ilustrasi orang-orang di bandara (unsplash.com/Joseph Barrientos)
Pada penumpang, petugas bandara boleh saja mengatakan bahwa prosedur ini bersifat acak. Namun nyatanya, random check gak benar-benar dilakukan secara acak. Pasalnya selain kebetulan, ada beberapa faktor lain yang dapat membuat seseorang terpilih untuk menjalani prosedur ini. Pertama adalah riwayat perjalanan yang dianggap berisiko. Jika seseorang pernah mengunjungi negara-negara yang terkait dengan terorisme, ketidakstabilan politik, hingga aktivitas kriminal, maka ia kemungkinan besar akan diminta melakukan prosedur keamanan tambahan.
Selain riwayat kunjungan, perilaku yang gak biasa, seperti memesan tiket sekali jalan di menit akhir tanpa jadwal pulang yang jelas, rencana perjalanan mencakup rute gak langsung, hingga metode pembayaran dengan tunai untuk penerbangan internasional juga bisa memicu perhatian petugas. Faktor lainnya, random check juga bisa dipicu oleh benda-benda spesifik yang terdeteksi selama proses pemeriksaan awal, atau bisa juga karena sikap penumpang yang dinilai mencurigakan. Terkadang seseorang dipilih untuk melakukan random checking karena mereka memiliki nama keluarga yang mirip atau bahkan sama dengan nama-nama orang yang terlibat tindak kejahatan.
Di Amerika Serikat, mereka memiliki daftar nama dan informasi buronan kriminal. Saat pemesanan tiket pesawat, mereka akan melakukan pencocokan nama-nama atau informasi tersebut dengan para penumpang. Ketika seseorang memiliki nama keluarga yang mirip dengan orang yang dicari, hal itu akan menimbulkan kecurigaan, dan membuat penumpang malang itu harus melakukan prosedur keamanan tambahan untuk memastikan dia gak ada sangkut pautnya dengan buronan yang terdaftar dan aktivitas kriminal lainnya.