Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Di Hadapan Putin, Prabowo: Kapitalisme Murni Hasilkan Ketimpangan

Presiden Prabowo
Presiden Prabowo berpidato dalam St. Peterburg International Economic Forum (SPIEF) '25 di Rusia, Jumat (20/6/2025) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto berpidato dalam St. Peterburg International Economic Forum (SPIEF) '25 di Rusia, Jumat (20/6/2025). Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti buruknya dampak kapitalisme murni pada suatu peradaban.

Prabowo berbicara setelah Prabowo setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin menyampaikan pidatonya. Mulanya, Prabowo mengatakan, negara-negara di ASEAN selama ini cenderung mengikuti kekuatan besar di dunia. Selama 35 tahun terakhir, kata Prabowo, filosofi pasar klasik, kapitalisme neoliberal mendominasi pasar ASEAN.

Menurutnya, para elite di Indonesia juga mengikuti filosofi tersebut. Prabowo menegaskan, setiap negara harus memiliki filosofinya sendiri dalam membangun ekonomi.

"Salah satu kesalahan besar banyak negara di ASEAN adalah kita cenderung selalu mengikuti kekuatan terbesar dan terkuat di dunia," ujar Prabowo dalam pidatonya yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Oleh karena itu, Prabowo menyebut kapitalisme murni dan sosialisme murni tidak di era kekinian.

"Posisi saya adalah ini, negara harus mengikuti filosofi ekonominya sendiri, yang selaras dan dapat diterima oleh budaya dan latar belakang masing-masing negara. Oleh karena itu saya memilih masa lalu yang penuh kompromi, masa lalu yang terbaik dari sosialisme, masa lalu yang terbaik dari kapitalisme, sosialisme murni yang telah kita lihat tidak berhasil, ini adalah utopia, sosialisme murni yang telah kita lihat banyak peluang, banyak kasus orang tidak ingin bekerja," ucap dia.

"Kapitalisme murni menghasilkan ketimpangan, hanya menghasilkan sebagian kecil orang yang menikmati hasil kekayaan," sambungnya.

Prabowo menyampaikan, pemerintahannya kini mengambil jalan tengah. Tujuannya, untuk meningkatkan kreativitas, inovasi dan inisiatif setiap masyarakat untuk menggerakkan ekonomi suatu bangsa.

Kita membutuhkan itu, tetapi kita membutuhkan intervensi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, mengatasi kelaparan untuk campur tangan dan melindungi yang lemah," kata dia.

Lebih lanjut, Prabowo kemudian membeberkan bahaya state capture di negara berkembang. State capture merupakan kekuatan swasta atau pengusaha sudah bisa menguasai pemerintah untuk mempengaruhi suatu kebijakan.

"Ada bahaya di negara berkembang seperti Indonesia, yakni bahaya state capture, kolusi antara pemodal besar, pemerintah dan elite politik," ujar dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us