Kenapa Mobil CBU Lebih Mahal Dibanding Mobil CKD?

Intinya sih...
- Mobil CBU lebih mahal karena pajak impor yang tinggi, seperti bea masuk, PPnBM, PPN, dan PPh.
- Pengiriman mobil CBU memerlukan biaya logistik besar karena ukuran utuhnya dan penanganan khusus.
- Mobil CKD lebih terjangkau karena tidak terkena pajak impor tinggi, biaya logistik lebih rendah, dan proses distribusi yang lebih efisien.
Banyak orang bertanya-tanya kenapa harga mobil yang diimpor secara utuh (CBU) jauh lebih mahal dibandingkan mobil yang dirakit secara lokal (CKD). Padahal, jika dilihat dari segi spesifikasi dan fitur, kedua jenis mobil ini seringkali tidak jauh berbeda.
Lalu, apa yang membuat harga mobil CBU bisa melonjak begitu tinggi? Jawabannya ada pada sistem perpajakan, biaya logistik, dan strategi bisnis produsen otomotif.
1. Pajak impor membuat harga CBU melambung
Salah satu alasan utama mengapa mobil CBU lebih mahal adalah karena adanya pajak impor yang tinggi. Ketika mobil diimpor dalam kondisi utuh dari luar negeri, pemerintah akan mengenakan sejumlah bea masuk dan pajak lainnya, seperti:
• Bea Masuk (Import Duty): Bisa mencapai 50% dari nilai mobil.
• Pajak Barang Mewah (PPnBM): Terutama untuk mobil dengan spesifikasi tinggi.
• PPN dan PPh: Pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas barang impor.
Total keseluruhan beban pajak ini bisa membuat harga mobil CBU naik drastis dibanding harga aslinya di negara asal. Sebagai contoh, sebuah mobil yang di negara asalnya dijual seharga Rp500 juta, bisa melambung menjadi Rp800 juta saat sampai di Indonesia.
Sebaliknya, mobil CKD (Completely Knocked Down), yang diimpor dalam bentuk terurai lalu dirakit di Indonesia, terbebas dari sebagian besar pajak tersebut atau hanya dikenakan pajak dalam jumlah lebih rendah. Hal ini menjadikan harganya lebih kompetitif di pasar domestik.
2. Biaya logistik dan distribusi lebih tinggi
Mobil CBU membutuhkan proses pengiriman yang lebih kompleks. Unit mobil utuh memerlukan ruang besar di kontainer atau kapal, serta penanganan khusus agar tidak rusak selama perjalanan. Biaya logistik ini ditanggung oleh importir dan akan dibebankan pada harga jual ke konsumen.
Berbeda dengan CBU, mobil CKD hanya mengirimkan komponen-komponennya yang bisa dikemas lebih efisien dan memakan ruang lebih sedikit. Komponen ini kemudian dirakit di fasilitas lokal, yang biasanya sudah disesuaikan untuk meminimalkan ongkos produksi dan distribusi.
Selain itu, mobil CKD lebih mudah dipasok ulang ke dealer karena diproduksi lokal, sehingga rantai distribusi lebih pendek dan hemat biaya.
3. Strategi industri dan komitmen jangka panjang
Pemerintah Indonesia memberikan insentif bagi pabrikan yang memproduksi atau merakit kendaraan di dalam negeri. Selain pajak yang lebih rendah, produsen juga mendapat dukungan dalam bentuk regulasi yang mendorong penggunaan komponen lokal (TKDN). Ini menjadi daya tarik bagi merek-merek besar untuk membuka pabrik atau fasilitas perakitan di Indonesia.
Mobil CKD juga menunjukkan komitmen jangka panjang dari pabrikan terhadap pasar Indonesia. Dengan merakit mobil di dalam negeri, produsen tidak hanya menjual produknya, tetapi juga ikut menumbuhkan industri otomotif lokal, membuka lapangan kerja, dan berpotensi menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor ke negara lain.
Kesimpulannya, mobil CBU cenderung lebih mahal karena terkena pajak impor yang tinggi, biaya logistik yang besar, dan proses distribusi yang lebih rumit. Sementara mobil CKD yang dirakit di dalam negeri dapat menekan semua biaya tersebut, sehingga harganya jauh lebih terjangkau bagi konsumen.