Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Kabut Tebal Bahaya bagi Pendaki Gunung? Ini Alasannya!

ilustrasi kabut di gunung (pexels.com/Mateusz Feliksik)
Intinya sih...
  • Kabut tebal mengurangi jarak pandang drastis, meningkatkan risiko tersesat, dan membuat suhu udara turun ekstrem.
  • Risiko kecelakaan meningkat karena jarak pandang buruk dan jalur licin, serta komunikasi antartim terhambat.
  • Sulit membangun tenda dan istirahat saat kabut datang, mengancam keselamatan pendaki gunung.

Buat kamu yang hobi mendaki gunung, pasti sudah gak asing dengan kabut tebal yang sering muncul di ketinggian. Meski terlihat indah dan dramatis, kabut tebal ternyata menyimpan banyak risiko, terutama buat pendaki pemula.

Cuaca di gunung bisa berubah cepat dan kabut bisa datang kapan saja, gak peduli siang atau malam. Lantas, kenapa kabut tebal bahaya bagi pendaki gunung? Ini beberapa alasan logisnya. Jangan dianggap remeh, ya!

1. Mengurangi jarak pandang secara drastis

ilustrasi gunung berkabut (pexels.com/Anuj Bansal)

Salah satu bahaya utama dari kabut tebal adalah jarak pandang yang menurun. Di kondisi normal, kamu bisa melihat jalur pendakian dengan jelas. Namun, saat kabut turun, jarak pandang bisa berkurang sampai di bawah 5 meter.

Kondisi tersebut bikin kamu gampang tersesat, apalagi kalau mendaki tanpa pemandu atau belum hafal rutenya. Salah ambil jalan bisa bikin kamu nyasar ke jurang atau hutan lebat yang belum dijelajahi.

2. Risiko tersesat semakin tinggi

ilustrasi gunung berkabut (pexels.com/Wilson Rodriguez)

Saat kabut turun tebal, navigasi jadi jauh lebih sulit. Jalur yang biasanya terlihat jelas bisa tertutup kabut, dan penanda jalur, seperti pita atau marka cat bisa tidak terlihat.

Kalau kamu gak punya alat navigasi, seperti GPS pendaki, kompas, atau bahkan peta topografi, risiko tersesat makin tinggi. Sinyal HP pun kadang hilang di tengah gunung.

3. Suhu udara bisa turun ekstrem

ilustrasi gunung berkabut (pexels.com/Robert So)

Kabut biasanya datang bersamaan dengan suhu dingin. Saat kabut tebal menyelimuti area pendakian, suhu bisa turun drastis, bahkan di bawah 10 derajat Celcius tergantung ketinggian.

Kalau kamu tidak memakai jaket tebal, thermal, atau lapisan pelindung dingin lainnya, tubuh bisa mengalami hipotermia. Ini bukan hal sepele, hipotermia bisa membuatmu kehilangan kesadaran hingga berujung fatal, lho!

4. Risiko kecelakaan meningkat

Ilustrasi tenda gunung saat berkabut (pexels.com/Luke Miller)

Dengan jarak pandang yang buruk dan jalur yang licin karena embun atau hujan yang menyatu dengan kabut, risiko tergelincir atau jatuh makin tinggi. Apalagi kalau kamu mendaki di jalur yang sempit, berbatu, atau dekat tebing. Beberapa kasus kecelakaan pendaki sering kali terjadi saat cuaca berkabut tebal. Salah pijak satu langkah saja bisa berakibat fatal.

5. Komunikasi antartim jadi terhambat

Ilustrasi rombongan pendaki (pexels.com/Lucas Minniti)

Dalam pendakian, komunikasi tim adalah kunci. Namun, saat kabut tebal menyelimuti, jarak pandang pendek dan suara jadi lebih teredam. Akibatnya, koordinasi antaranggota kelompok bisa kacau.

Kalau ada satu anggota yang tertinggal atau kehilangan arah, mencarinya jadi sangat sulit. Hal ini makin parah kalau tidak ada sistem "satu komando" atau briefing sebelum mendaki.

6. Sulit membangun tenda dan istirahat

Ilustrasi pendaki di gunung berkabut (pexels.com/Ds babariya)

Saat kabut tebal datang di sore atau malam hari, mendirikan tenda pun jadi perihal besar. Kabut bikin tenda dan perlengkapan cepat basah, tanah jadi lembap, dan tubuh lebih cepat kehilangan panas.

Pendaki yang belum terbiasa bisa sulit tidur karena dingin, bahkan bisa mengalami gangguan pernapasan karena kelembapan tinggi.

Bahaya kabut tebal bagi pendaki gunung bukanlah hal yang bisa kamu anggap sepele. Selain mengancam keselamatan, kondisi ini juga bisa menggagalkan rencana pendakian yang udah kamu susun matang-matang.

Maka dari itu, penting banget untuk selalu siap dengan peralatan lengkap, peka terhadap perubahan cuaca, dan tahu kapan harus berhenti. Ingat, tujuan utama mendaki bukan cuma mencapai puncak, tapi juga kembali turun dengan selamat. Tetap waspada dan nikmati keindahan alam dengan bijak, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us