Tingginya Angka Pengangguran Mengguncang Kesehatan Mental Gen Z

- Menganggur memiliki dampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik, lelah secara emosional
- Menyebabkan stres dan depresi berat
- Mengganggu kebiasaan makan
Indonesia menjadi negara dengan angka pengangguran tertinggi di Asia Tenggara menurut Trading Economics. Dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, jumlah orang yang tidak bekerja di Indonesia menduduki posisi pertama. Persentase jumlah pengangguran sebesar 4,76 persen atau setara 7 juta orang untuk periode Maret 2025.
Tentunya, kondisi ini mempengaruhi kesehatan mental generasi muda. Berbagai riset menunjukkan, orang yang tengah menganggur alami tekanan sosial, sehingga menimbulkan stres dan depresi. Berikut adalah ulasan mendalam terkait kondisi tersebut menurut penelitian serta ahli.
1. Menganggur memiliki dampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik, lelah secara emosional

Robert L. Leahy Ph.D., seorang Behavioral and Cognitive Therapies, mengungkapkan fase ketika seseorang tidak bekerja, memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan fisik dan mental. Individu yang tidak bekerja lebih rentan merasa depresi, insomnia, anxiety, low self esteem, bahkan perasaan tidak berdaya.
Orang yang menganggur lebih mudah kelelahan secara emosional. Robert menyoroti, anak muda yang terpaksa tidak bekerja mudah menyalahkan diri sendiri, sering merasa bersalah, dan malu. Mereka merasa kehilangan identitas diri, terutama berkaitan dengan karier. Pasalnya, orang yang tengah menganggur, cenderung stuck di rumah dengan rutinitas yang kurang terstruktur sehingga ia merasa kurang memiliki kontrol atas dirinya.
Tak hanya itu, Robert juga menekankan seorang unemployment sering kali memiliki scars effect karena meningkatnya risiko kesehatan dan penurunan peluang hidup. Hal ini didasari oleh pandangan bahwa menganggur menyebabkan penundaan keputusan hidup yang penting karena terjadi penurunan pendapatan. Efeknya, individu lebih rentan akan kecemasan dan kekhawatiran di masa mendatang dan berlanjut di pekerjaan selanjutnya.
2. Menyebabkan stres dan depresi berat

Konsekuensi terhadap kondisi tak bekerja seperti kestabilan finansial dan tekanan sosial mengantarkan individu untuk mengalami stres dan depresi berat. Hal ini menjadi temuan dari jurnal "Unemployment and Mental Health: A Global Study of Unemployment’s Influence on Diverse Mental Disorders".
Kondisi ini semakin buruk karena rendahnya social support. Pada akhirnya, pengalaman tidak bekerja yang dialami oleh seseorang di usia produktif meningkatkan pengaruh buruk pada aspek kesehatan mental.
Kesehatan mental terbukti sangat memengaruhi pemikiran, tindakan, dan kesejahteraan individu. Aspek kesehatan mental sangat krusial untuk menciptakan keseimbangan hidup yang jauh dari stres dan depresi. Sayangnya, fenomena unemployment yang dirasakan generasi muda memperparah kesehatan mental seseorang.
3. Mengganggu kebiasaan makan

Riset yang dilakukan oleh Universitas Rutgers terhadap warga AS yang menganggur, menunjukkan 77 persen dari mereka mengaku stres, 64 persen merasa cemas, dan 61 persen merasa helplessness dan sisanya 54 persen merasa tak punya harapan. Martina M. Cartwright, Ph.D., professor Nutritional Sciences di Universitas Arizona, menyebut bila kekacauan, ketidakstabilan, dan tekanan finansial akibat pengangguran ini berdampak besar pada hormon dan zat kimia saraf yang memengaruhi pilihan makanan.
Paparan stres dan ancaman yang terus-menerus dapat melepaskan gelombang hormon yang berpotensi mengubah bentuk tubuh dan kebiasaan makan. Hormon stres ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan menyebabkan emotional eating. Misalnya tetap mengonsumsi makanan meski tak lapar, makan secara emosi ketika marah, frustasi dan stres, atau muncul rasa ingin makan secara terus menerus.