Raperda KTR DKI Tuai Kritik, Akvindo: Vape Tak Setara Rokok
- Akvindo klaim Raperda KTR batasi hak konsumen
- Penggunaan rokok elektrik dibatasi
- Pramono tegaskan Raperda KTR tak larang merokok
- Akvindo klaim Raperda batasi hak konsumen
- Penggunaan rokok elektrik dibatasi
- Pramono tegaskan Raperda KTR tak larang merokok
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes), bersama Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta, masih terus menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayah Jakarta.
Raperda ini nampaknya menuai kontra di kalangan masyarakat. Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo), Paido Siahaan, menghargai upaya Pemprov Jakarta dalam melindungi kesehatan masyarakat melalui Raperda KTR. Namun, ia menilai rokok elektrik dengan rokok yang dibakar tidak boleh disamakan.
"Rokok elektrik memiliki karakteristik dan profil risiko yang berbeda dari rokok yang dibakar, sehingga seharusnya tidak diperlakukan setara dalam kebijakan yang sudah berlaku secara nasional atau dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024," ujarnya dalam keterangan, Senin (23/6/2025).
1. Akvindo klaim Raperda batasi hak konsumen

Paido mengatakan raperda KTR juga berpotensi membatasi hak konsumen untuk mengakses dan menggunakannya. Padahal, akses produk rendah risiko merupakan bagian dari hak konsumen dewasa untuk mendapatkan pilihan yang lebih baik.
Menurutnya, vape telah menjadi alat bantu yang efektif bagi jutaan perokok di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok tembakau.
"Dengan membatasi penggunaannya secara berlebihan, regulasi ini dapat mendorong konsumen dewasa kembali ke rokok yang jauh lebih berbahaya, alih-alih mendukung transisi ke opsi yang lebih baik,” ujarnya.
2. Penggunaan rokok elektrik dibatasi

Dalam rancangan Raperda KTR yang telah beredar di publik, pada Pasal 1 Ayat 6 disebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya termasuk shisha, rokok elektronik, vape, produk tembakau yang dipanaskan, diuapkan, dan/atau bentuk lainnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
"Dengan penyetaraan tersebut, penggunaan rokok elektrik pun turut dibatasi di tempat umum, antara lain hotel, restoran, hingga tempat hiburan. Untuk penggunaannya, konsumen rokok elektrik hanya bisa melakukannya di ruang terbuka, terpisah dari bangunan utama, jauh dari lalu lalang orang, dan pintu keluar masuk," katanya.
3. Pramono tegaskan Raperda KTR tak larang merokok

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan saat ini Perda KTR di wilayah Jakarta masih dalam proses pembahasan, termasuk terkait Sanksi berupa denda. Pramono menegaskan adanya terbentuknya Perda Kawasan Tanpa Rokok bukan artinya tidak boleh merokok.
"Tetapi secara prinsip Perda rokok itu bukan berarti enggak boleh merokok. Bukan," ujar Pramono.
Pramono menerangkan warga nantinya tidak sembarangan merokok di tempat publik namun akan ada fasilitas untuk perokok.
"Tidak bisa merokok di tempat-tempat publik yang banyak orang. Akan disetiapkan fasilitas orang untuk merokok. Di negara-negara maju pun sekarang semuanya sudah mengatur seperti itu," ucapnya.
4. Merokok sembarangan di denda sampai Rp250 ribu

Salah satu yang dibahas adalah pemberian sanksi. Dalam dalam bab III Pasal 17 tercantum dalam draft Ranperda KTR sejumlah ancaman bagi pelanggar yang merokok di kawasan tanpa rokok.
"Pertama adalah larangan merokok di KTR pelanggaran terhadap larangan merokok di kawasan tanpa rokok ini akan dikenankan denda pertama adalah denda administratif itu sebesar Rp250.000 atau sanksi kerja sosial yang dapat dilaksanakan langsung di tempat KTR," ujar Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI, Ani Ruspitawai dalam rapat bersama Pansus KTR DPRD DKI, Kamis (12/6).
Sementara, pelanggaran promosi dan penjualan rokok di area KTR dikenai denda Rp1 juta, dan pelanggaran promosi atau sponsor di seluruh wilayah Provinsi dikenakan denda Rp50 juta.
Bahkan, hanya memajang produk rokok di tempat umum yang menjual rokok pun dapat dikenai denda Rp10 juta. Semua bentuk pelanggaran tersebut akan ditindak langsung oleh Satpol PP sebagai penegak aturan.