Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-06-30 at 12.30.18 (1).jpeg
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Deregulasi impor 10 komoditas tidak akan berdampak pada penerimaan negara.

  • Langkah strategis untuk memperkuat daya saing Indonesia di tengah persaingan global.

  • Daftar komoditas yang dideregulasi, termasuk bahan baku, pupuk bersubsidi, dan produk kehutanan.

Jakarta, IDN Times – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan kebijakan deregulasi terhadap ketentuan impor untuk 10 jenis komoditas tidak akan berdampak pada penerimaan negara. Deregulasi tahap pertama ini bertujuan menyederhanakan proses perizinan terhadap 482 barang impor.

"Terkait penerimaan negara, kebijakan ini menyasar aspek birokrasi dan perizinan. Kita tidak menyentuh tarif bea masuk, sehingga tidak ada pengaruh terhadap penerimaan negara. Dampaknya hanya pada penurunan biaya tinggi dan percepatan proses," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025).

Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 yang merevisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

1. Deregulasi jadi langkah strategis perkuat daya saing Indonesia

Deretan komoditas yang diregulasi. (IDN Times/Triyan).

Airlangga menjelaskan, deregulasi ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing Indonesia di tengah meningkatnya persaingan global dan ketidakpastian ekonomi dunia. Kebijakan ini juga menjadi tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang telah disampaikan dalam sejumlah rapat kabinet sebelumnya.

Tak hanya itu, deregulasi dinilai penting mengingat posisi Indonesia dalam berbagai indikator global mengalami penurunan, termasuk dalam hal kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) dan daya saing. Khusus untuk EoDB, pemeringkatan dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank), meskipun terakhir kali indeks tersebut diterbitkan pada 2019. Saat itu, peringkat Indonesia turun dari posisi 72 ke 73 dari 190 negara.

“Kita mendapatkan review (peringkat) yang lebih rendah, dan itu menjadi alarm bagi pemerintah. Presiden meminta agar kita melakukan deregulasi sebagai keharusan agar Indonesia tetap kompetitif,” ujarnya.

Menurut Airlangga, deregulasi ini juga selaras dengan agenda strategis Indonesia dalam proses aksesi keanggotaan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Pemerintah telah menyusun initial memorandum dan peta jalan menuju keanggotaan penuh sebagai bentuk komitmen untuk mereformasi sistem regulasi nasional agar sebanding dengan negara-negara maju.

Selain itu, kebijakan deregulasi berkaitan erat dengan berbagai perjanjian perdagangan internasional, seperti Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan pembahasan hambatan non-tarif dengan Amerika Serikat.

"Ini momentum untuk menjalankan kebijakan deregulasi, dan ini baru paket pertama. Masih ada beberapa langkah lanjutan yang akan kami lakukan. Kebijakan ini diperlukan agar kepastian berusaha semakin terjamin," tegasnya.

2. Deregulasi mudahkan pelaku usaha terkait impor bahan baku dan bahan penolong

Ilustrasi impor. (Dok. Kemenkeu)

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyambut baik peluncuran paket kebijakan deregulasi perdagangan tahap pertama, karena langkah ini merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap dunia usaha, sekaligus hasil dari proses panjang yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor industri.

“Perlu kami sampaikan kami menyambut baik kebijakan deregulasi ini, karena telah melalui proses pembahasan yang sangat mendalam. Kementerian Perindustrian turut terlibat aktif dalam proses penyusunan kebijakan ini sejak awal,” ujar Wamenperin.

Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menjadi instrumen perbaikan iklim usaha, tetapi juga merespons aspirasi konkret yang selama ini disampaikan oleh pelaku industri. Sejumlah asosiasi, seperti Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Asosiasi Produsen Alas Kaki Indonesia, Gabungan Pengusaha Elektronik, hingga Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia, telah menyuarakan tantangan yang mereka hadapi, mulai dari hambatan birokrasi hingga pembatasan bahan baku.

Secara khusus, ia menyoroti secara khusus relaksasi impor bahan baku dan bahan penolong industri yang dinilai sangat krusial bagi kelangsungan produksi dalam negeri.

"Kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan, sangat membantu para pelaku usaha yang selama ini berharap bahan baku ini betul-betul diberikan relaksasi. Kemudian yang kedua, bahan penolong industri juga demikian," tegasnya.

3. Daftar komoditas yang dideregulasi:

Ilustrasi eskpor impor/pixabay.com/distel2610

Daftar Deregulasi Persyaratan Impor Berdasarkan Kode HS

  1. Produk Kehutanan

Jumlah: 441 kode HS

Deregulasi: Penghapusan persyaratan persetujuan impor berupa deklarasi dari Kementerian Kehutanan.

  1. Pupuk Bersubsidi

Jumlah: 7 kode HS

Deregulasi: Tidak lagi memerlukan persetujuan impor dalam bentuk peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Pertanian.

  1. Bahan Bakar Lain

Jumlah: 9 kode HS

Deregulasi: Tidak lagi memerlukan pertek dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Perindustrian.

  1. Bahan Baku Plastik

Jumlah: 1 kode HS

Deregulasi: Tidak lagi memerlukan izin impor non-pertek.

  1. Sakarin, Siklamat, dan Preparat Bau-bauan Beralkohol

Jumlah: 6 kode HS

Deregulasi: Cukup dengan laporan surveyor, tanpa memerlukan persetujuan impor dari Kementerian Perindustrian.

  1. Bahan Kimia Tertentu

Jumlah: 2 kode HS

Deregulasi: Kini cukup dilengkapi dengan laporan surveyor, tanpa perlu pertek dari Kementerian Perindustrian.

  1. Mutiara

Jumlah: 4 kode HS

Deregulasi: Sebelumnya memerlukan pertek dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, kini cukup dengan laporan surveyor.

  1. Food Tray

Jumlah: 2 kode HS

Deregulasi: Tidak lagi memerlukan pertek dari Kementerian Perindustrian, cukup disertai laporan surveyor.

  1. Alas Kaki

Jumlah: 6 kode HS

Deregulasi: Tidak lagi memerlukan persyaratan impor non-pertek, hanya memerlukan laporan surveyor.

  1. Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga

Jumlah: 4 kode HS

Deregulasi: Dari sebelumnya memerlukan persetujuan impor non-pertek, kini hanya memerlukan laporan surveyor.

Editorial Team