Siap-siap, Dampak Serangan AS ke Iran Picu Harga dan Inflasi RI Naik

- Serangan AS ke Iran meningkatkan harga minyak dunia
- Kenaikan harga minyak memicu inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi
- Target pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit dicapai akibat tekanan eksternal
Jakarta, IDN Times - Serangan Amerika Serikat (AS) ke fasilitas Iran menandai babak baru ketegangan di Timur Tengah. Aksi tersebut memicu gejolak di pasar global dan menciptakan kekhawatiran akan gangguan distribusi energi dunia.
Di tengah kondisi pemulihan yang belum sepenuhnya stabil, Indonesia turut menghadapi tekanan dari dinamika eksternal tersebut. Berikut sederet dampak yang bisa dialami Indonesia.
1. Indonesia bayar lebih mahal untuk impor minyak

Serangan langsung AS ke Iran memicu kekhawatiran meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah. Itu dikhawatirkan akan mengganggu distribusi minyak dan bahan baku lainnya yang melewati Selat Hormuz, salah satu jalur pelayaran energi paling vital di dunia.
Akibat ketegangan tersebut, harga minyak mentah diperkirakan naik ke level 80 hingga 83 dolar AS per barel dalam waktu dekat, paling cepat pada awal Juli 2025. Meski permintaan energi global saat ini sedang menurun, konflik yang terjadi berpotensi mendorong lonjakan harga minyak secara signifikan.
"Meski permintaan energi saat ini sedang turun, tapi konflik bisa mendorong naiknya harga minyak signifikan," ujar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara kepada IDN Times.
2. Harga-harga terancam naik dan memicu inflasi

Kenaikan biaya impor BBM diperkirakan akan memicu lonjakan inflasi, khususnya pada harga-harga yang diatur pemerintah. Kondisi itu terjadi di tengah daya beli masyarakat yang belum pulih, sehingga tekanan inflasi tidak diiringi dengan peningkatan konsumsi.
Kenaikan harga BBM berpotensi diteruskan ke sektor usaha dan konsumen, yang kemudian memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sektor tersebut selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
"Ini bukan inflasi yang baik, begitu harga BBM naik, diteruskan ke pelaku usaha dan konsumen membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat," ungkapnya.
3. Target pertumbuhan ekonomi kian sulit dicapai

Jika konflik berlangsung lebih lama, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya mencapai 4,5 persen secara tahunan pada 2025. Tekanan eksternal yang kuat membuat pencapaian target pertumbuhan hingga 8 persen semakin berat.
"Proyeksinya jika perang berlangsung lebih lama ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,5 persen year on year tahun ini," ujarnya.
Selain dampak dari ketegangan geopolitik, tantangan juga datang dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang membatasi ruang fiskal untuk mendorong aktivitas ekonomi.