Benarkah Mazda Terkesan Anti Transmisi CVT?

- Filosofi Jinba Ittai jadi alasan utama Mazda menolak CVT
- Persepsi kelemahan CVT di mata Mazda sebagai alasan lainnya
- Strategi diferensiasi di tengah tren menjadi pertimbangan terakhir Mazda
Mazda dikenal sebagai merek otomotif Jepang yang memiliki filosofi unik dalam merancang mobil. Sementara banyak kompetitor beralih ke transmisi CVT (Continuously Variable Transmission) untuk alasan efisiensi bahan bakar, Mazda justru mengambil jalan berbeda.
Di Indonesia maupun di pasar global, hampir tidak ada model Mazda yang menggunakan CVT. Sebaliknya, mereka konsisten mengandalkan transmisi otomatis konvensional dengan teknologi SKYACTIV-DRIVE yang diklaim mampu menggabungkan kenyamanan, efisiensi, dan respons lebih baik. Sikap ini sering memunculkan anggapan bahwa Mazda seolah “anti” terhadap CVT.
Benarkah Mazda menolak CVT karena alasan teknis, ataukah ada strategi khusus di balik keputusan tersebut?
1. Filosofi berkendara jadi alasan utama

Mazda selalu menekankan filosofi Jinba Ittai, yaitu kesatuan antara pengemudi dan mobil. Dari sudut pandang ini, respons kendaraan terhadap input pedal gas menjadi sangat penting. CVT dianggap kurang memenuhi filosofi tersebut karena karakter tarikannya cenderung “ngempos” atau ada jeda saat akselerasi mendadak. Sebaliknya, transmisi otomatis konvensional yang dipadukan dengan teknologi SKYACTIV-DRIVE dianggap lebih linear dan responsif, sehingga pengalaman berkendara terasa lebih natural. Inilah alasan teknis yang membuat Mazda konsisten enggan memakai CVT.
2. Persepsi kelemahan CVT di mata Mazda

Mazda juga beberapa kali menyinggung kelemahan CVT di hadapan publik. Mereka menilai CVT memang efisien dalam hal konsumsi bahan bakar, tetapi mengorbankan kenikmatan berkendara. Saat pedal gas diinjak penuh, respons CVT terasa lambat, dan suara mesin cenderung meraung tanpa akselerasi sebanding.
Hal inilah yang mungkin dinilai Mazda mengurangi rasa percaya diri pengemudi. Dengan target konsumen yang mencari mobil berkarakter sporty dan premium, Mazda lebih memilih menjaga citra produknya melalui transmisi otomatis konvensional daripada mengikuti arus pasar.
3. Strategi diferensiasi di tengah tren

Keputusan Mazda untuk tidak menggunakan CVT juga bisa dilihat sebagai strategi diferensiasi. Ketika hampir semua kompetitor menawarkan CVT sebagai standar, Mazda tampil berbeda dengan memberikan pengalaman mengemudi yang lebih “driver oriented”. Hal ini sejalan dengan positioning mereka sebagai brand yang mengutamakan kualitas berkendara, bukan sekadar efisiensi. Meski secara pasar langkah ini membuat Mazda terkesan “anti CVT”, sebenarnya pilihan tersebut adalah strategi untuk mempertahankan identitas merek dan menargetkan segmen konsumen yang lebih spesifik.
Kesimpulannya, anggapan bahwa Mazda anti terhadap CVT memang ada benarnya, tetapi lebih tepat disebut sebagai keputusan strategis daripada penolakan mutlak. Mazda menilai CVT tidak sesuai dengan filosofi berkendara dan citra produk yang mereka bangun. Mereka memilih teknologi SKYACTIV-DRIVE sebagai jawaban untuk menyeimbangkan efisiensi dan kenikmatan berkendara. Jadi, bukan berarti Mazda anti perkembangan, melainkan mereka punya cara sendiri untuk tetap relevan di pasar tanpa kehilangan jati diri.