Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anadyr Horizon Kembangkan AI yang Mampu Prediksi Perang Global

ilustrasi kecerdasan buatan (AI) (pexels.com/Tara Winstead)
ilustrasi kecerdasan buatan (AI) (pexels.com/Tara Winstead)
Intinya sih...
  • Perang global kembali jadi kekhawatiran, Anadyr Horizon kembangkan AI perdamaian
  • North Star gunakan AI untuk prediksi perilaku pemimpin dunia, mencegah perang
  • Konflik Israel-Iran memanas, AS ikut terlibat, risiko penggunaan AI sebagai pedang bermata dua

Jakarta, IDN Times – Ketegangan global memanas, sementara ancaman perang dunia kembali jadi kekhawatiran banyak pihak. Di tengah kondisi itu, Arvid Bell, salah satu pendiri Anadyr Horizon, memperkenalkan konsep teknologi perdamaian yang diklaim dapat mencegah konflik, bukan malah memicu perang.

Dilansir dari NDTV, lonjakan konflik di Israel-Iran, India-Pakistan, Gaza, dan Ukraina menimbulkan korban jiwa besar, sehingga solusi inovatif seperti kecerdasan buatan (AI) dinilai makin dibutuhkan untuk mengurangi ancaman global.

1. North Star gunakan AI untuk prediksi perilaku pemimpin dunia

Perangkat lunak North Star milik Anadyr Horizon dirancang untuk mensimulasikan perilaku para pemimpin dunia dalam berbagai skenario, termasuk reaksi terhadap sanksi ekonomi. Sistem ini memanfaatkan kembaran digital yang dapat meniru kepribadian pemimpin, bahkan memperhitungkan faktor seperti kurang tidur, guna meramalkan potensi konflik.

Business Insider melaporkan, Bell berharap kemampuan prediktif North Star dapat membantu diplomat dan politisi mengambil keputusan lebih baik saat menghadapi konflik dan mencegah perang. Nama Anadyr sendiri diambil dari kode operasi Uni Soviet saat penempatan rudal ke Kuba tahun 1962, yang kini mereka klaim “direbut kembali” untuk tujuan pencegahan.

Dalam ajang AI+ Expo di Washington, Bell yang juga mantan profesor Harvard, memamerkan North Star bersama fisikawan pemenang Hadiah Nobel Ferenc Dalnoki-Veress.

Dilansir dari Economic Times, AI tersebut pernah digunakan untuk memodelkan potensi dampak zona larang terbang di Ukraina, memperkirakan peluang 60 persen terjadinya eskalasi oleh Rusia. Simulasi serupa kini disebut dapat diterapkan untuk memantau konflik Israel-Iran agar kekerasan bisa dicegah lebih awal.

2. Konflik Israel-Iran makin parah, korban terus bertambah

ilustrasi perang (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi perang (pexels.com/Pixabay)

Konflik Israel dan Iran makin memanas sejak Israel meluncurkan Operasi Rising Lion pada 13 Juni lalu. Serangan itu diarahkan ke fasilitas nuklir milik Iran. Sebagai balasan, Iran meluncurkan rudal dan drone ke Israel, termasuk rudal hipersonik Fattah-1.

Militer Israel melaporkan rentetan serangan dari Iran, termasuk ledakan di Tel Aviv. Israel juga menggempur instalasi militer dekat Teheran, hingga muncul peringatan evakuasi bagi warga sipil.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berjanji membalas habis-habisan, sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memastikan serangan lanjutan segera terjadi. Iran mengklaim telah menghantam situs intelijen di Tel Aviv, sementara Israel menyatakan tetap menguasai wilayah udaranya.

3. AS ikut terlibat, AI dikhawatirkan jadi pedang bermata dua

ilustrasi AI (pexels.com/Pixabay)

Di KTT G7 di Kanada, para pemimpin dunia menyerukan de-eskalasi konflik. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah mempertimbangkan proposal gencatan senjata.

Intelijen AS mengakui Iran memiliki gudang rudal balistik besar yang bisa mengancam kawasan. Ancaman Iran ke pangkalan dan sekutu AS juga jadi sorotan serius.

Sebagian pihak memperingatkan risiko penggunaan AI secara gegabah yang justru bisa mempercepat pecahnya perang. Sejumlah kalangan juga khawatir soal ketertutupan sistem AI tersebut, termasuk potensi pengaruh investor sektor pertahanan terhadap pengembangannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us