Apakah Langganan Spotify dan YouTube Premium Harus Bayar Royalti?

Jakarta, IDN Times - Linimasa media sosial tidak pernah sepi. Topik demi topik dibahas dan salah satu yang paling ramai dibahas belakangan ini ialah tentang royalti pemutaran lagu.
Musik telah menjadi elemen yang sangat penting bagi pelaku usaha kafe, restoran dan UMKM, untuk menggaet pengunjung. Mereka rela menyiapkan set alat musik hingga membayar band session, untuk membawakan lagu-lagu populer demi menghibur pengunjung yang duduk menikmati waktu mereka.
Atau dengan solusi termurah, berlangganan Spotify dan YouTube Premium agar musiknya bisa disampaikan ke telinga pengunjung, lewat speaker-speaker yang dipasang. Namun, menurut gitaris Hivi sekaligus Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Febrian Nindyo Purbowiseso, memutar musik di ruang publik walau sudah berlangganan aplikasi pemutar musik premium juga harus tetap bayar royalti. Kenapa?
1. Langganan Spotify dan YouTube Premium terbatas hanya untuk konsumsi pribadi saja

IDN Times berusaha menghubungi Febrian. Ia membalas hangat pesan dari kami, cukup antusias untuk membahas seputar topik apakah aplikasi pemutar musik premium bisa menggugurkan kewajiban pembayaran royalti atau tidak.
Di sela-sela kesibukannya manggung bersama Hivi, termasuk baru saja menuntaskan panggung Cherrypop Festival 2025 di Jogja, Minggu (11/8/2025), Febrian menjelaskan bahwa berlangganan fitur premium dari aplikasi pemutar musik seperti Spotify dan YouTube, itu tujuannya untuk dinikmati secara pribadi.
Maka dari itu, ketika musik dari aplikasi premium tersebut diputar, disiarkan, hingga didengarkan di ruang publik untuk tujuan tertentu, maka ada kewajiban bagi penyelenggara untuk membayarkan royalti.
"Prinsip hukum melihat ketika berlangganan (aplikasi premium), maka itu untuk tujuan, kepentingan dan konsumsi pribadi. Lain hal ketika itu sudah berubah untuk tujuan dan kepentingan usaha komersil dan melibatkan publik yang ikut mengonsumsi karya tersebut. Dengan begitu, maka harusnya ada kewajiban tambahan yang berlaku, kan? Dan penulis lagu juga seharusnya mendapat hak lebih, kan? Maka dari itulah, royalti performing rights harus tetap dibayarkan," ujarnya melalui pesan WhatsApp menjawab pertanyaan dari IDN Times, Minggu (8/11/2025).
2. Febrian dan FESMI dukung aturan hak cipta

Dengan ramainya diskusi mengenai aturan hak cipta dan kewajiban membayar royalti, para pelaku industri musik terbagi menjadi dua kubu. Ada yang setuju dengan aturan tersebut, tapi ada yang lebih membebaskan dengan tidak menuntut royalti kepada pelaku usaha atau seniman lain, untuk menggunakan lagu milik mereka.
Febrian pribadi dengan mantap mendukung aturan hak cipta yang berlaku. Sebab, menurutnya aturan ini memiliki tujuan mulia yakni memperjuangkan hak para musisi dan penulis lagu, yang karyanya dipakai untuk tujuan kepentingan komersil. Sementara sebagai Sekjen FESMI, Febrian juga menyatakan bahwa ia dan orang-orang yang terlibat di FESMI juga mendukung aturan tersebut.
"Semangat kami berserikat. Memperjuangkan hak musisi. Di mana penulis lagu termasuk di dalamnya. Tentu kami berdiri bersama teman-teman penulis lagu untuk membela haknya, sesuai porsi dan aturannya.," ujarnya.
Masih lewat penjelasannya yang detail dan komprehensif, Febrian Hivi menyebut bahwa aturan pembayaran royalti ini sudah ditetapkan sejak lama. Namun, kurangnya sosialisasi hingga komunikasi dari pihak-pihak terkait, membuat aturan ini tidak atau belum dipahami oleh banyak orang. Sehingga, gaduh-gaduh hak cipta baru terdengar gaungnya belakangan ini.
"Aturannya pun sebenarnya sudah cukup lama. Kondisi saat ini terjadi, tentu karena multi faktor. Bisa jadi karena sosialisasi yang belum sempurna, bisa jadi karena masih belum semua pelaku usaha sepenuhnya paham tentang aturan-aturan dan kewajiban apa saja yang harus ditaati terkait penggunaan lagu, bisa jadi karena sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah dan dinas untuk penegakan aturan tentang hak cipta yang belum sempurna," paparnya.
3. Soal musisi membebaskan royalti lagu, penyelenggara tetap harus bayar royalti

Beberapa waktu belakangan ini, sebagian musisi mulai menyerukan tentang pembebasan penggunaan lagu mereka untuk dibawakan atau diputar di kafe, restoran dan juga UMKM secara gratis hingga bebas royalti. Senada dengan pernyataan LMKN, Febrian Hivi juga merasa bahwa izin dari beberapa musisi tersebut tetap tidak menggugurkan kewajiban pembayaran royalti.
Ia menjelaskan bahwa royalti di sini dibayarkan secara kolektif. Artinya, pembayaran royalti tersebut bukan hanya ditujukan untuk satu atau dua lagu saja.
"Royalti yang dibayarkan berlaku sebagai izin penggunaan seluruh lagu yang dimainkan atau diputar dalam satu kegiatan tertentu. Bukan untuk satu atau dua lagu dari satu atau dua musisi saja. Jadi meskipun ada pernyataan beberapa teman penulis lagu untuk menggratiskan, pembayaran royalti tetap harus dilakukan karena pembayaran tersebut juga untuk penulis lagu lain yang karyanya digunakan dalam satu kegiatan yang sama," tutupnya.
Lewat pesan ini Febriain Hivi juga mengimbau untuk kafe, restoran, UMKM, maupun penyelenggara acara untuk dapat mengikuti aturan yang berlaku.