3 Gambaran Hustle Culture di Drakor Law and the City, Sering Lembur

Drakor Law and the City (2025) menggambarkan tentang kehidupan para pengacara muda yang harus menghabiskan waktunya untuk bekerja. Kehidupan ini membuat penonton semakin mengerti mengenai pekerjaan dan keseharian para pengacara tersebut. Gak hanya itu, drakor ini juga mencoba merealisasikan kehidupan nyata para pekerja di Korea Selatan.
Ahn Ju Hyeong (Lee Jong Suk) dan beberapa karakter lainnya dalam drama juga berhasil memerankan para pekerja kantoran yang dianggap sebagai pekerja elit Korea Selatan. Selain itu, dalam drakor ini juga menggambarkan hustle culture yang kerap dialami oleh pekerja di Asia ini. Hustle culture sendiri adalah budaya kerja yang mendorong seseorang untuk selalu bekerja keras tanpa memikirkan kegiatan lain di luar pekerjaan.
Hustle culture sendiri bukan hal baru di Korea Selatan, lho. Jika diamati dari banyak drakor bertemakan pekerjaan, mereka kerap menggambarkan para karakternya yang sangat berdedikasi dan bekerja dalam waktu yang lama. Lalu, apa saja gambaran hustle culture di drakor Law and the City?
1. Kerja hingga larut malam

Hustle culture memang dikenal sebagai budaya yang mengalokasikan seluruh hidupnya untuk bekerja. Para pekerja, yang menerapkan budaya ini, kerap digambarkan suka sekali lembur hingga bermalam di kantor. Kondisi ini juga dialami oleh para pengacara di drakor ini, lho.
Di awal bergabung dengan firma hukum Hyungmin, Kang Hui Ji (Mun Ka Young) langsung mempelajari kasus tinggalan dari pengacara sebelumnya. Meskipun harus bekerja keras, Hui Ji sanggup menghabiskan waktunya di kantor hingga larut malam. Kondisi ini juga dialami oleh para pengacara lainnya, seperti Ahn Ju Hyeong.
Ahn Ju Hyeong kerap mengerjakan pekerjaannya hingga larut malam. Ketika merasa suntuk dan gak ada jalan keluar, Ahn Ju Hyeong pergi ke lapangan olahraga di kampus dekat kantornya untuk lari. Dia menghabiskan waktunya hingga tengah malam baru pulang ke rumah.
2. Gak punya hobi lain selain bekerja

Ha Sang Gi (Im Sung Jae) adalah pengacara yang kerap jadi tumpuan atasannya. Dia kerap diminta tolong menganalisis bukti dan berkas kasus ketika atasannya merasa buru-buru. Ha Sang Gi sendiri bukan berasal dari keluarga mampu sehingga harus bekerja ekstra untuk menghidupi keluarganya. Ia dikenal sangat hemat pada hidupnya. Dia gak ragu untuk menyewa rumah kecil meski punya penghasilan yang sangat besar. Dia juga gak ragu mengerjakan pekerjaan ekstra dari atasannya karena selalu diberi bonus lebih.
Dari kasus Ha Sang Gi ini bisa disimpulkan jika hustle culture merupakan hasil dari pengalaman hidup selama ini. Dia telah bekerja keras sejak kuliah dan membiayai hidupnya sendiri. Untuk keluar dari kemiskinan, Ha Sang Gi harus bekerja ekstra lebih keras daripada rekan pengacara lainnya. Makanya, dia bahkan dijuluki rekan kerjanya “kakek” karena perilakunya yang mengerjakan apa pun demi uang. Membuka blog kuliner saja dilakukan Ha Sang Gi untuk mendapatkan biaya iklan yang cukup besar, lho.
3. Gak punya tenaga untuk bersosialisasi dengan kelompok baru

Perkumpulan kelima pengacara ini dilakukan setiap makan siang dan makan malam. Mereka bahkan gak punya waktu untuk membuka pertemanan dengan orang lain. Kondisi ini dialami oleh Ahn Ju Hyeong yang tidak suka berteman dengan orang baru.
Ahn Ju Hyeong kerap diundang untuk kencan buta dengan teman-temannya. Sayangnya, dia hanya punya tenaga untuk berkenalan tanpa memperpanjang hubungan mereka. Ahn Ju Hyeong bahkan gak tertarik untuk berpacaran dan mengenal teman kencannya lebih jauh, lho.
Hustle culture memang bukan hal baru di sekitar kita. Banyak pemicu para pekerja untuk melakukannya. Salah satunya adalah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurutmu, apalagi perilaku hustle culture yang digambarkan di drakor Law and the City?