan terjal, selalu didampingi oleh pemandu atau memiliki jalur yang terpantau. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti cedera, tersesat, atau kehabisan perbekalan, tim SAR dan petugas akan memberikan pertolongan.

Untuk pendaki ilegal, jika tersesat atau mengalami kecelakaan, tidak ada yang tahu persis keberadaannya. Proses pencarian juga akan sulit dan memakan waktu lama, yang akhirnya berujung pada hal yang paling fatal.

2. Tersesat di jalur tidak resmi

ilustrasi pendaki ilegal melewati jalur tidak resmi (unsplash.com/Ákos Nemes)

Pendaki ilegal sering nekat melewati jalur-jalur tikut atau jalur tidak resmi yang jarang dilalui oleh pendaki. Jalur ini tentu tidak memiliki rambu, marka jalur, atau pos penjagaan.

Kurangnya informasi tentang medan, topografi, dan kondisi cuaca di jalur ilegal membuat pendaki rentan kehilangan orientasi. Banyak kasus pendaki tersesat di gunung karena mereka mencoba jalur baru yang belum terpetakan dengan baik.

3. Ancaman cuaca ekstrem dan bencana alam

ilustrasi bencana alam tanah longsor (unsplash.com/Wolfgang Hasselmann)

Pihak pengelola biasanya mengeluarkan peringatan atau bahkan menutup jalur pendakian jika cuaca sedang buruk seperti badai, angin kencang, dan hujan lebat yang berpotensi menyebabkan banjir serta tanah longsor. Pendaki ilegal tidak akan mendapatkan informasi penting ini, bahkan mereka tetap mendaki dalam kondisi cuaca ekstrem.

Contohnya, badai di atas gunung bisa menyebabkan hipotermia, sedangkan longsor bisa mengancam nyawa. Kasus pendaki yang tewas akibat hipotermia sering disebabkan oleh persiapan kurang matang dan informasi yang tidak memadai.

4. Gangguan hewan liar dan hutan

ilustrasi hewan buas di hutan (unsplash.com/Oscar Brouchot)

Jalur tidak resmi sering dilalui pendaki ilegal, yang umumnya melewati habitat hewan liar. Pendaki ilegal berisiko tinggi bertemu dengan hewan buas atau mengalami serangan, terutama jika pendaki tidak tahu cara menghadapinya.

Pendaki tidak tahu bahaya di sekitar jalur yang tidak terawat, seperti tumbuhan beracun atau jurang yang tidak terlihat. Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang kondisi lingkungan di jalur ilegal dapat membahayakan diri sendiri.

5. Kerusakan ekosistem dan lingkungan

ilustrasi batu yang di atasnya dicoret-coret (unsplash.com/Richard Burlton)

Pendaki ilegal tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga dapat merusak lingkungan. Beberapa pendaki ilegal bisa merusak tumbuhan atau mencoret-coret batu, bahkan membuat api unggun di area terlarang.

Mereka tidak mematuhi etika mendaki, seperti nmeninggalkan sampah di area gunung. Akibatnya, sampah akan menumpuk, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, dan merusak keindahan alam.

Selain itu, pendaki ilegal bisa terjerat hukum akibat melanggar aturan. Mendaki gunung menuntut mendaki untuk lebih bertanggung jawab dengan persiapan matang. Demi keselamatan diri dan kelestarian alam, pastikan selalu menjadi pendaki legal dengan mendaftar dan mematuhi semua aturan yang berlaku.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team