AS Hadapi Lonjakan Harga Energi akibat Kebijakan Biodiesel Baru

- Proposal EPA mewajibkan produsen biodiesel menggunakan bahan baku domestik, menargetkan total blending mencapai 5,61 miliar galon pada 2026 dan 5,86 miliar galon pada 2027.
- Kebijakan ini dapat menambah biaya produksi hingga 250 dolar AS per metrik ton pada bahan baku domestik dibandingkan bahan baku impor, mengancam kelangsungan ekonomi fasilitas produksi.
- American Fuel and Petrochemical Manufacturers menyatakan kebijakan ini mengancam keberlanjutan ekonomi pelaku kilang minyak nasional dan akan mengakibatkan penutupan fasilitas produksi.
Jakarta, IDN Times - Sejumlah kelompok industri energi dan biofuel Amerika Serikat (AS) pada Jum'at (1/8/2025), menyampaikan peringatan bahwa kebijakan biodiesel "America First" yang didorong oleh pemerintahan Presiden Donald Trump berpotensi meningkatkan harga energi dan membatasi produksi domestik. Peringatan ini datang di tengah upaya Trump dan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku biodiesel impor.
Pada Juni 2025, proposal EPA yang membatasi insentif untuk bahan baku biodiesel asing mulai menuai kontroversi sengit di antara pelaku industri, termasuk sektor pertanian dan energi yang selama ini menjadi sekutu politik Trump.
1. Penyusunan proposal EPA dan respons awal industri
EPA AS secara resmi mengusulkan aturan baru yang mewajibkan produsen biodiesel dan minyak nabati menggunakan bahan baku domestik. Aturan ini secara tegas hanya memberikan 50 persen nilai kredit renewable identification number (RINs) untuk biodiesel berbahan baku asing.
EPA menargetkan total blending biodiesel mencapai 5,61 miliar galon pada 2026 dan 5,86 miliar galon pada 2027, meningkat signifikan dari 3,35 miliar galon di tahun 2025.
“Dengan menekan nilai RINs bagi bahan baku luar negeri, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan energi dan membangun pasar domestik yang lebih kuat,” ujar Administrator EPA Lee Zeldin, dikutip US EPA.
“Kami meyakini keputusan ini akan memberi kepastian baru pada petani serta memperluas kapasitas produksi nasional yang selama ini sangat diperlukan sektor pertanian,” ujar Brooke Rollins selaku Sekretaris Pertanian, dikutip Carbiow.
2. Dampak biaya dan kekhawatiran pelaku usaha
Asosiasi Advanced Biofuels menyatakan kebijakan baru ini dapat menambah biaya produksi hingga 250 dolar AS (Rp4,1 juta) per metrik ton pada bahan baku domestik dibandingkan bahan baku impor.
"Pembatasan kredit ini akan mengancam kelangsungan ekonomi fasilitas produksi bahan bakar terbarukan dan meningkatkan beban kepatuhan bagi seluruh pelaku industri. Ini pada akhirnya akan merugikan konsumen Amerika sendiri,” ujar Presiden American Fuel and Petrochemical Manufacturers, Chet Thompson, dalam suratnya.
“Analisis ekonomi menunjukkan strategi ini akan berdampak besar pada lonjakan harga, mempersulit kilang-kilang biofuel, dan hanya menguntungkan sebagian kelompok tertentu,” kata Michael McAdams selaku Presiden Advanced Biofuels Association.
3. Perselisihan politik dan dampak terhadap produksi domestik
Surat keberatan dari American Fuel and Petrochemical Manufacturers dilayangkan kepada sejumlah anggota Kongres pada Selasa (29/7/2025), menyoroti beban kepatuhan yang diperkirakan mencapai 70 miliar dolar AS (Rp1,1 kuadriliun) jika kebijakan ini diberlakukan.
Dalam surat tersebut tercantum penilaian tegas bahwa kebijakan ini mengancam keberlanjutan ekonomi pelaku kilang minyak nasional dan akan mengakibatkan penutupan fasilitas produksi, seperti kilang Phillips 66 di Wilmington dan Valero di Benicia yang rencananya akan berhenti beroperasi dalam waktu dekat.
Sejumlah produsen biodiesel yang secara tradisional mengandalkan bahan baku dari Jerman, Spanyol, hingga Cina, mengakui tantangan besar memenuhi kebutuhan produksi domestik bila akses ke bahan baku luar dibatasi.
“Kapabilitas feedstock AS terbatas, dan jika bahan baku impor sulit didapat, pasokan domestik tidak akan sanggup menutupi permintaan nasional,” terang Geoff Cooper, Presiden Renewable Fuels Association.