Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Ciri Suami Manfaatkan Istri Mandiri untuk Lepas Tanggung Jawab

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)
Intinya sih...
  • Suami tidak menunjukkan sisi provider
  • Ngakunya pro emansipasi wanita, nyatanya bermakna ganda demi keuntungan pribadi
  • Menuntut mencintainya apa adanya, padahal ada maunya untuk memanfaatkan pasangan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di era emansipasi wanita yang sudah semakin kuat pengaruhnya, kini baik pria dan wanita mulai mendapatkan kesetaraan di berbagai dimensi kehidupan. Sejatinya, tidak ada yang salah dengan menjadi independent woman, bisa cari uang sendiri, pun bisa mengurus hidup sendiri dengan sebaik mungkin.

Namun, hal ini akan menjadi masalah jika ditarik ke dalam kehidupan romansa pernikahan yang mana kamu mendambakan sosok suami yang tetap bisa bertanggung jawab atas dirimu. Gak jarang, pria berkedok pro dengan emansipasi wanita, salah satunya independent woman, tapi nyatanya justru memanfaatkan untuk bisa hidup santai, lepas dari beban yang jadi tanggung jawabnya. Sebagai bahan pertimbangan, berikut sederet ciri suami yang memanfaatkan independent woman untuk bisa lepas dari peran dan tanggung jawabnya.

1. Tidak menunjukkan sisi provider

ilustrasi pasangan (pexels.com/Katerina Holmes)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Katerina Holmes)

Hal pertama dan utama yang paling jelas ialah indikator tidak adanya jiwa provider dari pria terkait. Pria sejati yang memegang prinsip kuat harus bisa bertanggung jawab ke istrinya, tentu merasa malu saat tidak bisa nge-provide sang istri.

Mau istrinya itu independent woman atau tidak, bukan menjadi hambatan untuk seorang suami tetap menjadi provider bagi sang istri. Bahkan, kalau tahu istrinya itu independent woman, justru di situ makin keraslah usaha seorang pria untuk menunjukkan sisi provider di level jauh lebih tinggi.

Buat apa? Ya jelas untuk bisa nge-provide istrinya yang independent woman itu. Sederhananya, ia sadar bahwa sang istri sudah ada di level 5, artinya kalau ia mau jadi provider ya harus usaha ekstra untuk bisa berada di level 6 ke atas.

Sebaliknya, suami yang berniat lepas dari tanggung jawab, jelas ia akan memanfaatkan sisi independent woman dari sang istri. Yakni, dengan berkedok pro akan emansipasi wanita, istrinya boleh kerja tanpa batasan apa pun, mengeksplorasi karier.

Di balik itu, ada harapan bahwa kesuksesan finansialmu itu bisa membiayai kehidupan rumah tangga kalian. Dengan kata lain, ia bisa lepas dari tanggung jawab mencari nafkah karena sudah ada kamu, sudah terpenuhi oleh kamu.

2. Ngakunya pro emansipasi wanita, nyatanya bermakna ganda demi keuntungan pribadi

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)

Misalnya saja keluar dari mulutnya bahawa ia gak sabar untuk bisa menikah denganmu. Gak sabar bisa mencicipi makanan dari masakanmu di setiap harinya, cicipi kopi khas buatan ranganmu di setiap pagi hari, dan sejenisnya.

Ya, tidak ada yang salah dari seorang istri merawat suaminya, mengurus dan melayani sang suami dengan sebaik mungkin. Tapi, jadi tanda tanya besar saat sang suami sadar bahwa istrinya itu sibuk bekerja. Seharusnya, tidak ada tuntutan atau kewajiban yang megharuskan istri mengerjakan semua pekerjaan domestik.

Idealnya, kalau suami dan istri sama-sama kerja, ya saling kerja sama soal pekerjaan domestik, saling melayani, membantu satu sama lain. Bukan malah berkedok pro emansipasi wanita, izinkan istri bekerja tanpa batasan karier, tapi di sisi lain juga mewajibkan istri untuk mengurus semua pekerjaan domestik.

Jelas itu namanya namanya emansiapasi wanita bermakna ganda. Yakni, pro adanya emansiapasi wanita yang boleh bekerja sekaligus kontra terhadap emansipasi wanita lantaran masih mewajibkan istri urus pekerjaan domestik.

Bukan cuma wanita, kalau paham emansipasi wanita, pria juga boleh mengerjakan urusan domestik, lho. Kalau gak sepakat dengan hal itu, artinya ia hanya mau enaknya saja dengan kedok pro independent woman dan bakti istri ke suaminya. Yakni, seolah memberi kesempatan istri bisa melakukan semua hal di hidupnya, boleh kerja, masih boleh berbakti dengan megurus suami. Itu bukan memberi kesempatan, tapi memanfaatkan.

3. Menuntut mencintainya apa adanya, padahal ada maunya untuk memanfaatkan pasangan

ilustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)

Sekilas, gak ada yang salah dengan tuntutan mencintai pasangan dengan apa danya. Namun, yang salah di sini ialah apa adanya karena tuntutan, bukan keluar secara lapang dada dari sang istri.

Ya, umumnya istri akan mengatakan cinta apa adanya ke sang suami lantaran melihat ketulusannya. Ia sudah melihat dengan jelas bawa suaminya telah bekerja keras, berani mencoba ini dan itu dengan penuh tanggung jawab. Saat gagal, di situlah wajar muncul kalimat cinta apa adnya sebagai wujud cinta, wujud dukukungan dan apresiasi dari seorang istri.

Sebaliknya, kalau cinta apa adanya itu dituntut oleh seorang suami ke istrinya. Maka, besar peluangnya bahwa seorang suami memanfaatkan hal tersebut untuk tidak mau berkembang, gak mau usaha dulu tapi langsung menyerah.

Terlebih, langsung berpangku tangan karena tahu bahwa istrinya itu independent woman. Pikirnya, cukup tuntut istri mencintai apa adanya, lalu biarkan istri yang menafkahi hidupnya. Definisi paket komplet dalam memanfaatkan istri saat punya dia yang independent woman sekaligus mencintai suami apa adanya, suami tinggal hidup santai saja.

Nah, itu tadi penjelasan terkait ciri suami yang memanfaatkan independent woman untuk bisa lepas dari tanggung jawabnya. Jangan mudah tertipu omongan manis pria  yang berkedok pro emansipasi wanita. Kecuali, jika kamu memang siap lahir dan batin untuk menjadi tulang punggung dalam kehidupan rumah tanggamu. Jadi, pikirkan baik-baik, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us