Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

28 Smelter Nikel di Indonesia Tutup, Vale Ungkap Penyebabnya

HYP01372.JPG
PT Vale Indonesia Tbk, Bernardus Irmanto (batik cokelat) pada acara IDN Leadership Forum di IDN HQ, Jakarta (IDN Times/Herka Yanis P)
Intinya sih...
  • Suplai nikel berlebihan dari Indonesia membanjiri pasar, sementara permintaan lebih lambat dari yang diprediksi.
  • Kelebihan suplai terjadi sejak 2024, dengan oversupply yang melebar dan situasi ini diperkirakan akan berlangsung beberapa tahun lagi.
  • Tutupnya 28 smelter nikel dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah menaikkan royalti pertambangan dan naiknya beban usaha.

Jakarta, IDN Times - Sebanyak lebih dari 20 smelter nikel di Indonesia berhenti beroperasi dalam beberapa bulan belakangan ini. Hal itu disampaikan langsung oleh Plt CEO PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto ketika menghadiri IDN Times Leadership Forum di IDN HQ, Jakarta, Jumat (11/7/2025).

Pria yang karib disapa Anto tersebut mengutip informasi dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) terkait tutupnya puluhan smelter di Indonesia.

"Jadi tiga bulan lalu data dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia atau APNI, sampai sekarang itu ada 28 smelter tutup karena satu, memang harganya terjatuh. Mungkin kita menuai kebijakan kita yang mendorong downstreaming too quick, too much," kata Anto kepada IDN Times.

1. Suplai terlalu banyak tidak diimbangi derasnya permintaan

Ilustrasi tambang nikel (pexels.com/Ikbal Alahmad)

Lebih lanjut Anto menjelaskan, suplai berlebih yang membanjiri pasar saat ini membuat harga nikel terjun bebas.

Oleh sebab itu, Anto menyatakan, Indonesia dengan status sebagai negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia mesti punya strategi cerdas mengoptimalkan sumber daya alam (SDA) tersebut.

"Sekarang ini faktanya adalah suplai nikel itu berlebih dan sebagian besar suplai nikel itu berasal dari Indonesia. Membanjiri pasar lah intinya. Sementara demand-nya lebih lambat dibanding yang kita prediksikan," kata Anto.

2. Kelebihan suplai terjadi sejak tahun lalu

ilustrasi nikel (unsplash.com/Jack B)
ilustrasi nikel (unsplash.com/Jack B)

Anto menambahkan, kondisi suplai yang berlebih dan minimnya permintaan nikel terjadi sudah lama atau sejak 2024 silam.

"Bahkan dari dua tahun lalu juga sudah terjadi," kata Anto.

"Tapi kemudian mungkin melebar gap-nya, oversupply-nya melebar, mungkin belakangan ini dan mungkin situasi ini masih akan terjadi beberapa tahun lagi," sambungnya.

3. Beban usaha alami kenaikan

ilustrasi nikel (unsplash.com/USGS)
ilustrasi nikel (unsplash.com/USGS)

Selain faktor kelebihan suplai, tutupnya 28 smelter nikel juga dipengaruhi oleh beban usaha yang naik. Naiknya beban usaha disebut Anto tidak lepas dari keputusan pemerintah menaikkan royalti pertambangan.

"Kedua memang tentang beban usaha yang naik. Beban usaha naik karena kebijakan pemerintah juga tentang royalti yang naik," kata Anto.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah tengah berupaya meningkatkan pendapatan negara dengan membahas revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan, hal tersebut dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto. Rapat juga dihadiri Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

"Kita melakukan pembahasan untuk melakukan exercise beberapa sumber-sumber pendapatan negara baru khususnya peningkatan royalti di sektor emas, nikel dan beberapa komoditas lain," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us