Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Mitos Kesehatan tentang Matcha, Bisa Bakar Lemak secara Instan?

ilustrasi matcha yang sudah diseduh (pexels.com/Charlotte May)
Intinya sih...
  • Matcha mengandung kafeina dan tidak disarankan diminum kapan saja.
  • Warna hijau matcha bukan indikator kesehatan.
  • Matcha dapat mendukung pembakaran lemak jika dikombinasikan dengan diet sehat dan olahraga teratur.

Matcha menjadi salah satu produk populer yang banyak digemari oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bubuk teh hijau asal Jepang ini bisa diolah menjadi minuman, kue, es krim, dan sebagainya. Rasanya yang unik dan khas membuat matcha menjadi primadona sajian penutup di kafe atau restoran hits.

Selain karena rasa dan penampilannya, matcha juga banyak diminati karena manfaatnya bagi kesehatan. Matcha dipercaya dapat menurunkan berat badan dan menghilangkan rasa kantuk. Namun, apakah hal itu benar atau mitos belaka?

Yup, banyak mitos kesehatan tentang matcha yang sering disalahpahami. Oleh sebab itu, agar terhindar dari tren kesehatan yang menyesatkan, yuk, simak beberapa mitos seputar matcha yang perlu kamu ketahui di bawah ini!

1. Mitos: matcha bebas kafeina dan aman dikonsumsi kapan saja

ilustrasi matcha latte (pixabay.com/dungthuyvunguyen)

Bagi sebagian orang, matcha jadi pilihan pengganti kopi untuk meningkatkan semangat dan fokus sepanjang hari. Tak sedikit yang beranggapan bahwa matcha lebih aman dari kopi lantaran bebas kafeina. Faktanya, mengutip dari Harvard Health Publishing, matcha mengandung kafeina karena berasal dari teh hijau.

Kandungan kafeina pada matcha lebih tinggi daripada teh hijau biasa, tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan kopi. Oleh sebab itu, matcha tidak disarankan untuk diminum kapan saja secara sembarangan, terutama saat perut kosong atau menjelang tidur. Pasalnya, kafeina dapat mengiritasi lambung dan menyebabkan susah tidur atau insomnia.

2. Mitos: semakin hijau warnanya, semakin sehat

ilustrasi matcha (freepik.com/Freepik)

Matcha memiliki warna hijau yang khas. Warna tersebut sering dijadikan sebagai indikator kualitas matcha itu sendiri. Namun, tak sedikit yang menjadikan warna sebagai indikator manfaat kesehatan matcha.

Faktanya, warna memang dapat menjadi indikator kualitas matcha, tetapi tidak bisa dijadikan tolok ukur manfaat kesehatannya. Warna matcha bisa saja dimanipulasi oleh oknum penjual dengan pewarna tambahan. Oleh sebab itu, tidak semua matcha yang warnanya bagus memiliki indikator kesehatan yang tinggi. Sebagai pembeli atau konsumen, kamu harus pintar dalam membedakan mana matcha yang benar-benar berkualitas dan mana yang sudah dicampur dengan bahan lain.

3. Mitos: matcha bisa membakar lemak secara instan

ilustrasi bubuk matcha yang sudah diseduh (unsplash.com/Andrea Lacasse)

Matcha kaya akan antioksidan, seperti katekin (EGCG), yang dapat membantu meningkatkan metabolisme tubuh dan laju pembakaran kalori. Namun, bukan berarti bisa matcha membakar lemak secara instan. Dilansir Healthline, matcha baru akan mendukung pembakaran lemak secara signifikan jika dikombinasikan dengan diet sehat dan olahraga teratur.

Saat berolahraga, tubuh melepaskan hormon, seperti epinefrin dan glukagon, untuk membantu proses pembakaran lemak. Hormon-hormon tersebut memicu pelepasan asam lemak dari jaringan lemak, yang kemudian digunakan sebagai sumber energi. Proses ini dikenal sebagai oksidasi lemak.

Adapun, katekin dalam teh hijau, terutama EGCG, dapat mendukung oksidasi lemak. EGCG bekerja dengan meningkatkan efek hormon pembakar lemak, seperti katekolamin, dan menghambat enzim yang biasanya memecah hormon norepinefrin. Ketika enzim ini dihambat, jumlah norepinefrin meningkat, yang akan mendorong pemecahan lemak.

4. Mitos: matcha bisa menggantikan semua manfaat sayur dan buah

ilustrasi aneka hidangan matcha (unsplash.com/Edwin Petrus)

Matcha mengandung banyak katekin, sejenis senyawa tumbuhan dalam teh yang berperan sebagai antioksidan alami. Antioksidan membantu menstabilkan radikal bebas berbahaya atau senyawa yang dapat merusak sel dan menyebabkan penyakit kronis. Kendati demikian, bukan berarti matcha bisa menggantikan semua manfaat sayur dan buah.

Matcha tidak mengandung serat dan vitamin sebanyak sayur serta buah. Meski kaya akan katekin, matcha tidak cukup untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Jadi, kamu tetap butuh mengonsumsi sayur, buah, dan makanan sehat lain.

5. Mitos: matcha bisa menyembuhkan penyakit kronis

ilustrasi bubuk matcha yang sudah diseduh (unsplash.com/Payoon Gerinto)

Antioksidan yang terkandung di dalam matcha memang bisa menangkal segala radikal bebas yang berbahaya. Namun, matcha tidak dapat dijadikan sebagai obat untuk penyakit kronis. Bubuk teh hijau asal Jepang ini hanya dapat mendukung kesehatan, tidak bisa menjadi obat sepenuhnya.

Sebagaimana ditemukan dalam studi yang terbit dalam jurnal Aging (Albany NY) pada 2018, matcha yang berasal dari teh hijau bisa menghambat penyebaran sel kanker, tapi tidak disebutkan bahwa matcha bisa menjadi obat penyakit kronis tersebut. Dengan demikian, matcha hanya bisa membantu mendukung kesehatan atau penyembuhan, tapi tidak bisa menjadi obat. Efeknya bersifat pelengkap dalam gaya hidup sehat, bukan sebagai terapi utama.

Popularitas matcha dalam dunia kuliner tak lepas dari manfaat atau kandungan antioksidannya yang tinggi. Namun, bukan berarti matcha bisa jadi pengganti sayur, buah, atau obat untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Dari beberapa mitos kesehatan seputar matcha di atas, apakah ada yang pernah kamu percaya?

Referensi
Bonuccelli, Gloria, Federica Sotgia, and Michael P. Lisanti. 2018. “Matcha Green Tea (MGT) Inhibits the Propagation of Cancer Stem Cells (CSCs), by Targeting Mitochondrial Metabolism, Glycolysis and Multiple Cell Signalling Pathways.” Aging (Albany NY).
"Matcha: A Look at Possible Health Benefits". Harvard Health Publishing. Diakses Juli 2025.
"How Green Tea Can Help You Lose Weight". Healthline. Diakses Juli 2025.
"Why is Matcha Color Important? Matcha Green Color is the Key to Determining Quality". Matcha Direct. Diakses Juli 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us