Rencana Penurunan Target Transisi Energi Dinilai Berdampak Negatif

Menghambat energi terbarukan dan mengurangi green jobs

Jakarta, IDN Times – Pemerintah Indonesia berencana untuk merevisi target transisi energi terbarukan (ET), dari 23 persen menjadi 17-19 persen pada 2025. Hal itu terkandung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). 

Menanggapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Energi Bersih mempertanyakan komitmen pemerintah terkait upaya mereka dalam mendorong transisi energi Indonesia. Sebab, rencana revisi target tersebut dinilai berpotensi menghambat prosesnya serta mengurangi kepercayaan investor terhadap sektor energi di Indonesia. 

Menurut Arif Adiputro, Divisi Kajian Indonesia Parliamentary Center (IPC), revisi target bertentangan dengan netral karbon 2060 dan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca 29-31 persen. Pasalnya, untuk mencapai kedua target ini, Indonesia seharusnya meningkatkan target bauran energi terbarukan menjadi 45 persen pada 2030. 

“Hal ini dapat berdampak negatif pada upaya transisi energi di Indonesia, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” tambah Arif, dikutip dari keterangan pers pada Rabu (31/1/2024).

Baca Juga: Presiden Terpilih Diminta Transisi Energi Tanpa Rusak Lingkungan

1. Draf revisi KEN memuat sejumlah solusi palsu dan semu dalam strategi transisi energi

Rencana Penurunan Target Transisi Energi Dinilai Berdampak Negatifilustrasi energi terbarukan (Pixabay/Erich Westendarp)

Selain menurunkan target ET, draf revisi RPP KEN juga tetap memasukkan sejumlah solusi palsu dan semu dalam strategi transisi energi. Di antaranya ada pemanfaatan biodiesel berbasis sawit hingga menyentuh campuran 60 persen (B60), pemasangan teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS) di seluruh pembangkit listrik berbasis fosil, hingga pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) 250 megawatt (MW).

Menurut Grita Anindarini, Deputi Direktur dari Indonesian Center for Environmental Law, revisi yang disusun seharusnya justru menetapkan target ketat pengakhiran ketergantungan pada energi fosil, serta mengutamakan pengembangan energi terbarukan. 

“Revisi PP tentang KEN ini seharusnya dijadikan peluang untuk memastikan target bauran energi nasional sejalan dengan target iklim yang aman,” ujarnya. 

2. Ada potensi berkurangnya lowongan green jobs

Rencana Penurunan Target Transisi Energi Dinilai Berdampak NegatifPLTS yang berada di Pulau Nirup, Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (IDN Times / Putra Gema Pamungkas)

Penurunan target transisi energi juga berpotensi mengurangi green jobs, atau pekerjaan hijau, yakni jenis pekerjaan yang terkait dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi. 

Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani, memperkirakan prospek ketersediaan lapangan kerja bidang teknik ET dapat mencapai 432 ribu pada 2030 jika pemerintah konsisten dengan target 23 persen pada 2050 dan meningkat menjadi 31 persen pada 2050.

Potensi lapangan kerja ini tercatat 10 kali lipat dari 2019 dan melebihi jumlah tenaga kerja di sektor energi fosil pada saat ini. Oleh karena itu, potensi green jobs akan ikut menurun jika target diturunkan. 

“Padahal potensi green jobs yang meningkat akan berkontribusi pada pencapaian target Indonesia mendapatkan investasi untuk pengembangan industri hijau, menjawab kebutuhan pekerjaan di masa depan, dan dukungan masyarakat pada energi terbarukan,” ujar Verena. 

Baca Juga: Apa itu Pajak Karbon yang Diandalkan Jadi Pengendali Krisis Iklim

3. Pemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target transisi energi

Rencana Penurunan Target Transisi Energi Dinilai Berdampak Negatifilustrasi energi geothermal (Pixabay/longdan91)

Manajer Program Transformasi Energi Institute of Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo, mengatakan pemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapain target investasi ET selama ini. 

“Karena, walau masih dalam draf RPP KEN, indikasi penurunan target dapat memberikan dampak negatif pada kepercayaan investor terhadap investasi energi terbarukan di Indonesia,” ujar Deon. 

Selain itu, dia menuturkan bahwa aspek ekonomi sudah tidak lagi menjadi hambatan pengembangan ET, tetapi proses pengembangan dan pengadaannya. 

Terkait ini, Arif Adiputro juga berkomentar bahwa pemerintah perlu membuat kebijakan yang berpihak pada ET seperti memberikan insentif fiskal dan non-fiskal. 

“DPR dan DPD perlu mengkritisi dan mengajukan hak angket kepada pemerintah terkait revisi target bauran energi terbarukan yang tidak selaras dengan komitmen ratifikasi UU Paris Agreement,” tambahnya.

Baca Juga: Kembangkan Energi Panas Bumi, BUMN Tanzania Adopsi Strategi PLN

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya