Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hal yang Dianggap 'Mandiri' Tapi Sebenarnya Bentuk Self-Isolation

wanita yang terhalang jaring laba-laba
wanita yang terhalang jaring laba-laba (pexels/MartProduction)
Intinya sih...
  • Selalu menolak bantuan meski sebenarnya butuh.
  • Merasa harus kuat setiap saat.
  • Lebih memilih menyendiri saat punya masalah.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mandiri adalah sikap yang termasuk dari bentuk kedewasaan. Tapi, ada kalanya label 'mandiri' justru jadi tameng bagi sebagian orang, untuk menutupi perasaan yang gak pernah diungkapkan. Di balik kemampuan mengurus semuanya sendiri, bisa jadi ada luka, trauma, atau ketakutan yang selama ini selalu dipendam sendirian.

Kalau kamu pernah merasa kuat tapi kosong, atau dikelilingi orang tapi tetap kesepian, mungkin kamu sedang mengalami self-isolation yang tersamar sebagai kemandirian. Yuk, kenali tanda-tandanya sebelum rasa kuat itu justru bikin kamu makin terisolasi.

1. Selalu menolak bantuan meski sebenarnya butuh

ilustrasi wanita menunjukkan kertas bertanda silang ke arah depan
ilustrasi wanita menunjukkan kertas bertanda silang ke arah depan (pexels/Anete Lusina)

Pada situasi tertentu, kamu mungkin pernah bilang, "Tenang, aku bisa kok sendiri," meskipun dalam hati sebetulnya merasa kewalahan. Menolak bantuan memang terlihat seperti sikap mandiri, tapi kadang itu cuma refleks dari rasa takut dan khawatir akan penilaian lemah dari orang lain. Percayalah, orang dewasa yang sehat secara emosional adalah mereka yang tahu kapan harus meminta pertolongan.

Terlalu sering menolak bantuan bisa menjauhkan kamu dari dukungan sosial yang sebenarnya penting. Bukan cuma bikin kamu kelelahan, tapi juga bisa bikin orang lain merasa gak dibutuhkan. Ingat, hubungan yang sehat itu saling membantu dan saling membutuhkan, lho.

2. Merasa harus kuat setiap saat

ilustrasi anak kecil sedang menunjukkan otot lengannya
ilustrasi anak kecil sedang menunjukkan otot lengannya (pexels/Marta Wave)

Menjadi kuat setiap saat sering dijadikan standar tak tertulis untuk orang dewasa. Padahal kenyataannya, gak ada manusia yang bisa kuat terus-menerus tanpa henti. Ketika kamu terus menutup rasa sedih atau takut demi terlihat tegar, itu bukan kekuatan—itu penyangkalan.

Self-isolation sering dimulai dari kebiasaan ini. Kamu jadi gak terbiasa menunjukkan emosi, bahkan ke diri sendiri. Lama-lama, kamu jadi asing dengan perasaan sendiri dan kehilangan kemampuan untuk jujur terhadap apa yang kamu rasakan.

3. Lebih memilih menyendiri saat punya masalah

ilustrasi menyendiri saat punya masalah
ilustrasi menyendiri saat punya masalah (pexels/Markus Spiske)

Menyendiri bisa jadi bentuk self-care, tapi beda cerita kalau kamu selalu melakukannya setiap ada masalah. Saat kamu menjauh dari semua orang dan menarik diri, itu bisa jadi bentuk isolasi emosional. Bahkan tanpa sadar, kamu bisa jadi memutus akses dari dukungan sosial yang sebenarnya kamu butuhkan.

Memproses masalah sendirian bukan berarti kamu lebih kuat. Terkadang, kamu hanya belum terbiasa untuk percaya bahwa orang lain bisa dijadikan tempat bersandar. Menyendiri terlalu lama bisa bikin pikiranmu makin keruh karena gak ada perspektif baru yang masuk.

4. Terlalu sibuk, biar gak punya waktu buat mikir atau ngobrol

pria pekerja membawa banyak dokumen
pria pekerja membawa banyak dokumen (pexels.com/cottonbro studio)

Banyak orang menyibukkan diri sebagai cara menghindari pikiran dan perasaan yang gak nyaman. Terlihat produktif, padahal sebenarnya sedang kabur dari hal-hal yang belum selesai di dalam diri. Aktivitas jadi tempat pelarian, bukan tujuan.

Kalau kamu merasa lega saat kelelahan karena padatnya kesibukan, bisa jadi kamu sedang menggunakan kesibukan itu sebagai dinding. Dinding yang memisahkan kamu dari orang lain, dan dari dirimu sendiri. Hati-hati, ini bisa bikin kamu kehilangan kesadaran emosi dan relasi sosial.

5. Menolak bercerita karena takut dianggap drama

ilustrasi orang enggan menatap lawan bicaranya
ilustrasi orang enggan menatap lawan bicaranya (freepik/katemangostar)

Takut dicap drama sering bikin seseorang lebih memilih diam saat mengalami masalah. Alih-alih berbagi, banyak orang yang justru malah memendam semuanya karena takut dinilai berlebihan. Padahal, setiap orang punya hak untuk merasa dan mengungkapkan apa yang dirasakan, lho.

Kalau ini yang kamu alami, dan kamu terus-menerus menahan cerita, bahkan juga membatasi diri dari orang lain yang mencoba memahamimu, cobalah pertimbangkan lagi. Kamu mungkin merasa 'mandiri' karena bisa mengelola semuanya sendiri, tapi sebenarnya kamu sedang menutup akses untuk 'dipeluk' secara emosional.

Mandiri itu penting, tapi kalau jadi alasan untuk terus menghindari koneksi, bisa jadi itu tanda kamu lagi terjebak self-isolation. Mengenali pola-pola ini adalah langkah awal untuk 'sembuh'. Kadang, menjadi kuat justru berarti berani membuka diri, bukan menutup diri dari dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us