Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tradisi Mencuci Keris Malam 1 Suro, Ini Sejarah dan Maknanya

Prosesi jamasan pusaka milik Pemkab Trenggalek. IDN Times/ istimewa
Prosesi jamasan pusaka milik Pemkab Trenggalek (IDN Times/ Istimewa)

Jamasan pusaka merupakan tradisi membersihkan benda-benda pusaka seperti keris yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, khususnya pada malam 1 Suro. Ritual ini bertujuan untuk merawat fisik pusaka agar tetap terjaga dari karat dan kotoran. Tak cuma itu, ritual ini pun dipercaya sebagai bentuk penyucian energi dan penghormatan terhadap leluhur.

Tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro ini tak sekadar ritual rutin tahunan, melainkan warisan budaya yang kaya sejarah, nilai spiritual, dan filosofi hidup. Untuk memahami tradisi ini lebih dalam, simak asal-usulnya, prosesi yang dijalankan, hingga makna di baliknya dalam artikel ini.

Sejarah tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro

Tradisi mencuci keris atau jamasan pusaka pada malam 1 Suro telah berlangsung sejak zaman Kerajaan Majapahit. Pada masa itu, benda-benda pusaka seperti keris dan tombak milik raja dianggap sakral dan dipercaya memiliki kekuatan spiritual. Oleh karena itu, pembersihan pusaka dilakukan sebagai bagian dari ritual penting yang penuh makna. Proses ini tidak sekadar membersihkan secara fisik, tetapi juga dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian warisan leluhur.

Jamasan biasanya dilakukan menggunakan air perasan jeruk nipis yang dioleskan ke permukaan keris bersih. Waktu pelaksanaannya pun tidak sembarangan. Tradisi ini umumnya digelar setiap malam 1 Suro yang dianggap sebagai momen penuh spiritualitas dalam penanggalan Jawa. Masyarakat percaya dengan membersihkan pusaka pada malam tersebut, mereka tidak hanya merawat fisik pusaka agar tidak berkarat, tetapi juga menyucikan energi dan tuah yang terkandung di dalamnya.

Seiring waktu, tradisi ini menjadi warisan budaya yang tak ternilai dan masih dilestarikan di berbagai daerah, terutama di lingkungan keraton atau keluarga yang memiliki pusaka turun-temurun. Mencuci keris pada malam 1 Suro bukan sekadar kegiatan ritual, tapi juga bagian dari penghormatan terhadap sejarah dan budaya nenek moyang yang mengajarkan nilai spiritual, pelestarian, dan kebanggaan terhadap jati diri bangsa.

Prosesi tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro

Prosesi jamasan pusaka tombak kyai upas. IDN Times / Bramanta Pamungkas
Prosesi jamasan pusaka tombak kyai upas. IDN Times / Bramanta Pamungkas

Tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro dilakukan dengan urutan dan tata cara yang penuh makna. Setiap langkah dalam prosesi ini mengandung simbol penghormatan terhadap warisan leluhur sekaligus upaya menjaga fisik dan energi spiritual pusaka. Berikut tahapan-tahapannya:

  1. Susilaning Nglolos Dhuwung: penghormatan kepada pencipta dan pemilik pusaka sebagai dasar spiritual dalam proses jamasan

  2. Mutih: membersihkan noda, karat, dan lemak dengan campuran abu kayu jati, air jeruk nipis, dan terkadang sedikit detergen halus

  3. Warangan: merendam pusaka dalam air berbahan alami seperti air kelapa atau air bunga sebagai pembersihan lanjutan

  4. Pengeringan dan keprok: mengeringkan pusaka dan memolesnya dengan teknik keprok untuk menghaluskan serta mempertajam bilah

  5. Penjemuran: menjemur pusaka di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering dan bebas dari lembap

  6. Pemberian minyak dan wewangian: mengoleskan minyak herbal serta wewangian alami seperti mawar, melati, atau cendana

  7. Penutupan dengan warangan: menutup pusaka dengan kain pelindung untuk menjaga kondisi fisik dan tampilan estetiknya.

Makna tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro

Tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro memiliki makna dalam dan beragam, tergantung dari budaya dan keyakinan masyarakat yang melakukannya. Secara umum, tradisi ini dipandang sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur dan upaya pelestarian nilai budaya. Dalam konteks spiritual, Suro dianggap sebagai waktu yang suci dan penuh energi. Oleh karena itu, bulan ini menjadi momen yang tepat untuk menyucikan benda pusaka dari kotoran fisik maupun energi negatif.

Bagi sebagian masyarakat Jawa, mencuci keris juga menjadi cara untuk membangun koneksi spiritual dengan leluhur. Ada pula yang meyakini bahwa pusaka memiliki jiwa atau kekuatan tak kasatmata sehingga perlu dirawat dengan penuh penghormatan. Selain sebagai simbol pelestarian budaya, tradisi ini juga menjadi sarana introspeksi diri, pembersihan batin, serta harapan akan keselamatan dan keberkahan di tahun baru Islam.

Tradisi mencuci keris pada malam 1 Suro bukan sekadar ritual, tapi wujud penghormatan pada warisan budaya yang patut terus dijaga dan dikenalkan ke generasi penerus. Ternyata, menarik juga, ya.

Referensi

Arisky, L., & Agus M. Fauzi. (2024). Tradisi Jamasan Pusaka Pada Bulan Suro: Penggabungan Nilai Budaya Jawa dan Ajaran Agama Islam. Panangkaran: Jurnal Penelitian Agama Dan Masyarakat, 8 (1), 52–65.

"Menghayati Makna Jamasan Pusaka: Lebih dari Sekadar Membersihkan". Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis. Diakses Juni 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lea Lyliana
EditorLea Lyliana
Follow Us