Presiden Korsel Bakal Temui Trump, Bahas Apa?

- AS minta Korsel ikuti standar belanja pertahanan global.
- Presiden Korsel akan berada di Washington DC pada 24-26 Agustus 2025.
Jakarta, IDN Times - Kantor kepresidenan Korea Selatan (Korsel) mengumumkan bahwa Presiden Lee Jae Myung akan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, di Washington pada 25 Agustus 2025. Dijadwalkan, kunjungan Lee ke AS akan berlangsung dari 24-26 Agustus.
"Pertemuan itu akan difokuskan pada penguatan aliansi Korsel-AS menjadi kemitraan strategis komprehensif yang berorientasi masa depan, mengatasi tantangan keamanan, dan ekonomi global," kata Kang Yu-jung, juru bicara kepresidenan pada Selasa (12/8/2025), dikutip dari Korea Herald.
Diskusi juga akan mencakup penguatan kesiapan pertahanan bersama, serta memajukan perdamaian dan denuklirisasi di Semenanjung Korea. Terdapat spekulasi bahwa masalah pengeluaran pertahanan Seoul dan urusan operasional Pasukan AS di Korea (USFK) akan menjadi salah satu topik pembicaraan para pemimpin tersebut.
1. AS bebankan biaya pangkalan pasukannya ke Korsel

Sebuah laporan internal pemerintah AS pada Sabtu (9/8/2025), yang dikutip dari Washington Post, menunjukkan bahwa pejabat pemerintahan Trump mempertimbangkan untuk mendesak Korsel meningkatkan anggaran pertahanannya menjadi 3,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah tersebut naik dari sekitar 2,6 persen pada tahun sebelumnya, sebagai bagian dalam negosiasi tarif.
Untuk diketahui, anggaran pertahanan Korsel tahun ini diperkirakan mencapai sekitar 61,2 triliun won (Rp717,3 triliun) atau sekitar 2,32 persen dari PDB-nya.
Washington juga mendesak Korsel untuk meningkatkan kontribusi keuangannya lebih dari 1 miliar dolar AS (sekitar Rp16,2 triliun), guna mendukung biaya pangkalan bagi sekitar 28.500 pasukan AS yang ditempatkan di sana, Korea Times melaporkan.
2. AS minta Korsel ikutin standar belanja pertahanan global

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa Washington mempertimbangkan gagasan untuk mengharuskan Seoul secara terbuka mendukung fleksibilitas operasional USFK. Tindakan ini dianggap untuk mencegah China dan Korea Utara (Korut).
Menanggapi hal itu, seorang pejabat Korsel membantah bahwa permintaan tersebut diajukan selama negosiasi tarif baru-baru ini. Namun, laporan menyoroti strategi pemerintahan Trump yang lebih luas dalam menggunakan perundingan perdagangan untuk mencapai tujuan keamanan nasional.
Tekanan telah meningkat pada Seoul untuk menambah anggaran pertahanannya. Sebab, Pentagon telah mengatakan bahwa Korsel dan sekutu Asia lainnya tunduk pada standar global untuk membelanjakan 5 persen dari PDB mereka.
3. Modernisasi aliansi AS-Korsel untuk lawan ancaman China-Korut

Pemerintahan Trump telah menyerukan modernisasi aliansi, sebuah konsep yang mencakup berbagai masalah dari perubahan ukuran dan peran USFK hingga perluasan peran militer Korsel. Juga, peningkatan anggaran pertahanan Seoul dan transfer kendali operasional masa perang.
Ini terjadi di tengah ekspektasi Trump yang menginginkan pembagian beban yang besar dalam porsi biaya Seoul untuk menempatkan USFK.
Seoul dan Washington memperkuat aliansi mereka setelah gencatan senjata pada 1953, yang mengakhiri pertempuran dalam Perang Korea. Namun, kini aliansi tersebut beroperasi di Asia Timut Laut, yang berfokus pada persenjataan nuklir Pyongyang, kerja sama Rusia-Korut yang lebih dalam, dan meluasnya aktivitas militer China di kawasan Indo-Pasifik.