Perbedaan Audio Editing dan Sound Design, Jangan Salah Lagi!

- Tujuan utamaAudio editing untuk menyempurnakan suara yang telah direkam, sementara sound design menciptakan suara baru dari nol untuk mendukung narasi visual.
- Proses kerjaAudio editing berlangsung secara presisi dan teknis, sedangkan sound design memerlukan proses eksplorasi suara yang lebih bebas dan konseptual.
- Tools yang digunakanPerangkat lunak standar industri seperti Adobe Audition digunakan dalam audio editing, sementara sound designer memanfaatkan tools manipulasi suara tingkat lanjut seperti Ableton Live.
Dalam dunia audio profesional, istilah audio editing dan sound design sering terdengar serupa, bahkan kerap tertukar oleh orang awam maupun kreator pemula. Padahal, keduanya memiliki peran dan tujuan yang sangat berbeda dalam proses produksi suara, baik dalam film, musik, game, maupun media digital lainnya. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada pendekatan teknis dan kreatif yang digunakan. Audio editing lebih fokus pada penyempurnaan suara yang sudah ada, sedangkan sound design berkaitan dengan penciptaan suara baru dari nol.
Mengetahui perbedaan antara audio editing dan sound design sangat penting, apalagi jika ingin menekuni karier di bidang produksi audio atau multimedia. Pemahaman yang keliru bisa berakibat pada proses kerja yang kurang efektif dan hasil akhir yang kurang maksimal. Artikel ini akan menguraikan perbedaan keduanya secara mendalam melalui beberapa poin utama yang membedakan proses, tujuan, hingga tools yang digunakan. Simak penjelasan lengkapnya berikut ini agar gak salah lagi membedakan dua bidang yang kelihatannya mirip, tapi ternyata berbeda jauh.
1. Tujuan utama

Audio editing memiliki tujuan utama untuk memperbaiki dan menyempurnakan kualitas suara yang telah direkam sebelumnya. Proses ini mencakup penghapusan noise, penyesuaian volume, sinkronisasi suara dengan visual, hingga pemotongan bagian yang tidak dibutuhkan. Fokusnya adalah membuat audio terdengar lebih jernih, rapi, dan nyaman didengar, terutama ketika digunakan dalam produksi profesional seperti podcast, video dokumenter, atau musik rekaman.
Sementara itu, sound design lebih bersifat eksperimental dan kreatif karena berfokus pada penciptaan suara dari nol atau dari sumber yang sangat mentah. Sound designer bertugas menghasilkan efek suara yang mendukung suasana dan narasi visual, seperti suara monster dalam film, ambience kota futuristik dalam video game, atau suara ledakan yang hiperrealistik. Di sinilah imajinasi dan intuisi memainkan peran besar dalam membentuk nuansa audio yang unik dan khas.
2. Proses kerja

Dalam audio editing, proses kerja berlangsung secara presisi dan teknis. Seorang audio editor bekerja dengan klip audio yang telah tersedia, lalu menyusunnya kembali secara runtut dan logis. Prosesnya sering melibatkan penggunaan equalizer, compressor, noise reducer, dan efek reverb untuk menyempurnakan hasil akhir. Editor harus memiliki telinga yang terlatih dan perhatian tinggi terhadap detail karena sedikit kesalahan bisa mengganggu kualitas suara secara keseluruhan.
Berbeda dari itu, sound design memerlukan proses eksplorasi suara yang jauh lebih bebas dan konseptual. Sound designer mungkin menggunakan field recording, synthesizer, atau memanipulasi objek sehari-hari untuk menciptakan bunyi yang orisinal. Misalnya, suara robot bisa berasal dari kombinasi derit pintu dan suara mesin blender yang dimodifikasi. Proses ini membutuhkan banyak eksperimen dan penyesuaian sebelum suara tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan visual atau naratif.
3. Tools yang digunakan

Perangkat lunak yang digunakan dalam audio editing biasanya bersifat standar industri dan mengutamakan akurasi, seperti Adobe Audition, Pro Tools, atau Audacity. Tools ini dilengkapi fitur pemangkasan audio, normalisasi volume, hingga spektrum analisis. Audio editor mengandalkan software ini untuk menjaga kualitas suara tetap stabil dan sesuai standar siaran.
Sedangkan sound designer lebih banyak memanfaatkan tools yang memiliki kemampuan manipulasi suara tingkat lanjut seperti Ableton Live, FL Studio, atau bahkan plugin granular synthesis. Selain itu, mereka juga kerap menggunakan MIDI controller, synthesizer analog, dan perangkat eksperimental lain untuk menghasilkan suara yang unik. Tools ini mendukung kreativitas dalam menciptakan tekstur dan atmosfer audio yang belum pernah terdengar sebelumnya.
4. Hasil akhir

Audio editing menghasilkan suara yang rapi, halus, dan profesional, cocok untuk konteks yang membutuhkan kualitas teknis tinggi. Dalam dunia penyiaran atau produksi video, hasil editing yang bersih dan konsisten sangat penting untuk menjaga fokus audiens tetap pada isi konten, bukan terganggu oleh noise atau inkonsistensi volume.
Sebaliknya, sound design lebih bertujuan menciptakan pengalaman suara yang immersif dan atmosferik. Hasil akhirnya tidak selalu terdengar bersih, tapi harus mampu membangun dunia imajinatif yang selaras dengan gambar atau narasi. Sound design menjadi kekuatan utama dalam storytelling audiovisual, karena bisa menambah kedalaman emosi dan memperkuat persepsi audiens terhadap suasana yang ingin disampaikan.
Memahami perbedaan mendasar antara audio editing dan sound design bisa memberikan perspektif baru dalam melihat proses produksi suara. Keduanya memang saling melengkapi, tapi tetap memiliki identitas yang unik. Dengan mengenali karakteristik masing-masing, proses kreatif bisa dijalankan secara lebih efisien dan sesuai tujuan. Jadi, jangan sampai salah lagi ya membedakan dua peran penting dalam dunia audio ini.