Operasi Darat Militer Israel Rebut Gaza Dimulai, Tuai Peringatan Dunia

- Israel kerahkan puluhan ribu cadangan untuk merebut Gaza City
- Hamas tuduh Netanyahu sebagai penghalang perdamaian
Jakarta, IDN Times – Militer Israel pada Kamis (21/8/2025) mengumumkan dimulainya fase awal operasi darat untuk merebut Kota Gaza, basis perkotaan terbesar Hamas. Operasi militer terjadi di tengah upaya mediator internasional mendorong gencatan senjata setelah hampir dua tahun perang.
“Kami telah memulai operasi pendahuluan dan tahap pertama serangan ke Gaza City. Saat ini pasukan IDF sudah menguasai pinggiran kota,” ujar Juru Bicara Militer Israel, Brigadir Jenderal Effie Defrin, dikutip dari India Today.
Tentu saja operasi ini mendapat kecaman keras dari komunitas internasional. Dianggap hanya melemahkan negosiasi gencatan senjata.
1. Israel kerahkan puluhan ribu cadangan

Langkah itu disertai dengan pemanggilan puluhan ribu pasukan cadangan, menandakan tekad Israel melanjutkan operasi meski mendapat kritik internasional.
Defrin mengatakan, kekuatan Hamas semakin melemah.
“Hamas kini adalah pasukan gerilya yang babak belur. Kami akan memperdalam serangan terhadap Hamas di Gaza City yang merupakan pusat pemerintahan dan militer kelompok teroris itu,” kata dia.
Sebelumnya, seorang pejabat militer sempat menyebut pasukan cadangan baru akan dikerahkan September mendatang, memberi waktu bagi upaya mediasi. Namun bentrokan antara pasukan Israel dan pejuang Hamas di Gaza membuat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mempercepat jadwal operasi untuk merebut basis Hamas.
2. Hamas tuduh Netanyahu halangi perdamaian

Menanggapi operasi tersebut, Hamas menuding Netanyahu menjadi penghalang utama tercapainya kesepakatan damai.
“Pengabaian Netanyahu terhadap proposal mediator membuktikan bahwa dialah penghalang sebenarnya dari setiap perjanjian,” demikian pernyataan Hamas di Telegram.
Sebelumnya, mediator menyebut Hamas telah menerima usulan gencatan senjata 60 hari yang mencakup pembebasan sebagian sandera Israel dengan imbalan tahanan Palestina. Namun, pemerintah Israel bersikeras agar seluruh 50 sandera yang tersisa dibebaskan sekaligus. Menurut pejabat Israel, hanya sekitar 20 di antaranya yang diyakini masih hidup.
Hampir dua tahun sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023, ketika militan Hamas membunuh 1.200 orang di Israel selatan dan menyandera 251 orang, Israel menyatakan kini telah menguasai sekitar 75 persen Jalur Gaza.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 62 ribu warga Palestina telah tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Angka tersebut tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.
3. Proyek permukiman baru picu ketegangan

Situasi semakin panas setelah Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, dari partai sayap kanan dalam koalisi Netanyahu, mengumumkan persetujuan akhir proyek permukiman baru di Tepi Barat. Keputusan ini dikecam luas oleh dunia internasional karena dianggap mengubur harapan terbentuknya negara Palestina.
Sejumlah pemimpin dunia menyerukan Israel untuk tidak melancarkan serangan penuh ke Gaza City dengan alasan risiko besar korban sipil.
Meski begitu, pejabat Israel menyebut pihaknya akan membuka jalur aman bagi warga sipil sebelum operasi diperluas ke pusat kota.