Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Nadia Wardah: dari Matematika, Beasiswa, hingga Dunia Literasi

WhatsApp Image 2025-06-30 at 4.11.29 PM.jpeg
Nadia Wardah Mumtazah (dok. pribadi)
Intinya sih...
  • Nadia Wardah bercerita perjalanan tak terduga menjadi sarjana matematika, dari minat pada bidang kesehatan hingga mengikuti Olimpiade Matematika.
  • Sebagai pengajar, Nadia menghadapi berbagai karakteristik orang dan tantangan dalam mengajarkan matematika, termasuk mereka yang tidak memiliki ketertarikan pada mata pelajaran tersebut.
  • Matematika kerap ditakuti sehingga Nadia menggunakan pendekatan yang berbeda dengan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari dan menciptakan bahan ajar yang kreatif.

Jakarta, IDN Times - Dikenal aktif membagikan informasi seputar beasiswa maupun konten-konten edukatif di media sosial Instagram @wardahmzsy, kegigihan Nadia Wardah Mumtazah dalam mencari ilmu dan hal-hal baru, menjadi satu hal penting untuk generasi muda. Di balik pencapaiannya sebagai penerima dua beasiswa penuh dan pengajar matematika, rupanya tersimpan perjalanan panjang yang penuh liku.

Perjuangan hidup menghemat ternyata menempanya menjadi pribadi yang haus akan ilmu. Perjalanan Nadia merupakan bukti bahwa semangat belajar bisa membuka banyak pintu.

Lewat wawancara khusus dengan IDN Times, kita akan mengenal lebih dalam sosok Nadia. Gambaran anak muda yang semangat menggapai apa yang dia inginkan di tengah berbagai keterbatasan.


1. Perjalanan tak terduga menjadi sarjana matematika

WhatsApp Image 2024-08-18 at 23.06.54.jpeg
Nadia Wardah Mumtazah (dok. pribadi)

Perempuan asal Jawa Barat ini, tidak pernah membayangkan akan menjadi pengajar matematika. Nadia lebih tertarik pada bidang kesehatan. Namun, takdir menuntunnya memilih mengenyam pendidikan di bidang matematika.

“Sebenarnya, kenapa memilih matematika itu bukan alasa khusus dari diriku sendiri,” ungkapnya kepada IDN Times secara daring pada Jumat (23/5/2025).

Semasa masih SD di Kalimantan Barat, Nadia sempat mengikuti Olimpiade Matematika hingga masuk 10 besar tingkat provinsi. Anehnya, prestasi ini diraih Nadia tanpa persiapan khusus. Momen itu meninggalkan kesan mendalam, termasuk saat melihat dosen matematika menjelaskan materi dengan gaya memukau.

“Aku pengen jadi dosen matematika dulu pas SD,” katanya.

Sayang, minatnya menjadi dosen mulai memudar sewaktu menduduki bangku SMP dan SMA. Bahkan saat mendaftar kuliah pun, Pendidikan Matematika menjadi opsi terakhir saat mengikuti SBMPTN karena arahan dari orangtua.

Dari cerita Nadia, kita tahu feeling orangtua mungkin begitu luar biasa. Begitulah takdir memilih Nadia untuk lolos dan menjadi mahasiswa Ilmu Pendidikan Matematika.

Ia menuturkan, “Jadi sebenarnya, ya gimana takdir membawaku sih. Tapi ya, memang aku dulu pernah punya keinginan untuk itu dan keinginan itu udah hilang. Tapi, justru aku dapetin di situ karena arahan dari orangtuaku. Sebenarnya gak ada alasan khusus buat aku milih matematika.”

Bukan hanya sarjana, Nadia telah melanjutkan magister di bidang Matematika. Ia juga tergabung sebagai Master Teacher di Ruangguru. Ini membuktikan bagaimana kita belajar berdamai, meski jalan hidup gak pernah sesuai dengan. apa yang diharapkan atau direncanakan.

2. Sebagai pengajar, Nadia banyak mendapatkan pengalaman sekaligus tantangan ketika bertemu dengan berbagai karakteristik orang

WhatsApp Image 2024-08-18 at 23.06.56.jpeg
Nadia Wardah Mumtazah (dok. pribadi)

Sepanjang menjadi pengajar matematika, Nadia sudah menghadapi banyak karakteristik orang, dari anak kecil hingga mereka yang ingin  mengikuti tes kepolisian serta UTBK. Baginya tetap, tantangan saat mengajar matematika bergantung pada siapa yang mau diajar.

“Kalau ngajar anak sekolah, tantangannya dari perbedaan kemampuan mereka dan gimana interest mereka sama matematika,” jelasnya. 

Tantangan terbesar justru datang dari mereka yang tidak punya ketertarikan terhadap matematika. Soal-soal tes polisi yang sebenarnya mudah, malah dianggap susah karena mereka tidak terbiasa. 

Tawaran menjadi pengajar matematika membukakan matanya bahwa gak semua orang punya potensi dan kemampuan yang sama. Sebaliknya, ketika mengajar untuk persiapan olimpiade secara online, tantangannya lebih ke kelas yang kurang interaktif.

“Beda-beda jenjang atau tiap bagaimana sistem ngajarnya, atau tujuan belajar matematikanya,” kata Nadia.

3. Matematika kerap jadi pelajaran yang ditakuti sehingga Nadia mulai mengenalkannya dengan cara yang berbeda

WhatsApp Image 2024-08-18 at 23.09.42.jpeg

Nadia mengakui bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit disukai banyak orang. Maka dari itu, ia sering menggunakan konsep yang mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari.

“Makanya, gitu lebih mudah diingat. Terus juga, kalau buat anak sekolah, bisa pengembangan bahan ajar yang memang sesuai sama ketertarikan mereka. Kalau aku, kan pas skripsi juga mengembangkan ibu puisi matematika,” terang Nadia. 

Gak hanya itu, ia juga pernah mengajar garis dan sudut melalui puisi sebagai bahan ajar skripsinya. Nadia percaya, pendekatan yang kreatif akan membantu lebih banyak siswa memahami dan bahkan menyukai matematika.

“Emang fokus ke yang penting paham, yang penting nilainya bagus. Jadi, lebih ke cara-cara supaya mereka lebih paham konsepnya atau mereka lebih mahir dalam menghitung, dalam mengerjakan soal, dalam terbiasa dengan soal-soal latihan. Jadi, kayak dikasih tips-tips cepat atau bayangan, perumpamaan sama kehidupan sehari-hari kayak gitu,” sambungnya.

4. Insecure dalam dunia pendidikan

WhatsApp Image 2024-08-18 at 22.58.29.jpeg
Nadia Wardah Mumtazah (dok. pribadi)

Sekalipun sudah terbiasa mengajar, bukan berarti Nadia merasa hebat. Di balik itu, ia kerap merasa insecure dengan apa yang dikerjakannya. 

Kata Nadia, “Karena mau belajar matematika selama apa pun, menurutku, juga harus ada bakat bawaannya gitu. Maksudnya, ketika ada mata kuliah-mata kuliah yang sulit, mungkin kita bisa melewati mata kuliah itu, tapi belum tentu kita menguasai mata kuliah itu. Jadi, kadang aku juga kurang percaya diri pas mau ngajar.”

Bahkan, perempuan lulusan Universitas Pendidikan Indonesia ini sempat merasa cemas setiap melihat soal matematika. Menurutnya, matematika bukan sekadar tentang belajar, tetapi juga menyangkut bakat dan ketekunan. Ia merasa tekanan itu makin besar saat harus menghadapi tes kerja yang mempertanyakan kompetensinya.

Ia merefleksikan, “Aku kembali menekankan lagi sama diriku sendiri, sih, kalau aku udah berusaha gitu. Semua orang juga pasti punya batas kemampuannya sendiri, batas kemampuannya masing-masing gitu. Aku bukan yang terbodoh di dunia ini, cuma bukan rezekinya aja gitu.”

5. Gencar mencari beasiswa agar tidak membebani orangtua

WhatsApp Image 2025-06-30 at 4.11.29 PM.jpeg
Nadia Wardah Mumtazah (dok. pribadi)

Nadia merupakan penerima dua beasiswa, yaitu Beasiswa Unggulan dan Beasiswa Pendidikan Indonesia. Nadia mungkin termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang mengejar beasiswa karena terbentur kondisi finansial keluarga. 

“Karena belum dapet beasiswanya, jadi aku tuh dikasih Rp500 ribu sebulan buat semuanya. Buat tempat tinggal, waktu itu, aku masuk asrama Rp80 ribu sebulan, terus bensin, makan, dan keperluan lain,” ucapnya tentang masa awal kuliah.

Menurutnya, Rp500 ribu sebulan gak cukup memenuhi semua kebutuhannya. Karena itulah, Nadia memutuskan untuk membuka les privat demi menambah penghasilan dan tidak membebani orangtua.

Delegasi Fully Funded Japan Global Education 2025 ini menekankan pentingnya growth mindset ketika memutuskan mencari beasiswa. Semua tentang usaha, riset, dan kemampuan untuk tidak menyerah. 

“Jangan berharap bantuan tangan orang lain kalau kamu sendiri nggak mau membantu diri kamu sendiri,” kata Nadia.

Menurut Nadia, proses pendaftaran beasiswa sama dengan proses mengenal diri sendiri. Seseorang harus tahu apa yang dia inginkan dan lakukan. Riset adalah hal penting yang dilakukan sebelum memutuskan mendaftar beasiswa.

6. Aktif di luar kelas dari Duta Bahasa hingga Puteri Hijab

WhatsApp Image 2024-08-18 at 22.56.49.jpeg
Nadia Wardah Mumtazah (dok. pribadi)

Nadia membuktikan bahwa pekerjaan dan pendidikan bisa dilakukan secara bersamaan asalkan ada usaha. Ia merasa kehilangan sparks dalam hidup sehingga memutuskan untuk mengikuti banyak kegiatan untuk mengembangkan potensi diri.

Di samping mengajar, Nadia sempat mengeluarkan beberapa karya dari novel, antologi cerpen, kumpulan puisi, hingga bahan ajar matematika. Salah satunya, novel berjudul “40 Days”. Ia menuangkan bagaimana kehidupannya selama 40 hari sebelum mendiang ibunda berpulang.

Nadia juga terpilih menjadi Duta Bahasa Kalimantan Barat tahun 2022. Sebagai anak matematika, Nadia mengejutkan banyak orang dengan kemampuan berbahasa dan literasinya. Dari Duta Bahasa, Nadia belajar banyak hal, termasuk bagaimana tetap mengasah kemahiran dalam berbahasa Indonesia.

Pengalaman di berbagai ajang, baik akademik maupun nonakademik, memperkaya perspektif Nadia sebagai perempuan muda yang aktif, kreatif, dan tetap teguh dalam nilai-nilainya. Teruslah menginspirasi, Nadia!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us