Respons Kementrans soal Penolakan Dayak pada Program Transmigrasi

- Transmigran lokal dapat fasilitas yang sama
- Pemda Kalbar menolak program transmigrasi, khawatir tambah masalah
- Sesuai undang-undang, penempatan transmigran sesuai permintaan pemda.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Transmigrasi (Kementrans) mengutamakan warga lokal dalam membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang inklusif di berbagai kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia, termasuk di Kalimantan Utara.
Hal ini sekaligus menanggapi aksi damai yang dilakukan perwakilan masyarakat suku Dayak, Tidung dan Bulungan di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Utara, Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara, Senin, 4 Agustus 2025.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengembangan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi, Kementerian Transmigrasi, Dr. Velix Wanggai, menyampaikan pihaknya segera berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) serta Kalimantan Utara (Kaltara), agar program transmigrasi dapat berjalan dan mensejahterakan masyarakat lokal.
"Kami bersyukur dengan adanya penyampaian aspirasi ini karena menjadi pintu masuk bagi kami untuk menjelaskan program transmigrasi yang pro masyarakat lokal (pro-growth) dan pro pertumbuhan (pro-growth) dan pro pemerataan (pro-equality) melalui program transmigrasi lokal, termasuk program transmigrasi di Tanah Borneo ini," kata Velix, dalam keterangan resmi, Selasa (5/8/2025).
1. Transmigran lokal dapat fasilitas yang sama

Ibukota Kalimantan Utara, Tanjung Selor, punya sejarah unik terkait transmigrasi. Kecamatan ini berada di wilayah administratif Kabupaten Bulungan, yang terbentuk dari satuan-satuan permukiman transmigrasi yang bertransformasi menjadi desa dan kecamatan.
Kelompok-kelompok masyarakat adat Dayak di Kalimantan Utara tersebut mendesak pemerintah pusat untuk memperhatikan kesejahteraan mereka. Ia meminta masyarakat lokal tidak perlu khawatir dengan program transmigrasi.
Velix menegaskan, transmigran lokal ini akan mendapatkan fasilitas yang sama seperti transmigran lain, mulai dari perumahan, lahan pekarangan, dan dukungan lainnya.
“Prioritas utama kami adalah warga lokal, khususnya dari masyarakat Dayak, untuk ikut serta dalam transmigrasi lokal di Kalimatan," kata Velix.
2. Pemda Kalbar juga menolak program transmigrasi, khawatir tambah masalah

Diketahui, penolakan program transmigrasi juga terjadi di Kalimantan Barat. Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, menolak program tersebut di wilayahnya.
Alasannya, kata Krisantus, para transmigran ini dinilai akan menambah angka kemiskinan. Terlebih, sebanyak 15 persen dari 5,6 juta penduduk di Kalimantan Barat merupakan transmigran. Ia khawatir program ini hanya memunculkan masalah baru di tempatnya.
Sementara, Menteri Transmigrasi, Iftitah Sulaiman Suryanagara, menegaskan Kementerian Transmigrasi tidak ada program transmigrasi baru yang akan dilakukan di Kalimantan Barat.
“Kementerian transmigrasi tidak dapat menempatkan transmigran ke satu wilayah tanpa permintaan resmi dari pemerintah daerah, Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 yang bersifat bottom-up," kata Iftitah.
3. Penempatan transmigran sesuai permintaan pemda

Iftitah menegaskan, penempatan transmigran hanya dapat dilakukan atas dasar permintaan resmi dari pemerintah daerah. Karena tidak ada permintaan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, maka penempatan transmigran baru di wilayah tersebut tidak dimungkinkan.
“Kami meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam menyikapi berita yang beredar. Saat ini transmigrasi telah berubah, tidak lagi top-down, artinya dari pemerintah pusat menempatkan transmigranya ke wilayah-wilayah tujuan tertentu, tetapi sekarang ini harus ada permintaan dari pemerintah daerah untuk penempatannya,” kata dia.
Sementara, untuk melihat potensi yang ada di kawasan transmigrasi, pada akhir Agustus mendatang Kementerian Transmigrasi mengirim tim ekspedisi patriot sebanyak 2 ribu orang dari tujuh perguruan tinggi negeri, yaitu UI, IPB, ITB, Unpad, UNDIP, UGM, dan ITS.
Rencananya akan ada 2 ribu orang yang terlibat, terdiri atas 45 guru besar, doktor, magister, sarjana, dan mahasiswa aktif. Mereka dibagi dalam 400 tim yang masing-masing beranggotakan lima orang. Mereka akan disebar ke 154 kawasan transmigrasi untuk melakukan penelitian terkait potensi di setiap kawasan.
Tantangan terbesar Kementerian Transmigrasi saat ini adalah mengubah persepsi masyarakat terhadap program transmigrasi lama, yang sekadar memindahkan penduduk padat ke tempat-tempat yang jarang berpenduduk. Padahal, transmigrasi telah bertransformasi menjadi pembangunan kawasan ekonomi baru.
"Inilah yang menjadi tantangan terbesar kami, jadi hari ini transmigrasi bukan hanya sekadar perpindahan penduduk, tetapi penciptaan lapangan kerja melalui industrialisasi, hilirisasi, dan investasi. Utamanya juga dengan mengutamakan pembangunan manusia dan distribusi SDM unggul," tutur Mentran.