Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Temple of Heaven (commons.wikimedia.org/Reinhold)

Menjelajahi China bisa menjadi pengalaman yang seru sekaligus menantang bagi banyak turis Indonesia. Negara ini punya perpaduan budaya, sejarah, dan teknologi modern dalam satu kesatuan yang unik. Namun, tidak sedikit pelancong yang mengalami kendala karena kurangnya persiapan, perbedaan budaya, dan minimnya informasi yang tepat sebelum berangkat.

China bukanlah negara yang sepenuhnya ramah turis asing bila kamu datang tanpa kesiapan. Bahasa, kebiasaan lokal, hingga sistem pembayaran digital bisa menjadi jebakan bagi mereka yang hanya mengandalkan insting atau pengalaman wisata ke negara lain. Karena itu, penting memahami kebiasaan dan sistem sosial yang berlaku agar perjalanan berjalan lancar tanpa masalah yang bisa dihindari sejak awal.

Berikut lima kesalahan umum yang sering dilakukan turis Indonesia saat pertama kali wisata ke China. Coba kamu perhatikan, biar gak dilakukan saat tiba-tiba pelesir ke China, nih!

1. Tidak memahami sistem pembayaran digital yang wajib

Alipay and WeChat pay signs (commons.wikimedia.org/N509FZ)

Sebagian besar turis Indonesia masih banyak yang terbiasa menggunakan uang tunai atau kartu debit ketika bertransaksi di luar negeri. Sayangnya, di banyak kota besar di China, seperti Beijing, Shanghai, atau Guangzhou, uang tunai hampir sudah tidak berlaku di sebagian besar toko, restoran, hingga transportasi umum. Sistem pembayaran, seperti Alipay dan WeChat Pay, menjadi standar, dan pengguna asing yang belum mempersiapkan akun atau metode pembayaran digital sering kebingungan.

Memang masih ada beberapa tempat yang menerima tunai, tetapi jumlahnya semakin sedikit. Kegagapan ini bisa membuat turis merasa terkucil dalam hal akses barang, makanan, atau layanan. Maka dari itu, memahami dan menyiapkan sistem pembayaran digital sebelum tiba di China bukan hanya penting tapi wajib agar mobilitas tidak terganggu.

2. Pelancong sering meremehkan hambatan bahasa

ilustrasi street food (commons.wikimedia.org/KeithTam121)

Banyak turis mengira bahasa Inggris cukup untuk bertahan di kota-kota besar China. Kenyataannya, penggunaan bahasa Inggris sangat terbatas, bahkan di lokasi wisata terkenal. Pelayan restoran, petugas transportasi, hingga pegawai toko jarang bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Hal ini sering menimbulkan kebingungan saat memesan makanan, bertanya arah, atau membeli tiket.

Mengandalkan aplikasi penerjemah bisa membantu, tapi tidak selalu bisa berfungsi dengan maksimal terutama jika sinyal internet terganggu atau tulisan Mandarin tidak bisa dikenali kamera ponsel. Idealnya, turis belajar beberapa frasa dasar dalam bahasa Mandarin serta mengunduh peta offline dan aplikasi penerjemah yang bisa digunakan tanpa koneksi. Dengan begitu, komunikasi bisa lebih lancar dan kesalahan bisa dihindari sejak awal.

3. Wisatawan tidak memahami aturan sensor internet

VPN (pexels.com/Stefan Coders)

Banyak turis merasa frustrasi ketika tidak bisa membuka Google, Instagram, YouTube, atau WhatsApp selama berada di China. China memberlakukan sistem Great Firewall yang menyaring akses terhadap banyak platform internasional termasuk media sosial. Tanpa VPN, hampir semua layanan digital asing diblokir, dan ini sering mengejutkan turis yang tidak melakukan riset sebelum keberangkatan.

VPN (Virtual Private Network) sebaiknya diunduh dan dikonfigurasi sebelum sampai di China, karena banyak aplikasi VPN juga diblokir begitu tiba di sana. Turis yang bergantung pada layanan Google untuk navigasi, pencarian, atau komunikasi akan mengalami kendala besar tanpa alternatif. Memahami kondisi ini penting untuk menjaga kenyamanan selama perjalanan dan tetap terhubung dengan informasi yang dibutuhkan.

4. Banyak yang tidak mengurus koneksi internet sebelum berangkat

ilustrasi Wi-Fi (pexels.com/Andrey Matveev)

Bergantung pada Wi-Fi publik di China bukanlah strategi yang tepat. Jaringan publik di sana sering lambat, terbatas, dan tidak aman. Selain itu, banyak akses Wi-Fi memerlukan nomor lokal atau identitas warga negara. Turis yang tidak membeli SIM card lokal atau menyewa modem Wi-Fi dari awal sering mengalami kendala ketika membutuhkan akses cepat, seperti saat memesan taksi, membaca peta, atau mencari rute transportasi.

Salah satu solusi terbaik adalah membeli SIM card lokal atau menyewa pocket Wi-Fi dari Indonesia sebelum keberangkatan. Alternatif ini jauh lebih praktis daripada bergantung pada Wi-Fi hotel atau hotspot acak yang kadang tidak tersedia di tempat strategis. Pastikan memilih paket internet yang mendukung akses ke VPN agar bisa tetap menggunakan aplikasi yang dibutuhkan selama di China.

5. Pelancong sering abaikan etika dan norma sosial lokal ketika di China

ilustrasi restoran di China (commons.wikimedia.org/N509FZ)

Setiap negara punya standar etika berbeda, dan China pun demikian. Sayangnya, beberapa turis Indonesia datang tanpa pengetahuan yang cukup soal norma sosial di sana. Misalnya, berbicara terlalu keras di tempat umum dianggap tidak sopan kalau sedang berada di China. Menunjuk orang dengan jari, menyentuh kepala orang lain, atau menyela antrean bisa dianggap kasar dan menimbulkan ketegangan.

Di sisi lain, budaya antre di China bisa membingungkan karena tidak selalu teratur. Dalam situasi seperti ini, banyak turis bingung apakah harus mengikuti atau tetap menunggu dengan tertib. Turis yang menghargai norma lokal cenderung lebih diterima dan minim konflik. Membaca sedikit tentang budaya dan kebiasaan masyarakat sebelum berangkat bisa mencegah banyak masalah kecil yang berdampak besar pada kenyamanan perjalanan.

Wisata ke China bisa jadi pengalaman berharga selama kamu datang dengan persiapan matang dan wawasan yang cukup. Lima kesalahan umum ini memang terlihat sepele, tapi sering kali jadi sumber masalah utama saat berlibur. Jangan sampai liburan impian di China berubah jadi pengalaman melelahkan hanya karena kurangnya informasi dan antisipasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team