Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Skandal Korupsi di Pertamina Sepanjang 2019-2025

Kantor pusat PT Pertamina (Persero). (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Jakarta, IDN Times - PT Pertamina (Persero) kembali diguncang kasus korupsi. Pada kali ini, korupsi terjadi di sektor tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina pusat, subholding PT Pertamina Patra Niaga, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Kasus tersebut mencuat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapnya ke publik dengan menyebutkan, kerugian negara akibat perbuatan tersebut sebesar Rp193,7 triliun.

Sebelum kasus tersebut, Pertamina telah mengalami sejumlah kasus korupsi. Berikut ini daftar tindak pidana korupsi yang pernah terjadi di Pertamina pada periode 2019 hingga 2025:

1. Korupsi perdagangan minyak di Pertamina Energy Service

Ilustrasi korupsi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada 2019 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES). Dalam kasus tersebut, KPK juga menetapkan Bambang Irianto yang menjabat sebagai Managing Director PES pada 2009-2013 sebagai tersangka.

Selama hampir 14 tahun atau sejak 2010-2023, Bambang disinyalir menerima uang 2,9 juta dolar Amerika Serikat (AS) lewat rekening perusahaan SIAM Group Holding Ltd, yang berkedudukan hukum di British Virgin Island.

Suap jutaan dolar AS itu diberikan lantaran bantuan Bambang kepada pihak Kernel Oil, terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang kepada PES di Singapura dan Pengiriman kargo.

2. Pengadaan LNG

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan (IDN Times/Aryodamar)

Kasus korupsi lainnya yang menimpa Pertamina adalah kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) Pertamina terjadi dalam periode 2011–2021. Kasus melibatkan Karen Agustiawan selaku eks Direktur Utama Pertamina. Karen menjadi tersangka utama kasus korupsi pengadaan LNG di Pertamina sejak 2011 hingga 2014.

Menurut KPK, korupsi yang dilakukan Karen merugikan negara hingga Rp2,1 triliun. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun memvonis dengan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia dianggap terbukti korupsi pengadaan LNG Pertamina.

Selain itu, Karen juga dituntut membayar uang pengganti senilai Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar AS. Uang itu harus dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau diganti kurungan penjara dua tahun.

Kemudian, Karen Agustiawan mengajukan Kasasi. Mahkamah Agung (MA) pun menolak kasasi tersebut dan justru memperberat hukuman Karen menjadi 13 tahun penjara.

3. Digitalisasi SPBU

Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)

KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina sejak 2018-2023. Hal ini didalami KPK lewat pemeriksaan sejumlah saksi.

"KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek digitalisasi SPBI di PT Pertamina tahun 2019-2023 pada Rabu, 22 Januari 2025," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, Kamis (23/1/2025).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, ada enam saksi yang dipanggil KPK. Namun, hanya lima yang memenuhi panggilan KPK.

Adapun saksi yang diperiksa antara lain Handy Surya Wiryawan (Presiden Direktur PT Packet System Indonesia), Iskandarsyah (Business Development Head PT Hanindo Citra), Jeffery Tjahja Indra (Eks SVP Corporate ICT PT Petramina), Johannes Fillandow (Komisaris PT Smartweb Indonesia Kreasi), dan John Tangkey (Direktur Utama PT Hanindo Citra).

"Saksi didalami terkait proses proyek digitalisasi SPBU Pertamina yg dilakukan oleh PT Telkom," ujar Tessa.

Terkait kasus tersebut, KPK mengaku telah menetapkan seroang tersangka, tetapi belum diungkapkan ke publik.

4. Tata kelola minyak mentah dan produk kilang

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Kejagung menetapkan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan, Riva ditetapkan tersangka bersama enam orang lainnya.

“Menetapkan tujuh orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi,” kata Abdul Qohar di Kejagung, Selasa (25/2/2025).

Enam tersangka lainnya adalah Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF), dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP), Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa inisial MKAR, dan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, inisial DW.

Kejagung juga telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Dua orang tersebut adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne ST. Sehingga total ada 9 tersangka.

Sejak 2018 hingga 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

“Namun berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, SDS, AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness atau produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor,” ujar Qohar.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi.

“Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun,” kata Qohar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Sunariyah Sunariyah
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us