Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rekaman Telepon Bocor, PM Thailand Didesak Mundur dan Ditinggal Partai Koalisi

Bendera Thailand (unsplash.com/Markus Winkler)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra meminta maaf pada Kamis (19/6/2025) atas bocornya rekaman telepon dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. Insiden ini memicu kemarahan publik dan mengguncang stabilitas politik pemerintahannya.

Rekaman tersebut memuat diskusi sensitif soal sengketa perbatasan Thailand-Kamboja, menimbulkan tudingan bahwa Paetongtarn melemahkan militer Thailand. Krisis ini mendorong Partai Bhumjaithai menarik diri dari koalisi, membuat pemerintahan Pheu Thai terancam runtuh.

1. Kebocoran rekaman dan kontroversi

Rekaman berdurasi sembilan menit yang bocor ke media sosial berasal dari percakapan telepon Paetongtarn dengan Hun Sen pada Minggu (15/6/2025), menyusul insiden penembakan 28 Mei yang menewaskan seorang tentara Kamboja.

Paetongtarn menyebut militer Thailand sebagai penyebab miskomunikasi dan menyatakan tekanan publik terhadap dirinya. Ia juga menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan menjanjikan bantuan, memicu kritik karena dianggap terlalu lunak.

Hun Sen, yang kini menjabat sebagai Presiden Senat Kamboja, mengakui merekam dan membagikan percakapan itu kepada sekitar 80 pejabat untuk transparansi. Namun ia membantah sebagai penyebar klip yang viral.

“Rekaman diperlukan untuk menghindari salah tafsir dalam urusan resmi,” tulis Hun Sen di Facebook.

Reaksi keras muncul di Thailand. Partai Bhumjaithai menyatakan tindakan Paetongtarn telah melukai martabat negara dan militer, dan menarik dukungan dari koalisi pada Rabu (18/6/2025). Dilansir BBC, partai ini memiliki 69 kursi di parlemen, sehingga kepergiannya telah memperlemah posisi pemerintah.

2. Dampak politik dan tuntutan mundur

Kebocoran rekaman memicu gelombang protes publik. Ratusan demonstran, termasuk veteran “Kemeja Kuning”, berkumpul di depan Gedung Pemerintahan pada Kamis (19/6/2025), menuntut pengunduran diri Paetongtarn.

“Percakapan itu menunjukkan kelemahan dan pengkhianatan terhadap rakyat Thailand,” ujar pengunjuk rasa, Somsak Chaiyaporn, dilansir France24.

Partai oposisi seperti Partai Progresif mendesak pertanggungjawaban. Anggota parlemen, Wiroj Lakkhanaadisorn, menyebut percakapan itu sangat mengejutkan karena dinilai mengakomodasi Kamboja tanpa mempertahankan kedaulatan Thailand.

“Jika Anda rakyat biasa, apakah Anda akan mempercayai perdana menteri yang bernegosiasi seperti ini?” katanya, dilansir South China Morning Post.

Komite Senat untuk Pertahanan dan Keamanan Nasional juga menuntut klarifikasi. Ketua komite, Jenderal Sawat Tassana, menyebut tindakan Paetongtarn telah merusak kepercayaan publik dan moral militer, dilansir Arab News.

3. Respons diplomatik dan ketegangan bilateral

Hubungan Thailand-Kamboja kian memburuk. Kementerian Luar Negeri Thailand mengecam publikasi rekaman sebagai tindakan yang tidak dapat diterima.

Dalam konferensi pers pada Kamis (19/6/2025), Paetongtarn membela dirinya, menyebut nada simpatiknya sebagai strategi diplomasi.

“Itu hanya teknik negosiasi untuk menjaga perdamaian dan kedaulatan kami,” ujarnya.

Ia juga menyatakan tidak akan lagi berbicara pribadi dengan Hun Sen dan menuduhnya menggunakan rekaman demi kepentingan politik, dilansir Bloomberg.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyayangkan insiden ini dalam pidatonya di Asia-Pacific Roundtable ke-38 di Kuala Lumpur. Ia menyebut baik Paetongtarn maupun Hun Manet sepakat menjaga komunikasi demi meredakan ketegangan.

“Kepentingannya adalah menenangkan situasi,” ujar Anwar, dikutip dari The Star.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us