Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] QRIS di Jepang: Kemudahan atau Sekadar Harapan?

Transaksi QRIS memudahkan layanan keuangan digital (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Transaksi QRIS memudahkan layanan keuangan digital (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Intinya sih...
  • Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang untuk meluncurkan QRIS di Jepang pada 17 Agustus 2025.
  • Adopsi QRIS masih rendah di Indonesia dan Jepang, dengan sebagian besar transaksi nontunai masih didominasi oleh metode pembayaran lain seperti IC card di Jepang.
  • Pemerintah Jepang dapat belajar dari keberhasilan QRIS di Indonesia dengan standarisasi tunggal dan pendekatan inklusif untuk memastikan adopsi yang cepat dan merata.

Dalam upaya memperluas kemitraan internasional di sektor sistem pembayaran, Bank Indonesia (BI) menjalin kerja sama strategis dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang. Nota kerja sama ditandatangani pada 9 Desember 2022 di Tokyo oleh Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta, dan Direktur Jenderal METI Jepang, Mogi Tadashi yang disaksikan oleh pejabat tinggi kedua lembaga. Tujuan utama dari kerja sama ini adalah membangun interoperabilitas sistem pembayaran lintas negara berbasis QR code melalui integrasi QRIS dari Indonesia dan JPQR dari Jepang. Peluncuran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Jepang rencananya akan dilakukan pada 17 Agustus 2025.

Ekspektasi dan realita

Harapannya, wisatawan dari kedua negara dapat melakukan transaksi secara langsung hanya dengan memindai QR code tanpa perlu menukar mata uang atau bergantung pada kartu kredit. Sistem ini tidak hanya meningkatkan efisiensi biaya, tetapi juga membuka peluang besar bagi UMKM. Dengan hanya bermodalkan smartphone, para pelaku usaha kecil dapat menerima pembayaran dari turis asing tanpa perlu menggunakan perangkat tambahan seperti Electronic Data Capture (EDC). Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa implementasinya belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Di Indonesia, meskipun tercatat lebih dari 36 juta merchant telah menggunakan QRIS—mayoritas merupakan pelaku UMKM—tingkat adopsi sebenarnya baru mencakup sekitar 38 persen dari total UMKM nasional. Bahkan pada pasar tradisional, adopsi QRIS masih sangat rendah, sekitar 5 persen saja. Di Jepang, penggunaan QR code juga belum menjadi metode pembayaran utama. Dari total 141 triliun yen transaksi non-tunai di Jepang, QR code hanya menyumbang 9,6 persen.

Sebagian besar transaksi masih didominasi oleh Integrated Circuit card (IC card) yang telah lama digunakan dan dipercaya masyarakat, khususnya di kota besar. Kedua, sudah ada infrastruktur pembayaran nontunai lainnya di Jepang. IC card merupakan salah satu alat pembayaran nontunai yang umum ditemui. Meskipun awalnya ditujukan untuk membayar biaya transportasi umum, IC card berkembang hingga menjadi alat pembayaran saat berbelanja. Namun, alat pembayaran tersebut baru diterapkan secara luas di kota besar saja. Jika pemerintah ingin memperluas pembayaran dengan QR code hingga nasional, tentu biaya dan tenaga yang diperlukan tidaklah murah. Selain itu, pembayaran dengan QR code bersaing dengan metode pembayaran yang telah ada dan lebih matang. Warga indonesia sebaiknya tetap menyiapkan uang tunai saat berwisata di Jepang, apalagi jika tempat yang dituju bukanlah kota-kota besar. Jangan heran apabila ditolak saat ingin membayar dengan QR code.

Mungkin saja toko tersebut belum mengadopsi QR code untuk transaksi mengingat masih banyak warga Jepang yang lebih memilih untuk bertransaksi menggunakan uang tunai daripada nontunai. Oleh karena itu, sekarang belum saatnya jika berekspektasi untuk wisata ke Jepang tanpa membawa uang tunai. Hingga saat ini, adopsi pembayaran nontunai di Jepang hanya lebih sedikit dari 40 persen dan angka tersebut dua kali dibandingkan adopsi pembayaran nontunai pada tahun 2018. Tidak sedikit tugas yang perlu dikerjakan oleh pemerintahan Jepang agar pembayaran nontunai, khususnya QR code, dapat diterapkan secara luas.

Tantangan dan Solusi

Besarnya tantangan yang dihadapi Jepang bukan berarti tidak ada solusi untuk menghadapinya. Pemerintah Jepang dapat belajar dari keberhasilan QRIS di Indonesia. Ada dua pilar strategis yang bisa menjadi inspirasi. Pertama adalah standarisasi tunggal, di mana Bank Indonesia mewajibkan satu standar QRIS untuk semua penyedia jasa pembayaran. Ini secara efektif dapat menghilangkan masalah fragmentasi sistem dan kebingungan konsumen yang terjadi di Jepang. Kedua adalah pendekatan inklusif dari bawah yang menargetkan usaha mikro, dan menengah (UMKM) dengan biaya transaksi rendah sehingga memastikan adopsi yang cepat dan merata hingga ke akarnya, tidak hanya terpusat di kota-kota besar. Jika Jepang mampu mengadopsi model terpadu ini, manfaatnya akan sangat besar, tidak hanya bagi wisatawan yang berasal dari

Indonesia, namun juga bagi masyarakat dan perekonomian Jepang itu sendiri. Pada akhirnya, kerjasama pembayaran lintas negara antara Indonesia dan Jepang adalah sebuah inisiatif yang memiliki potensi besar sebagai akselerator reformasi sistem pembayaran domestik Jepang. Namun, saat ini, cita-cita pembangunan jembatan digital ini masih dalam tahap pembentukan fondasi dan Jepang masih memiliki banyak PR untuk diselesaikan, sehingga wisatawan Indonesia perlu bersikap realistis dengan tetap mengandalkan uang tunai. Meskipun demikian, jika tantangan yang ada berhasil diatasi, proyek perintis ini akan menjadi koridor ekonomi yang kokoh sehingga dapat membuka lebih banyak peluang bagi kerja sama di masa depan dan benar demi mewujudkan kemudahan transaksi lintas negara seperti yang telah dijanjikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us