Negara Arab Desak Hamas Lucuti Senjata dan Lepas Gaza

Jakarta, IDN Times - Sejumlah negara Arab seperti Qatar, Arab Saudi, dan Mesir mendesak Hamas untuk melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan di Jalur Gaza. Seruan dikeluarkan dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Selasa (29/7/2025) dengan tujuan menghidupkan kembali solusi dua negara.
Desakan ini tertuang dalam "Deklarasi New York," sebuah dokumen yang disetujui oleh 17 negara, Liga Arab, dan Uni Eropa. Negara-negara Arab juga untuk pertama kalinya mengutuk serangan 7 Oktober 2023.
"Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan pelucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa depan," tutur Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot, dikutip dari The Telegraph.
1. Isi tuntutan dalam deklarasi
Hamas dituntut untuk menyerahkan seluruh persenjataannya kepada Otoritas Palestina (PA). Pelucutan dinilai penting untuk memastikan hanya ada satu otoritas yang sah di wilayah Palestina.
"Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri pemerintahannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka," bunyi deklarasi tersebut, dilansir The New Arab.
Selain pelucutan senjata, seruan juga mencakup pembebasan segera semua sandera yang masih ditahan di Gaza tanpa syarat. Deklarasi juga menuntut pencabutan larangan Israel terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) dan penegasan hak para pengungsi Palestina untuk kembali.
2. AS dan Israel boikot konferensi
Inisiatif diplomatik ini dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi, yang bertindak sebagai ketua bersama konferensi. Dukungan juga datang dari berbagai negara Barat, termasuk Inggris dan Kanada, yang turut menandatangani deklarasi tersebut.
Momentum ini diperkuat dengan sikap beberapa negara Eropa yang membuka kemungkinan mengakui negara Palestina dalam waktu dekat. Namun, Israel dan Amerika Serikat (AS) memilih absen dari pertemuan tersebut.
Pemerintah Israel menganggap gagasan yang diusung dalam konferensi tersebut sebagai ancaman keamanan nasional.
"Mendirikan negara Palestina hari ini berarti mendirikan negara Hamas, sebuah negara jihadis. Hal itu tidak akan terjadi," ujar Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar, dilansir dari The Times of Israel.
3. PBB khawatir dengan masa depan solusi dua negara

Dalam deklarasi tersebut, negara-negara Arab mengisyaratkan kemungkinan untuk memperbaiki hubungan dengan Israel di masa depan. Terobosan ini muncul saat perang di Gaza telah berlangsung selama hampir 22 bulan.
Konflik telah menyebabkan krisis kemanusiaan parah dan kehancuran infrastruktur di sebagian besar wilayah Gaza. Banyak pihak khawatir bahwa prospek solusi dua negara kini berada di titik terendah.
Aktivitas pembangunan permukiman Israel yang terus berlanjut di Tepi Barat menjadi salah satu penghalang bagi terbentuknya negara Palestina. Saat berpidato di konferensi, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menyatakan bahwa realisasi terwujudnya solusi dua negara saat ini terasa semakin sulit.