7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayam

Ke mana-mana bayar pakai kartu

Intinya Sih...

  • Kemacetan luar biasa di Jakarta, dari jalan besar hingga gang kecil.
  • Penggunaan uang elektronik yang dominan untuk membayar transportasi umum dan tempat wisata.
  • Waktu tempuh yang dianggap dekat oleh warga Jakarta bisa jadi cukup jauh bagi orang luar.

Sebagai kota metropolitan sekaligus ibu kota Indonesia, Jakarta menyimpan berbagai daya tarik. Sesuai fungsinya, tata kota Jakarta dipenuhi gedung-gedung pencakar langit. 

Tak hanya sebagai kota bisnis, Jakarta juga memiliki banyak tempat wisata yang asyik dikunjungi. Bagi sebagian orang, liburan atau berkunjung ke Jakarta menjadi hal dinanti dan menarik.

Namun, orang-orang yang datang ke Jakarta pertama kalinya, pasti bakal mengalami culture shock. Sebab, bisa jadi suasana Jakarta sangat berbeda dari yang kamu bayangkan. Selain itu, masyarakatnya mungkin lebih beragam dibanding tempatmu berasal.

Berikut beberapa culture shock yang akan kamu alami ketika liburan atau berkunjung ke Jakarta.

1. Macet di mana-mana

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi macet di Jakarta (unsplash.com/a_pranata)

Sebagai kota besar, kemacetan menjadi salah satu tantangan tersendiri, apalagi Jakarta sebagai ibu kota. Kamu akan melihat kemacetan nyaris di mana pun, bahkan di gang-gang kecil atau area pemukiman sekali pun.

Tak heran karena penduduk Jakarta selalu bertambah, termasuk jenis dan volume kendaraannya. Ada TransJakarta, mikrotrans, ojek online berbagai armada, kendaraan pribadi, dan sebagainya. 

Banyaknya volume kendaraan yang gak sebanding sama ukuran badan jalan membuat jalanan di Jakarta macet. Bahkan, meski kamu naik KRL (Kereta Rel Listrik) maupun MRT (Mass Rapid Transit), berdesak-desakan adalah "makanan" sehari-hari. Terutama saat pagi dan sore hari yang bertepatan dengan jam berangkat serta pulang bekerja.

Sekali pun kamu naik sepeda motor, macet di Jakarta tetap terasa. Jadi, kalau kamu berencana mengunjungi tempat tertentu, pastikan memberikan alokasi waktu lebih banyak. Bisa jadi, waktumu lebih sering habis untuk perjalanan daripada menikmati liburan di tempat wisata.

2. Ke mana-mana menggunakan kartu

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi kartu untuk melakukan perjalanan di Jakarta (dok. pribadi/Fatma Roisatin)

Alih-alih membawa banyak uang tunai, sebaiknya kamu mengisi saldo uang elektronik sebelum tiba di Jakarta. Umumnya, pelayanan publik, seperti transportasi umum, di Jakarta menggunakan uang elektronik. Jadi, kamu tinggal tapping kartu untuk membayarnya. 

Misalnya, kamu dari daerah Stasiun Pasar Senen ingin menuju Kebun Binatang Ragunan di Jakarta Selatan, maka perlu naik Transjakarta. Sistem pembayarannya menggunakan uang elektronik. Jadi, kamu perlu membayar menggunakan kartu uang elektronik.

Beberapa tempat wisata pun menggunakan sistem pembayaran serupa. Selain menggunakan kartu, kamu juga bisa melakukan pembayaran dengan metode scan to pay. Pemerintah Jakarta juga merilis aplikasi Jakarta Tourist Pass untuk memudahkan para wisatawan masuk ke berbagai tempat wisata.

3. Waktu tempuh 1 jam, dianggap masih dekat?

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi transportasi umum di Jakarta (unsplash.com/fasyahalim_)

Bagi warga Jakarta, waktu tempuh satu jam masih dianggap dekat. Padahal, kalau di daerah lain, kamu bisa ke luar kota atau sudah melakukan perjalanan dari ujung ke ujung, ya. Culture shock ini masih berkaitan dengan kondisi macet di jalan.

Meski yang membawa kendaraan pribadi sudah terasa sat set, tetapi kalau macet mau bagaimana lagi? Maka dari itu, banyak yang memanfaatkan kendaraan umum, meski harus berdesakan juga. Naik kendaraan pribadi juga gak menjamin waktu tempuhnya lebih pendek daripada naik kendaraan umum.

4. Perbedaan norma sosial yang berlaku

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi berwisata di Kota Tua Jakarta (unsplash.com/kolection)

Penduduk Jakarta sangat beragam, berasal dari berbagai daerah, bahkan luar negeri, yang kemudian menetap. Ada pula yang memang asli penduduk Jakarta, sehingga membentuk warga multikultural. Hal tersebut membuat norma sosial yang berlaku di masyarakat jadi lebih terbuka dan fleksibel. 

Baca Juga: 7 Culture Shock Liburan di Surabaya, Kamu Pernah Mengalaminya?

5. Budaya masyarakat individual

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi menunggu KRL di stasiun (unsplash.com/mahendra_putra)

Buat kamu yang tidak ingin menjadi pusat perhatian, sepertinya Jakarta menjadi kota yang cocok untuk dijelajahi. Budayanya yang multikultural membuat masyarakat lebih toleran dan terkesan cuek.

Selain itu, budaya kerja kerasnya seolah mendarah daging di penduduk Jakarta. Karena masing-masing orang fokus dengan kehidupannya, gak heran kalau warga Jakarta terkesan individualis. 

Meski terkesan cuek dan invidualis, bukan berarti mereka tak peduli ketika ada seseorang mengalami kesulitan. Banyak juga orang yang masih mau membantu sesama, termasuk di ranah publik.

6. Penggunaan “aku” dan “kamu”

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi sekelompok orang sedang berbincang (unsplash.com/chandraxx)

Warga Jakarta terbiasa menggunakan kata lo-gue yang berasal dari Bahasa Mandarin Hokkien. Lo berarti kamu atau anda, sedangkan gue berarti saya atau aku. Namun, penggunaan, “aku” dan “kamu” di Jakarta punya stigma sebagai panggilan yang ada di fase pendekatan alias PDKT ataupun pacaran dalam suatu hubungan.

Penggunaan kata "aku" dan "kamu" akan terdengar aneh bagi kebanyakan warga Jakarta, bahkan bisa membuat seseorang baper, karena dianggap sedang mendekati atau menyukainya. Kamu bisa menggunakan kata ganti “saya” dan “anda”.

7. Sarapan dengan menyantap mi ayam dan gulai

7 Culture Shock Liburan di Jakarta, Sarapan dengan Gulai dan Mi Ayamilustrasi mie ayam (commons.wikimedia.org/Midori)

Jika kamu terbiasa menyantap menu ringan saat sarapan, kamu akan terkejut dengan menu sarapan di Jakarta. Contohnya seperti mi ayam dan gulai. Di berbagai daerah lain, mi ayam dan gulai biasa disantap saat siang atau malam hari. 

Bagi kamu yang gak terbiasa menyantapnya sebagai menu sarapan, kamu akan merasa begah dan lemas. Sebab, kedua menu tersebut bisa dibilang cukup berat untuk tubuh memulai harinya. 

Itulah beberapa culture shock yang mungkin akan kamu alami ketika liburan atau berkunjung ke Jakarta. Apakah kamu pernah mengalami culture shock selain yang disebutkan tadi?

Baca Juga: 9 Culture Shock saat Liburan ke Bali Pertama Kali, Kamu Merasakannya?

Topik:

  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya