Israel Cari-cari Alasan Atas Pembunuhan Jurnalis Al Jazeera di Gaza

- Kelompok jurnalis dan Al Jazeera mengecam pembunuhan tersebut. Jurnalis lain yang tewas adalah Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, dan Mohammed Noufal.
- Sebuah kelompok kebebasan pers dan pakar PBB sebelumnya telah memperingatkan nyawa Al Sharif terancam karena laporannya dari Gaza.
- Dalam sebuah pernyataan, Komite Perlindungan Jurnalis, yang pada Juli mendesak komunitas internasional untuk melindungi Al Sharif, mengatakan Israel telah gagal memberikan bukti apa pun untuk mendukung tuduhannya terhadapnya.
Jakarta, IDN Times - Militer Israel mencari-cari alasan usai membunuh lima jurnalis Al Jazeera. Menurut Israel, salah satu dari para jurnalis ini merupakan pemimpin sel Hamas yang menyamar.
Israel melakukan serangan udara ke tenda jurnalis di Gaza pada Minggu (10/8/2025). Para aktivis hak asasi manusia mengatakan, tenda itu memang menjadi sasaran karena liputan di garis depan tentang perang Gaza. Namun Israel membantah klaim para aktivis dan mengatakan, tuduhan itu tidak memiliki bukti.
Anas Al Sharif, 28 tahun, termasuk di antara empat jurnalis Al Jazeera dan seorang asistennya yang tewas dalam serangan di sebuah tenda dekat Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza timur, menurut pejabat Gaza dan Al Jazeera. Seorang pejabat di rumah sakit tersebut mengatakan, dua orang lainnya juga tewas dalam serangan itu.
"Al Sharif adalah pemimpin sel Hamas dan bertanggung jawab atas serangan roket terhadap warga sipil Israel dan pasukan IDF (Israel)," kata militer Israel dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Asia One, Senin (11/8).
1. Al Jazeera kecam pembunuhan tersebut
Kelompok jurnalis dan Al Jazeera mengecam pembunuhan tersebut. Jurnalis lain yang tewas adalah Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, dan Mohammed Noufal, menurut Al Jazeera.
Sebuah kelompok kebebasan pers dan pakar PBB sebelumnya telah memperingatkan nyawa Al Sharif terancam karena laporannya dari Gaza. Pelapor Khusus PBB, Irene Khan mengatakan bulan lalu, klaim Israel terhadapnya tidak berdasar.
Al Jazeera menyatakan, Al Sharif telah meninggalkan pesan di media sosial yang akan diunggah jika ia meninggal dunia, yang berbunyi, "Saya tidak pernah ragu untuk menyampaikan kebenaran apa adanya, tanpa distorsi atau misrepresentasi, berharap Tuhan akan menyaksikan mereka yang tetap diam."
Seorang kerabat jurnalis Al Jazeera, Mohammed Qreiqeh, yang menurut Al Jazeera tewas akibat serangan Israel, bereaksi di Kota Gaza, 11 Agustus 2025.
2. Tak ada tuduhan Israel yang terbukti

Dalam sebuah pernyataan, Komite Perlindungan Jurnalis, yang pada Juli mendesak komunitas internasional untuk melindungi Al Sharif mengatakan, Israel telah gagal memberikan bukti apa pun untuk mendukung tuduhan terhadapnya.
"Pola Israel melabeli jurnalis sebagai militan tanpa memberikan bukti yang kredibel menimbulkan pertanyaan serius tentang niat dan penghormatannya terhadap kebebasan pers," kata Sara Qudah, direktur CPJ untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Al Sharif, yang akun X-nya menunjukkan lebih dari 500 ribu pengikut, mengunggah di platform tersebut beberapa menit sebelum kematiannya bahwa Israel telah membombardir Kota Gaza secara intensif selama lebih dari 2 jam.
Menyebut Al Sharif sebagai 'salah satu jurnalis paling berani di Gaza', Al Jazeera mengatakan, serangan itu merupakan upaya putus asa untuk membungkam suara-suara dalam mengantisipasi pendudukan Gaza.
3. Pembunuhan jurnalis bentuk intimidasi Israel

Kelompok Palestina Hamas, yang menguasai Gaza, mengatakan, pembunuhan itu mungkin menandakan dimulainya serangan Israel.
"Pembunuhan jurnalis dan intimidasi terhadap mereka yang tersisa membuka jalan bagi kejahatan besar yang direncanakan oleh pendudukan di Kota Gaza," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, akan melancarkan serangan baru untuk menghancurkan benteng Hamas di Gaza, tempat krisis kelaparan meningkat setelah 22 bulan perang.
"Anas Al Sharif dan rekan-rekannya termasuk di antara suara-suara terakhir yang tersisa di Gaza, yang menyampaikan kenyataan tragis kepada dunia," kata Al Jazeera.
Kantor media pemerintah Gaza yang dikelola Hamas menyatakan, 237 jurnalis telah tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023. Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan, setidaknya 186 jurnalis telah tewas dalam konflik Gaza.