Rusia Jadi Negara Pertama Akui Pemerintahan Taliban di Afghanistan

- Prospek kerja sama bilateral antara Rusia dan Afghanistan meliputi keamanan, pemberantasan terorisme, dan potensi ekonomi di sektor energi, transportasi, pertanian, dan infrastruktur.
- Pengakuan pemerintahan Taliban oleh Rusia diputuskan atas rekomendasi Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dan dipengaruhi oleh sejarah hubungan Rusia-Afghanistan serta posisi geostrategis Afghanistan.
- Taliban menyambut gembira pengakuan Rusia, sementara beberapa pihak mengkritik langkah ini terutama terkait isu hak asasi manusia.
Jakarta, IDN Times - Rusia menjadi negara pertama yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Pengakuan ini ditandai dengan penerimaan kredensial duta besar baru Afghanistan, Gul Hassan, oleh Kementerian Luar Negeri Rusia pada Kamis (3/7/2025). Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam hubungan diplomatik antara Moskow dan Kabul.
Pengakuan ini diumumkan setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, menyusul penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan.
Rusia, yang mempertahankan kehadiran diplomatik di Kabul pasca-2021, kini membuka babak baru kerja sama bilateral. Taliban menyambut keputusan ini sebagai langkah bersejarah.
1. Prospek kerja sama bilateral
Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan optimisme terhadap peluang kerja sama dengan Afghanistan. Fokus utama meliputi keamanan, pemberantasan terorisme, dan penanggulangan kejahatan narkotika.
“Kami melihat prospek besar untuk mempererat hubungan bilateral demi kepentingan rakyat Rusia dan Afghanistan,” ujar juru bicara kementerian.
Selain keamanan, Rusia menyoroti potensi ekonomi, khususnya di sektor energi, transportasi, pertanian, dan infrastruktur. Sejak 2022, Afghanistan telah mengimpor gas, minyak, dan gandum dari Rusia, menunjukkan hubungan perdagangan yang mulai berkembang. Rusia juga berencana menjadikan Afghanistan sebagai pusat transit gas ke Asia Tenggara.
2. Latar belakang keputusan Rusia
Pengakuan ini diputuskan oleh Presiden Vladimir Putin atas rekomendasi Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov. Pada April 2025, Rusia mencabut status Taliban sebagai organisasi teroris, membuka jalan bagi hubungan diplomatik formal.
“Langkah ini menunjukkan keinginan tulus Rusia untuk membangun kemitraan menyeluruh,” kata Duta Besar Rusia untuk Kabul, Dmitry Zhirnov.
Sejarah hubungan Rusia-Afghanistan turut memengaruhi keputusan ini. Rusia, yang pernah menginvasi Afghanistan pada 1979-1989, kini melihat Taliban sebagai mitra situasional melawan pengaruh Barat.
“Afghanistan memiliki posisi geostrategis penting, dan hubungan pragmatis akan menguntungkan kedua belah pihak,” ungkap Zamir Kabulov, utusan khusus Rusia untuk Afghanistan, dilansir Al Jazeera.
3. Reaksi Taliban dan dunia internasional
Taliban menyambut gembira pengakuan Rusia. Menteri Luar Negeri Taliban, Amir Khan Muttaqi, menyebutnya sebagai keputusan berani yang dapat menjadi contoh bagi negara lain.
“Pengakuan ini akan memperkuat hubungan bilateral dan membuka peluang kerja sama lebih luas,” kata Muttaqi dalam pertemuan dengan Duta Besar Zhirnov.
Namun, langkah Rusia menuai kritik dari beberapa pihak, terutama terkait isu hak asasi manusia. Aktivis Afghanistan, Mariam Solaimankhil, mengecam pengakuan ini karena dianggap melegitimasi rezim yang membatasi hak perempuan.
“Ini sinyal bahwa kepentingan strategis selalu mengalahkan hak asasi manusia,” katanya, dilansir CNN.
Meski demikian, Rusia menegaskan bahwa pengakuan ini bertujuan untuk stabilitas regional.