Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komdigi: AI untuk Layanan Kesehatan Masuk Kategori Risiko Tinggi

Ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/edward)
Ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/edward)
Intinya sih...
  • Layanan kesehatan masuk kategori berisiko tinggi dalam penggunaan AI
  • Kementerian Kesehatan memiliki Digital Transformation Office (DTO) untuk mengembangkan penggunaan AI
  • Pasien tetap harus berkonsultasi dengan profesional meskipun menggunakan AI dalam diagnosa penyakit

Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mulai diterapkan di berbagai industri, salah satunya kesehatan. Dalam Undang-undang AI Uni Eropa, layanan kesehatan masuk dalam kategori berisiko tinggi.

Hal ini diungkapkan oleh Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam acara Ngopi Bareng di Jakarta, pada Jumat (11/07/2025).

Meski begitu tidak ada larangan

Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) (IDN Times/Misrohatun)

Dijelaskan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki Digital Transformation Office (DTO), di mana sandbox-nya sudah cukup berkembang.

Layanan kesehatan masuk kategori berisiko tinggi dalam penggunaan AI. Meski berisiko tinggi, namun adopsi ini tidak dilarang di mana artinya tidak semerta-merta menyerahkan seluruh layanan kesehatan kepada AI.

Misalnya ada platform kesehatan menyediakan telemedis untuk pengguna, melakukan diagnosa penyakit dengan AI. Meski begitu, pasien tetap harus melakukan konsultasi dengan profesional, terlebih jika itu adalah penyakit dalam.

"Ada kode etik dokter atau kode etik medis yang harus dicermati. Jadi tidak bisa sembarangan juga. Habis itu kemudian AI-nya menerbitkan resep sendiri, nah itu gak boleh karena harus berbasis daripada manusia," kata Wijaya.

Dokter masih dibutuhkan

Dia menambahkan bahwa di platform kesehatan ada beberapa penyakit khusus yang disarankan untuk bertemu fisik dengan dokter.

"Karena dia mau melihat, bisa jadi ada penyakit bawaan. AI mungkin hanya foto, ada benjolan segala macam. Dokter saja harus tanya MRI atau dengan CT scan untuk menentukannya," lanjutnya.

Pemeriksaan lebih lanjut dan mendalam ini dilakukan agar pemberian diagnosis tidak keliru, yang kemudian diikuti oleh resep pengobatan agar pasien bisa mendapatkan perawatan yang tepat dan optimal.

Share
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us