Trump Tak Izinkan Presiden Taiwan Transit di New York

- AS menolak transit Presiden Taiwan di New York, demi menjaga hubungan dengan China.
- China desak AS untuk patuhi prinsip Satu China dalam hubungan dengan Taiwan.
- Trump siapkan lawatan ke China demi kesepakatan dagang, sementara negosiasi antara AS dan China berlangsung di Stockholm.
Jakarta, IDN Times – Presiden Taiwan Lai Ching-te, membatalkan rencana kunjungan ke Paraguay, Guatemala, dan Belize setelah transitnya di Amerika Serikat (AS) ditolak oleh Presiden AS, Donald Trump. Perjalanan itu semula dijadwalkan pada awal Agustus 2025, dengan rencana singgah di New York dan Dallas.
Namun, menurut keterangan pejabat AS, persinggahan di New York tidak diizinkan. Dilansir dari SCMP, Kantor Kepresidenan Taiwan menyampaikan bahwa pembatalan dilakukan karena kebutuhan rehabilitasi pascatopan di Taiwan selatan, dinamika kawasan, serta pembahasan tarif dengan AS.
Penjelasan ini disampaikan oleh juru bicara Karen Kuo pada Senin (28/7/2025). Ia menambahkan bahwa rencana lawatan ke Amerika Latin memang belum diumumkan secara resmi.
1. AS tolak transit Taiwan demi jaga hubungan dengan China
Secara resmi, presiden Taiwan tidak dapat mengunjungi AS karena negara itu tidak mengakui pemerintahan Taiwan, mengikuti kebijakan Satu China. Kebijakan ini tercantum dalam Undang-Undang Hubungan Taiwan serta kesepakatan diplomatik yang mengakui klaim China atas Taiwan, meskipun AS tetap mendukung pertahanan Taiwan. Meski demikian, para pemimpin Taiwan kerap memanfaatkan transit di wilayah AS untuk bertemu pejabat senior secara informal.
Pada tahun 2023, eks Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, sempat singgah di New York dan Los Angeles dalam perjalanan ke Belize dan Guatemala, saat Joe Biden masih menjabat Presiden AS. Sebagai respons atas transit itu, China langsung menggelar latihan militer di Selat Taiwan. Profesor James Yifan Chen dari Universitas Tamkang mengatakan bahwa kota seperti New York yang berdekatan dengan Washington sangat sensitif sebagai lokasi transit.
Chen menilai keputusan terbaru ini mencerminkan pergeseran prioritas dibanding masa pemerintahan Biden. Ia menyebut bahwa alternatif seperti transit Presiden Chen Shui-bian di Abu Dhabi pada 2005 masih dapat dipertimbangkan. Senator Partai Demokrat dari New Jersey, Andy Kim, mengkritik langkah tersebut melalui unggahan di X.
“Menolak transit Presiden Lai adalah pelanggaran yang sangat mengkhawatirkan terhadap preseden bipartisan dan mengirimkan sinyal sembrono ke Beijing bahwa kemitraan kita dengan Taiwan ada di meja perundingan,” tulisnya, dikutip dari Fox News.
Lyle Morris dari Asia Society menyebut keputusan itu berisiko bagi hubungan AS-Taiwan. Ia mengatakan di X bahwa, memblokir transit Lai adalah penyebab kekhawatiran terutama dalam konteks negosiasi perdagangan dan potensi pertemuan Trump dan Presiden China, Xi Jinping.
2. China desak AS patuhi prinsip Satu China

China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang bisa direbut dengan kekuatan militer jika diperlukan. Sejak William Lai menjabat pada Mei tahun lalu, Beijing meningkatkan tekanan militer sebagai respons atas pernyataan Lai yang dianggap pro-kemerdekaan dan provokatif. Meskipun tidak mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat, AS menolak perubahan sepihak atas status quo dan terus memasok senjata ke Taipei.
Pemerintah China menolak semua bentuk interaksi resmi antara pejabat Taiwan dan AS, termasuk kunjungan pemimpin Taiwan. Pada Selasa (29/7/2025), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, mendesak AS untuk lebih berhati-hati dalam menangani isu Taiwan.
Guo meminta agar AS mematuhi prinsip satu China serta tiga komunike bersama antara AS dan China demi menjaga stabilitas hubungan bilateral. Michael Swaine dari Quincy Institute memperkirakan pembatalan transit Lai merupakan hasil tekanan dari China. Ia menambahkan bahwa Trump mungkin memandang menyenangkan China sebagai langkah strategis dalam negosiasi perdagangan.
3. Trump siapkan lawatan ke China demi kesepakatan dagang

Penolakan transit Presiden Lai terjadi saat beredar spekulasi bahwa Presiden Trump sedang mempersiapkan kunjungan ke China, bertepatan dengan pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Korea Selatan pada 31 Oktober–1 November 2025. Dalam unggahan di platform Truth Social pada Senin malam (28/7/2025), Trump menyampaikan pernyataannya.
“Saya tidak SEDANG MENCARI apa pun! Saya mungkin pergi ke China, tapi hanya jika diundang Presiden Xi, yang telah diperpanjang,” tulis Trump, dikutip dari Al Jazeera.
Saat ini, negosiator dari AS dan China sedang bertemu di Stockholm untuk mengakhiri perang tarif sebelum periode gencatan dagang berakhir pada 12 Agustus 2025. Pembahasan mencakup isu sensitif seperti kontrol ekspor, sehingga pertemuan antara Trump-Xi, semakin penting. Bonnie Glaser dari German Marshall Fund menyebut waktu kunjungan itu terlalu sensitif untuk membiarkan transit Lai.
David Sacks dari Council on Foreign Relations mengatakan bahwa Gedung Putih sedang menyiapkan pertemuan Trump-Xi sebagai upaya mencapai kesepakatan dagang. Ia menyebut AS tengah menata meja untuk agenda tersebut. Xin Qiang dari Universitas Fudan menilai bahwa keputusan soal transit dapat membantu membangun kembali kepercayaan China terhadap AS.
Namun, ia juga menyatakan bahwa langkah ini tidak cukup untuk menyelesaikan seluruh hambatan dalam sektor perdagangan dan teknologi, serta belum tentu mencegah transit Taiwan di masa depan. James Siebens dari Stimson Centre menyampaikan bahwa Presiden Lai kemungkinan tidak ingin merusak peluang pertemuan antara Trump dan Xi.
“Substansi pertemuan Trump-Xi nantinya akan menentukan bagaimana pemerintah memperlakukan Taipei di masa mendatang,” katanya.