Israel Serang Markas Bulan Sabit Merah di Gaza, Seorang Staf Tewas

- Gaza berada di ambang kelaparan besar-besaran.
- 175 orang telah meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi.
- Sekitar 1.400 orang tewas saat mencari bantuan.
Jakarta, IDN Times - Serangan udara Israel menghantam markas besar Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) di Khan Younis, Gaza, pada Minggu (3/8/2025). Seorang anggota staf organisasi tersebut dilaporkan tewas dan tiga lainnya terluka.
Menurut pernyataan PCRS, serangan tersebut menghantam lantai pertama gedung, menyebabkan kebakaran dan kerusakan yang cukup parah.
“Seorang staf Bulan Sabit Palestina (PRCS) tewas dan tiga lainnya terluka setelah pasukan Israel menargetkan markas PRCS di Khan Younis, yang memicu kebakaran di lantai pertama gedung,” demikian pernyataan organisasi bantuan itu dalam unggahannya di X.
1. Gaza berada di ambang kelaparan besar-besaran
Pada Maret lalu, serangan Israel di Gaza selatan juga menewaskan 8 anggota staf Bulan Sabit Merah, enam staf badan pertahanan sipil Gaza dan satu pegawai badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Serangan terbaru ini terjadi 2 hari setelah utusan Amerika Serikat (AS), Steve Witkoff, mengunjungi salah satu pos bantuan yang didukung AS di Gaza untuk meninjau upaya penyaluran makanan ke wilayah Palestina tersebut.
Dengan perang yang hampir memasuki tahun kedua, badan-badan PBB memperingatkan bahwa waktu semakin menipis dan Gaza kini berada di ambang kelaparan besar-besaran.
“Gaza kini berada di ambang kelaparan besar-besaran. Orang-orang kelaparan bukan karena tidak ada makanan, tetapi karena akses diblokir, sistem pangan lokal telah runtuh, dan keluarga tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup paling dasar,” kata Qu Dongyu, Kepala Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), dikutip dari Anadolu.
2. 175 orang telah meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi
Dilansir dari Al Jazeera, Kementerian Kesehatan di Gaza, pada Minggu, melaporkan bahwa sedikitnya enam warga Palestina lainnya telah meninggal karena kekurangan gizi selama 24 jam terakhir. Dengan demikian, jumlah kematian akibat kelaparan di wilayah tersebut telah mencapai 175 orang, termasuk 93 anak-anak, sejak perang pecah pada Oktober 2023.
Sementara itu, Kantor Media Pemerintah Gaza menyebutkan bahwa hanya 36 truk bantuan yang masuk ke wilayah tersebut pada Sabtu (2/8/2025). Menurut pihak berwenang, Gaza membutuhkan minimal 600 truk berisi bantuan dan bahan bakar setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Beberapa negara Barat dan Arab juga telah mulai melakukan pengiriman bantuan melalui udara awal pekan ini. Namun, lembaga-lembaga bantuan tidak yakin bahwa metode ini dapat menyediakan cukup makanan bagi masyarakat dan mendesak Israel untuk memfasilitasi aliran bantuan secara bebas melalui jalur darat.
3. Sekitar 1.400 orang tewas saat mencari bantuan
Situasi di Gaza semakin memburuk sejak Israel memblokir seluruh bantuan ke wilayah tersebut pada Maret 2025. Blokade itu baru dilonggarkan pada akhir Mei, dengan distribusi bantuan dialihkan ke Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), lembaga kontroversial yang didukung oleh Israel dan AS.
Sejak GHF mulai beroperasi, pasukan Israel secara rutin menembaki warga Palestina yang mencoba mendapatkan makanan di lokasi distribusi yang dikelola lembaga tersebut di Gaza. Serangan itu menyebabkan sekitar 1.400 pencari bantuan tewas.
Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa kelaparan di Gaza sebagian besar dipicu oleh upaya menggantikan sistem bantuan yang dipimpin PBB dengan GHF.
“Mengesampingkan dan melemahkan UNRWA tidak ada kaitannya dengan tuduhan penyelewengan bantuan oleh kelompok bersenjata. Ini adalah tindakan yang disengaja untuk menekan dan menghukum warga Palestina hanya karena mereka tinggal di Gaza,” tulis Lazzarini di X pada Sabtu.