Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi liburan (unsplash.com/Shannia Christanty)

Intinya sih...

  • Rutinitas langsung menyerbu setelah liburan, membuat adaptasi sulit dan energi terkuras.

  • Agenda liburan yang terlalu padat membuat tubuh kelelahan dan momen-momen berharga terlewat.

  • Kecemasan finansial pasca liburan bisa memicu stres dan keinginan untuk lari dari realitas.

Banyak yang berpikir bahwa setelah liburan, tubuh dan pikiran akan kembali segar sepenuhnya. Namun kenyataannya, tak jarang rasa lelah justru makin terasa setelah pulang dari liburan. Beberapa bahkan merasa butuh waktu tambahan hanya untuk pulih dari liburan itu sendiri. Hal ini bukan tanda bahwa liburan gagal, tapi lebih kepada cara menikmati yang masih perlu dievaluasi.

Fenomena butuh liburan setelah liburan cukup sering terjadi. Waktu yang terbatas, aktivitas terlalu rapat, hingga tekanan finansial bisa menjadi penyebab utama. Supaya bisa lebih memahami, berikut lima alasan masuk akal kenapa setelah liburan kita butuh liburan lagi. Kamu mungkin menyetujui hal ini, nih!

1. Rutinitas yang langsung menyerbu

ilustrasi liburan tapi masih bekerja (pexels.com/Yan Krukau)

Begitu pesawat mendarat atau kereta berhenti di stasiun akhir, rutinitas langsung menunggu di depan pintu. Email kerja menumpuk, notifikasi grup kuliah berdenting, dan tugas-tugas rumah tak bisa ditunda. Transisi dari mode santai ke mode produktif terasa seperti loncatan besar yang membuat mental goyah.

Waktu adaptasi yang minim setelah liburan sering kali bikin energi langsung terkuras. Tak heran kalau banyak yang merasa belum siap menghadapi realitas yang kembali datang dengan cepat. Itulah kenapa jeda ekstra setelah liburan sebenarnya penting untuk memulihkan stamina dan fokus. Karena ketika liburan berakhir terlalu mendadak, tubuh dan pikiran belum sempat benar-benar menyesuaikan.

2. Liburan yang terlalu padat

ilustrasi kelalahan karena jadwal yang padat (pexels.com/Niels from Slaapwijsheid.nl)

Agenda liburan kadang terasa seperti lomba maraton. Dari satu tempat ke tempat lain, pagi hingga malam, semua dijalani demi mengejar semua bucket list. Bukannya merasa rileks, tubuh malah merasa kelelahan karena waktu istirahat nyaris tak ada. Liburan pun berubah menjadi semacam kerja yang berpindah lokasi.

Banyak yang menganggap semakin banyak tempat dikunjungi, maka makin berkesan liburannya. Padahal, esensi dari liburan adalah menikmati momen dengan tenang. Ketika terlalu sibuk mengejar spot Instagramable, momen untuk benar-benar menikmati suasana jadi terlewat. Akhirnya, liburan selesai, tapi tubuh justru menjerit minta rehat ulang.

3. Overbudget dan kecemasan finansial

ilustrasi mengecek uang didompet (unsplash.com/Aleksandrs Karevs)

Mengunjungi destinasi impian sering kali berarti pengeluaran ekstra yang tak sedikit. Mulai dari tiket transportasi, akomodasi, makan, sampai oleh-oleh, semua bisa membuat anggaran membengkak. Setelah liburan, ketika saldo rekening dicek, rasa panik pun mulai muncul. Beban finansial ini bisa mengganggu ketenangan bahkan setelah kembali ke rumah.

Kecemasan soal uang sering kali tak langsung terasa saat sedang menikmati liburan. Tapi begitu kembali ke realita, dampaknya baru muncul—dan cukup bikin stres. Rasa lelah tak hanya datang dari fisik, tapi juga dari tekanan mental karena harus menyesuaikan lagi dengan kondisi keuangan. Ironisnya, ini justru membuat liburan terasa belum tuntas dan memicu keinginan untuk lari lagi dari realita.

4. Post Vacation Blues

ilustrasi post-vacation blue (pexels.com/Engin Akyurt)

Perasaan sedih setelah liburan adalah hal yang nyata dan umum terjadi. Setelah mengalami momen menyenangkan, pemandangan indah, dan waktu berkualitas, kembali ke rutinitas bisa terasa seperti kehilangan sesuatu. Rasanya hampa, dan motivasi untuk kembali produktif jadi menurun drastis.

Hal ini dikenal sebagai post vacation blues, kondisi di mana suasana hati turun tajam usai liburan. Rasa nostalgia akan momen liburan bikin pikiran sulit fokus ke hal-hal sehari-hari. Karena itulah, kadang butuh waktu tambahan, atau bahkan liburan kecil lainnya, untuk bisa kembali menyesuaikan diri secara emosional.

5. Tidak cukup waktu untuk recharge

ilustrasi merasa sedih (pexels.com/Valeria Ushakova)

Tak semua orang punya privilege untuk mengambil cuti panjang. Banyak yang hanya libur sebentar dan langsung kembali ke rutinitas. Akibatnya, waktu yang tersedia untuk benar-benar recharge jadi sangat terbatas. Sekilas mungkin terlihat sudah liburan, tapi tubuh dan pikiran belum sempat benar-benar pulih.

Liburan yang terlalu singkat bisa membuat efek relaksasi jadi setengah-setengah. Bahkan, persiapan dan perjalanan itu sendiri sudah cukup melelahkan. Tanpa waktu cukup untuk istirahat di akhir liburan, manfaat refreshing pun jadi tidak maksimal. Inilah kenapa banyak yang merasa butuh liburan kedua, hanya untuk menutup liburan pertama.

Memahami kebutuhan diri sebelum dan sesudah liburan sangat penting agar bisa benar-benar merasakan manfaatnya. Mungkin bukan liburan panjang yang dibutuhkan, tapi jeda yang berkualitas dan perencanaan yang lebih mindful. Jadi, sebelum merencanakan liburan berikutnya, pastikan bukan hanya tujuannya yang menyenangkan, tapi juga cara menikmatinya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team