Libya Deportasi 700 Migran asal Sudan yang Berniat ke Eropa

Jakarta, IDN Times - Direktorat Perlawanan Migrasi Ilegal Libya Timur mendeportasi sekitar 700 migran ilegal asal Sudan kembali ke negara asalnya pada Minggu (20/7/2025). Mereka masuk ke Libya untuk mengungsi dari perang dan menyeberang ke Eropa.
Pekan lalu, Libya sudah membebaskan lebih dari 100 migran yang disekap geng kriminal penyelundup migran. Ratusan migran asal berbagai negara di Afrika itu disebut mendapatkan sejumlah luka bekas penyiksaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Libya menjadi rute utama migrasi dari Afrika menuju ke Eropa. Dari Libya, migran menyeberangi Laut Mediterania untuk menuju ke Yunani dan Italia.
1. Klaim migran memiliki riwayat kriminal dan penyakit menular
Otoritas Libya Timur mengungkapkan bahwa 700 migran Sudan tersebut dideportasi karena memiliki riwayat kriminal dan penyakit di negara asalnya.
“Para migran itu dideportasi karena terinfeksi oleh penyakit menular, seperti hepatitis dan HIV. Sedangkan lainnya dideportasi kembali ke negara asalnya karena pernah melakukan aksi kriminal atau membahayakan negara,” tuturnya, dikutip Africa News.
Sementara itu, deportasi ini sebagai bagian dari kampanye perlawanan terhadap migrasi ilegal dan penyelundupan manusia di Libya bagian timur di bawah pemerintahan Komandan Militer, Khalifa Haftar.
Pekan lalu, pasukan penjaga pantai di Libya Timur telah mengadang kapal boat yang membawa 80 penumpang menuju ke Eropa di pesisir Tobruk.
2. Sudan dan Libya Timur terlibat ketegangan
Hubungan Sudan dan Libya bagian timur terus memanas imbas tudingan tentara Sudan soal serangan kejutan dari pasukan Rapid Support Forces (RSF) yang diduga didukung oleh pasukan Haftar.
“Ini adalah bukti intervensi langsung dari Haftar untuk mendukung RSF. Ini adalah pelanggaran terhadap kedaulatan Sudan dan rakyatnya. Mereka terlibat dalam konspirasi regional dan internasional untuk menyerang Sudan,” ujarnya, dilansir The Libya Observer.
Pernyataan ini disampaikan setelah adanya serangan di Darfur, perbatasan Libya-Sudan. Insiden ini terjadi sebulan setelah penculikan tiga warga negara Libya di perbatasan.
Ketegangan membuat Libya Timur menutup perbatasan Sudan sehingga melarang masuknya migran asal Sudan. Selain itu, hubungan dagang antara kedua pihak juga ditangguhkan.
3. Mesir mediasi ketegangan Sudan-Libya Timur

Pada awal Juli, Mesir bersedia menjadi tuan rumah dialog tertutup antara Panglima Militer Sudan, Abdel Fattah al-Burhan dan Pemimpin Libya Timur, Khalifa Haftar untuk menghindari meluasnya perang.
Selama ini, militer Sudan menuding Libya Timur terlibat dalam penyelundupan senjata dari Uni Emirat Arab (UEA) kepada pasukan RSF yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo.
Mengutip Middle East Eye, Mesir selama ini lebih condong mendukung Burhan dan tentaranya dalam perang sipil Sudan meski hanya sebatas logistik. Dukungan ini membuat relasi Mesir dengan UAE merenggang.
Pada Mei, Amnesty International menemukan bahwa UAE mengirimkan senjata buatan China, meliputi bom GB05A dan Howitzer AH-4 ke Darfur. Namun, negara Teluk itu terus menampik tudingan keterlibatannya membantu RSF.