Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menkomdigi: Korban Penipuan Baru Lapor 12 Jam setelah Sadar Kena Scam

IMG-20250819-WA0012.jpg
Peluncuran kampanye nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Intinya sih...
  • Penipuan sulit dilacak jika laporan lebih dari 12 jam
  • Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat jadi kunci
  • Kerugian masyarakat akibat penipuan mencapai Rp4,6 triliun
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Informasi Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid mengungkapkan fakta banyaknya masyarakat yang tidak langsung melapor begitu menjadi korban penipuan di dunia maya.

Padahal, waktu pelaporan adalah masa-masa kritis yang mesti diperhatikan agar para pelaku penipuan bisa dilacak keberadaannya dan kemudian bisa ditangkap oleh pihak berwajib.

"Salah satu yang menjadi ciri di Indonesia adalah mereka yang terkena penipuan atau scam di dunia maya, itu baru melapor 12 jam kemudian. Nah, ini juga yang menjadi penting bahwa waktu menjadi faktor utama bagaimana kita bisa menyasar penjahat-penjahat digital," ujar Meutya dalan konferensi pers usai peluncuran kampanye nasional 'Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal' di Hotel Raffles Jakarta, Selasa (19/8/2025).

1. Lebih dari 12 jam pelaku penipuan sulit dilacak

WhatsApp Image 2025-07-15 at 10.33.42.jpeg
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK), Mahendra Siregar menjelaskan, 12 jam tersebut merupakan critical time alias masa-masa kritis dalam menangani kasus penipuan di dunia maya.

Menurut Mahendra, jika lebih dari waktu tersebut, penanganan dan pelacakan pelaku penipuan akan sulit dilakukan oleh OJK, Indonesia Anti Scam Center (IASC), Kemkomdigi, dan kepolisian.

"Kalau lebih dari itu akan jauh lebih sulit, tidak bisa dibilang tidak mungkin, jauh lebih sulit untuk bisa melakukan penelusuran dan kemudian pemblokiran yang efektif karena dalam periode yang critical time itulah, suatu transaksi sudah bergerak beberapa kali," tutur Mahendra.

2. Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat jadi kunci

Ilustrasi scam (pexels.com/Tara Winstead)
Ilustrasi scam (pexels.com/Tara Winstead)

Menurut Mahendra, negara-negara di luar Indonesia lebih cepat dalam merespons masa-masa kritis tindakan penipuan atau scam di dunia maya. Di Indonesia, hal itu belum bisa dilakukan lantaran masih minimnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat Indonesia terkait hal apa yang mesti mereka lakukan setelah menjadi korban penipuan.

"Sebaliknya kalau kita dengar dari negara lain bahwa waktu untuk pengaduan itu menjadi begitu cepat karena memang sosialisasi, edukasi, dan literasi mengenai pentingnya langkah-langkah yang seperti pengaduan tadi dilakukan secepat-cepatnya itu merupakan kesadaran yang harus dipahami oleh sebanyak mungkin masyarakat Indonesia pengguna jasa keuangan," papar Mahendra.

3. Kerugian yang diderita masyarakat akibat penipuan

ilustrasi kerugian (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kerugian (IDN Times/Aditya Pratama)

OJK menyatakan, laporan terhadap penipuan atau scam pada industri keuangan di Indonesia semakin tinggi dan mengkhawatirkan. Hal itu diketahui setelah OJK membentuk Indonesia Anti Scam Center atau IASC dan mendapatkan laporan-laporan dari masyarakat pada November tahun lalu.

Dari laporan-laporan yang masuk, OJK mengakui kerugian yang diderita masyarakat mencapai Rp4,6 triliun dan hal tersebut disebabkan oleh pelaku jasa keuangan ilegal.

“Dari mulai November tahun lalu kita buka, itu sudah ada Rp4,6 triliun total kerugian yang diadukan oleh masyarakat kita,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi.

Perempuan yang akrab disapa Kiki tersebut menambahkan, angka kerugian tersebut di luar dugaan OJK dan IASC. Hal itu disebabkan ketika OJK melakukan riset awal pembentukan IASC, dalam waktu tiga semester atau 1,5 tahun angka kerugian yang dilaporkan masyarakat sekitar Rp2 triliun.

"Tapi ternyata baru delapan bulan, mungkin sekarang 10 bulan dari sejak didirikan (IASC), angka kerugian masyarakat sudah Rp4,6 triliun, ini besar sekali. Terus yang menarik juga, menarik dalam arti sedih juga, sehari itu IASC menerima itu adalah 700 sampai 800 laporan," tutur Kiki.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us