Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Isu Maritim Dibahas Pemilik Kapal di Asia, Ada Kesehatan Mental Kru

ASA gelar Rapat Umum Tahunan (Annual General Meeting/AGM) ke-34 di Jakarta (dok. ASA)
ASA gelar Rapat Umum Tahunan (Annual General Meeting/AGM) ke-34 di Jakarta (dok. ASA)
Intinya sih...
  • Perlindungan kesehatan mental awak kapal jadi fokus utama dalam ASA AGM ke-34
  • Amandemen Maritime Labour Convention 2006 diperkuat untuk tangani masalah kesehatan mental pelaut

Jakarta, IDN Times - Asian Shipowners' Association (ASA) menyoroti beberapa isu penting dalam industri maritim global yang terjadi saat ini. Isu-isu seperti kepatuhan terhadap regulasi, pengembangan tenaga kerja maritim, dekarbonisasi, serta situasi keamanan maritim dibahas dalam Rapat Umum Tahunan (Annual General Meeting/AGM) ke-34 di Jakarta pada Selasa (27/5/2025).

Rapat ini diselenggarakan oleh Federation of ASEAN Shipowners' Associations (FASA) dan dihadiri oleh sekitar 200 perwakilan dari asosiasi-asosiasi anggota ASA. Ketua ASA, Carmelita Hartoto mengatakan, AGM ASA ke-34 jadi momentum untuk kembali menegaskan peran sentral Asia dalam membentuk masa depan industri pelayaran global.

"Dengan mengusung tema ‘Posisi Asia dalam Maritim Global’, kita bersatu dalam komitmen untuk mendorong kolaborasi, mempercepat inisiatif dekarbonisasi, dan merangkul inovasi guna membangun industri maritim yang tangguh dan visioner," ujar Carmelita di JCC.

Rangkaian AGM dilanjutkan dengan pelakasanaan International Shipping Forum (ISF), salah satu program unggulan ASA. Forum ini dihadiri oleh Sekretaris Jenderal International Maritime Organization (IMO), Arsenio Dominguez yang menyampaikan pidato kunci.

1. Prioritas dalam melindungi kesehatan mental awak kapal

Awak kapal melakukan inspeksi di deck Kapal Pertamina Gas 1 berjenis Very Large Gas Carrier (VLGC) milik PT Pertamina International Shipping (PIS) sebelum berangkat dari Terminal LPG Tanjung Sekong, Cilegon, Banten, Senin (23/8/2024). (IDN Times/Dhana Kencana)

Isu pertama yang dibahas dalam ASA AGM ke-34 adalah soal perlindungan kesehatan mental awak kapal. Pelaut merupakan tulang punggung perdagangan global yang tak tergantikan dan berperan dalam memastikan pergerakan barang-barang penting melintasi samudra tanpa gangguan.

Namun, peran penting mereka harus dibayar mahal karena bertahan dalam isolasi yang berkepanjangan dan berpisah dengan orang yang mereka cintai dalam waktu lama. Beban stres yang terkumulasi ini secara signifikan meningkatkan risiko kecemasan dan depresi, yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan mental.

Amandemen terhadap Maritime Labour Convention (MLC) 2006, yang diadopsi pada April 2025, merupakan langkah maju yang penting dalam menangani isu-isu tersebut.

Amandemen ini menetapkan pelaut sebagai pekerja kunci, memperkuat ketentuan pemulangan (repatriasi), menerapkan kebijakan cuti darat bebas visa, serta memperkuat langkah-langkah anti-bullying dan anti-pelecehan.

"ASA mengapresiasi amandemen baru ini dan menyerukan aksi bersama untuk menanamkan perlindungan kesehatan mental ke dalam praktik-praktik industri, mengintensifkan inisiatif peningkatan kesadaran, dan menempatkan kesehatan mental para pelaut pada tingkat yang sama pentingnya dengan keselamatan fisik mereka," ujar Carmelita.

2. Pembatasan tanggung jawab dalam industri pelayaran global

Kapal Kargo di Dermaga (pexels.com/Tom Fisk)

Isu berikutnya adalah terkait pentingnya batasan tanggung jawab dalam industri pelayaran global. Menurut Carmelita, ASA menegaskan peran yang sangat penting dari pembatasan tanggung jawab dalam menjaga masa depan perdagangan maritim internasional.

Menyusul insiden besar baru-baru ini yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur yang parah serta proses hukum yang kompleks, ASA memberikan peringatan tegas mengenai risiko yang timbul jika prinsip fundamental ini diabaikan.

Pembatasan tanggung jawab bukan sekadar teknis hukum, melainkan merupakan tulang punggung dari perdagangan maritim. Dengan menetapkan batas tanggung jawab bagi pemilik dan pengelola kapal pada tingkat yang wajar, sebagaimana diatur dalam konvensi internasional dan hukum di banyak yurisdiksi Asia, prinsip ini memungkinkan para pemilik kapal untuk beroperasi dengan keyakinan dan kepastian yang dibutuhkan guna menjaga kelancaran rantai pasok global.

Carmelita menyatakan, prinsip ini menciptakan keseimbangan yang krusial, memastikan bahwa pihak yang mengajukan klaim menerima kompensasi yang adil, sekaligus melindungi industri pelayaran dari risiko kerugian finansial tak terbatas.

Iklim saat ini yang diwarnai dengan peningkatan pengawasan dan seruan untuk reformasi berisiko mengoyak sistem yang telah menjadi dasar transportasi laut yang aman dan efisien selama berabad.

"Melemahkan atau menghapuskan batasan tanggung jawab akan membawa dampak yang mendalam dan luas. Langkah tersebut akan meningkatkan biaya, menghambat investasi, serta mengganggu kelayakan asuransi dalam operasional pelayaran dengan konsekuensi negatif yang akan merambat," ujar Carmelita.

Dia menambahkan, ASA mendesak seluruh regulator dan pemangku kepentingan untuk memahami bahwa pembatasan tanggung jawab bukanlah celah untuk menghindari tanggung jawab, melainkan suatu bentuk perlindungan yang dirancang secara cermat guna mendukung keadilan dan stabilitas ekonomi.

"ASA tetap teguh dalam komitmennya untuk terus menjalin dialog yang konstruktif, namun secara tegas meyakini bahwa menjaga keberlangsungan prinsip pembatasan tanggung jawab adalah hal yang sangat penting bagi ketahanan dan kemakmuran industri pelayaran, baik di Asia maupun di seluruh dunia," kata Carmelita.

3. Keamanan maritim dan peningkatan kesadaran terhadap dampak lingkungan

PT Kaltim Kariangau Terminal (KKT) resmi membuka jalur pelayaran baru lewat kapal direct call MV SITC TIANJIN. (Dok. PT KKT)

ASA menyerukan kepada industri maritim untuk tetap waspada dan memperkuat kerja sama dalam menghadapi ancaman keamanan maritim (Maritime Security/MARSEC) yang terus berkembang di sepanjang jalur pelayaran utama dunia.

ASA menekankan pentingnya kolaborasi berkelanjutan dengan otoritas regional dan mitra internasional guna memastikan pelaporan insiden secara tepat waktu serta meningkatkan kesadaran terhadap kondisi maritim (maritime domain awareness).

Secara bersamaan, ASA juga menyoroti urgensi kesiapan dan keselarasan industri seiring dengan langkah International Maritime Organization (IMO) yang tengah menyelesaikan kerangka kerja pengurangan gas rumah kaca (GRK).

Pembaruan dari MEPC 82 dan 83 mengungkap berbagai usulan terkait standar bahan bakar, pungutan emisi, serta skema insentif untuk teknologi rendah dan nol emisi.

ASA menyadari kompleksitas dalam menyeimbangkan target lingkungan yang ambisius dengan realitas operasional, khususnya bagi operator kecil dan wilayah berkemban, dan menyerukan strategi implementasi yang praktis, adil, dan inklusif.

"ASA kembali menegaskan komitmennya untuk mendukung inisiatif yang meningkatkan keselamatan maritim dan mengurangi emisi, serta mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkontribusi aktif dalam membentuk regulasi global yang efektif dan inklusif," tutur Carmelita.

4. Menjaga prinsip perdagangan bebas

Jakarta sebagai Pusat Ekonomi dan Bisnis Nasional. (Unsplash/Eko Herwantoro)

Di tengah meningkatnya konflik ekonomi serta tumbuhnya proteksionisme dan unilateralisme di berbagai belahan dunia, ASA menyatakan keprihatinannya terhadap prinsip-prinsip perdagangan bebas, persaingan usaha sehat, dan akses pasar yang kini terancam. Kondisi ini dinilai menjadi ancaman serius terhadap pembangunan perdagangan global yang berkelanjutan serta ketahanan rantai pasok internasional.

Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, ASA mengadopsi pernyataannya pada Maret 2025, yakni setiap pemilik kapal Asia mendorong pemerintah masing-masing untuk mempromosikan kebijakan yang tidak diskriminatif terhadap kapal berbendera asing serta mengadopsi kerangka regulasi lintas negara selaras secara internasional, transparan, dan dapat diprediksi di yurisdiksi mereka.

"Lebih lanjut, komunikasi yang erat dengan otoritas kanal juga dipandang sangat penting untuk memastikan kelancaran, keamanan, dan stabilitas pelayaran di kanal-kanal tersebut, yang merupakan titik kritis dalam perdagangan maritim global," ujar Carmelita.

5. Komitmen atas siklus hidup pelayaran lebih ramah lingkungan

Subholing Pelindo Jasa Maritim (SPJM) mencatatkan peningkatan kinerja pada semester I tahun 2024. (Dok. Istimewa)c

Industri pelayaran global menghadapi kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pengetatan regulasi lingkungan dan ketegangan geopolitik. Hal itu tercermin secara mendalam dalam pasar daur ulang kapal.

Carmelita mengatakan, ASA terus mendorong dan memperkuat kebijakan jangka panjang untuk mendorong negara-negara pelaku daur ulang kapal agar mempersiapkan diri secara memadai menyambut pemberlakuan Hong Kong Convention (HKC), dengan memastikan prioritas penggunaan galangan bersertifikasi HKC serta mendorong ratifikasi yang lebih luas terhadap HKC.

Selain itu, ASA menyerukan penyelesaian sesegera mungkin atas potensi konflik antara Hong Kong Convention dan Basel Convention, serta mendorong agar EU Ship Recycling Regulation (EU-SRR) diselaraskan terlebih dahulu dengan HKC.

"ASA mendukung pengurangan kebijakan regional yang terfragmentasi dan mendorong koherensi kebijakan global demi memajukan industri daur ulang kapal ke arah yang lebih ramah lingkungan, terstandarisasi, dan berkualitas, serta membangun sistem sirkular pelayaran yang hijau," kata Carmelita.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us