Banjir di China Tewaskan 31 Lansia di Panti Jompo

- Hujan lebat berlangsung sejak pekan lalu.
- Ketinggian air di waduk Miyun mencapai rekor selama musim hujan.
- Setidaknya 44 orang tewas dan lebih dari 300 ribu orang terdampak banjir di Beijing.
Jakarta, IDN Times - Korban tewas akibat banjir yang melanda wilayah utara China telah mencapai 44 orang. Sebanyak 31 di antaranya meninggal setelah terjebak di panti jompo di pinggiran ibu kota Beijing.
Pejabat mengatakan bahwa sebanyak 77 lansia berada di dalam Pusat Perawatan Lansia Taishitun di distrik Miyun ketika banjir merendam wilayah tersebut dengan ketinggian mencapai hampir 2 meter. Sebagian besar korban tewas adalah mereka yang tidak mampu bergerak.
Menurut laporan media lokal, Pusat Perawatan Lansia Taishitun merawat para lansia yang menderita cacat parah, berpenghasilan rendah, atau menerima tunjangan hidup yang minim.
"Untuk waktu yang lama, kawasan pusat kota tempat panti jompo itu berada dianggap aman, sehingga tidak masuk dalam cakupan rencana evakuasi. Hal ini menunjukkan adanya celah dalam perencanaan darurat kami. Pemahaman kami tentang cuaca ekstrem masih kurang, dan pelajaran pahit ini menjadi peringatan keras bagi kami," kata Yu Weiguo, sekretaris Partai Komunis untuk Miyun, pada Kamis (31/7/2025).
1. Hujan lebat berlangsung sejak pekan lalu
Seorang warga Beijing mengatakan bahwa ibunya yang berusia 87 tahun berhasil menyelamatkan diri dari panti jompo di Miyun.
“Entah dari mana ia mendapatkan kekuatan itu, tapi ia berhasil memanjat ke ambang jendela,” ujar sang putri, seraya menambahkan bahwa teman sekamar ibunya tidak dapat melarikan diri dan tewas tenggelam.
Dilansir dari Al Jazeera, hujan lebat mengguyur Beijing dan provinsi sekitarnya sejak sepekan lalu dan mencapai puncaknya pada Senin (28/7/2025). Dalam beberapa hari saja, distrik Miyun yang berada di timur laut ibu kota mencatat curah hujan hingga 573,5 mm, hampir menyamai rata-rata curah hujan tahunan di Beijing yang mencapai sekitar 600mm.
Ketinggian air di waduk Miyun, yang merupakan waduk terbesar di China utara, mencapai rekor selama musim hujan tersebut. Sementara itu, sungai Qingshui, yang mengalir melalui Taishitun menuju waduk, tercatat mengalir dengan volume 1.500 kali lipat lebih besar dari biasanya pada Senin pagi.
2. Ratusan ribu orang terdampak banjir
Dalam konferensi pers Kamis, Wakil Walikota Beijing, Xia Linmao, menyebutkan bahwa sedikitnya 44 orang tewas di ibu kota selama sepekan terakhir. Menurut data awal, lebih dari 300 ribu orang terdampak hujan lebat dan banjir di seluruh kota. Selain itu, lebih dari 24 ribu rumah, 242 jembatan, dan jalan sepanjang 756 km juga rusak.
Sementara itu, di provinsi tetangga Hebei, total korban tewas mencapai 16 orang pekan ini. Pihak berwenang mengatakan bahwa setidaknya 31 orang hilang di Beijing dan provinsi Hebei.
Di provinsi Shanxi utara, 10 orang dilaporkan tewas setelah sebuah minibus yang mengangkut pekerja pertanian terseret arus akibat hujan deras. Empat orang masih hilang dan operasi pencarian terus berlangsung.
3. Pemerintah dianggap lengah dalam hadapi bencana alam
Dilansir dari The Guardian, banyak korban banjir mengaku tidak menerima peringatan dini mengenai cuaca ekstrem. Padahal, Presiden China, Xi Jinping, pada Senin, telah memerintahkan pejabat-pejabat terkait untuk melakukan segala upaya demi melindungi nyawa dan harta benda masyarakat.
“Pemerintah lengah, mereka juga tidak tahu sebelumnya. Kami tidak menerima peringatan spesifik apa pun. Kami tidak menerima pelatihan apa pun dalam menghadapi bencana ini," kata Li Qingfa, seorang warga Miyun yang berusia 75 tahun.
Dikutip dari BBC, cuaca ekstrem yang kerap dikaitkan dengan perubahan iklim semakin mengancam penduduk dan perekonomian China, terutama sektor pertaniannya yang bernilai triliunan dolar.
Kementerian Manajemen Darurat China menyatakan bahwa bencana alam yang terjadi selama paruh pertama tahun ini telah menyebabkan kerugian sebesar 54,11 miliar yuan (sekitar Rp123 triliun). Lebih dari 90 persen kerugian tersebut disebabkan oleh banjir.