RI Harus Lakukan Ini agar Bisa Nikmati Swiftonomics seperti Singapura

Taylor Swift untungkan Singapura jutaan dolar

Intinya Sih...

  • Konser Taylor Swift di Singapura memberikan dampak positif pada ekonomi, dengan pemasukan sektor pariwisata mencapai 350 hingga 500 juta dolar Singapura.
  • Indonesia tidak merasakan efek positif dari konser tersebut dan menerima kritik dari Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Jakarta, IDN TimesTaylor Swift menggelar konser The Eras Tour di Singapura selama enam hari pada awal Maret 2024. Rupanya, konser ini memberi dampak positif pada ekonomi negeri tersebut.

Menurut Direktur Penelitian Makroekonomi Maybank, Erica Tay, The Eras Tour dapat mendongkrak pemasukan sektor pariwisata Singapura sekitar 350 hingga 500 juta dolar Singapura atau setara Rp4,09 triliun hingga Rp5,84 triliun (asumsi Rp11.690 per dolar Singapura).

Efek besar ekonomi dari konser Swift di sejumlah negara ini melahirkan istilah yang dinami Swiftonomics

Sayangnya, Indonesia tidak dapat merasakan efek positif itu, baik dari sisi penggemar Taylor Swift, yang dipanggil Swifties maupun ke ekonomi. 

Hal ini memicu munculnya tanggapan dari masyarakat Indonesia. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, sampai mengatakan, “Indonesia kurang cerdas dalam mendatangkan artis besar dari Amerika Serikat.”

Hal itu diungkapkan dalam video yang diunggah oleh akunnya di Instagram pada Jumat, 8 Maret 2024 lalu. 

Selain Luhut, Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) sekaligus Chairman Kura Kura Turtle Island Development, Tantowi Yahya, serta Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, juga memberikan tanggapan.

Berikut IDN Times sajikan rangkumannya. Yuk, disimak baik-baik!

Baca Juga: Singapura Kunci Konser Taylor Swift, Luhut Sebut RI Kurang Cerdas

1. Luhut sebut Indonesia kurang cerdas

RI Harus Lakukan Ini agar Bisa Nikmati Swiftonomics seperti SingapuraMenteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (26/1/2024). (IDN Times/Trio Hamdani)

Di video yang diunggah oleh Luhut, dia menjelaskan bahwa Indonesia memang kurang cerdas dalam mengundang artis besar seperti Taylor Swift. 

“Apa saja bisa asal berkolaborasi. Seperti contoh kemarin, Taylor Swift. Lah kalau orang bisa men-book, ya kita book saja. Mesti bayar kita, kita bayar. Itu kan persaingan. Enggak ada yang salah itu,” katanya. 

Dia menuturkan, izin sudah bisa dilakukan secara online, sehingga mudah untuk merencanakan acara seperti konser Taylor Swift dari jauh hari, bahkan dari 6 bulan sebelumnya. Selain itu, dia juga mengakui Singapura memang negara yang hebat dan cerdas. 

“Ayo kalian bawa aja. Kalau ada masalah beri tahu saya,” ujar dia.

Baca Juga: Dampak Ekonomi dari Konser Taylor Swift, Apa Itu Swiftonomics?

2. Tantowi Yahya akui Singapura lebih maju dari Indonesia

Sementara itu, Tantowi memberi tanggapannya terkait konser Taylor Swift yang memberi dampak besar terhadap ekonomi Singapura melalui sebuah unggahan di Instagram pada Rabu (13/3/2024), sekitar 10.30 WIB.

Sebagaimana yang ditulis pada keterangan di unggahan itu, dia mengakui bahwa Singapura dalam banyak hal lebih maju dari Indonesia. Hal ini merupakan fakta dan Indonesia tidak perlu berkecil hati.

“Dalam bisnis pertunjukan termasuk di dalamnya event-event olahraga, Singapura telah menunjukkan kepada dunia mereka mampu. Sekaligus memberikan pelajaran gratis ke kita bagaimana caranya membuat event kelas dunia yang berkesinambungan dan menguntungkan,” tutur dia. 

Dia pun memaparkan beberapa persyaratan untuk membuat event kelas dunia, seperti konser Taylor Swift, berdasarkan opini Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo. Berikut empat syaratnya: 

  1. Semua pemangku kepentingan atau stakeholder (swasta dan pemerintah) harus satu langkah. Ini pekerjaan bersama. Pendekatan dan pengerjaannya tidak boleh parsial. Indonesia Incorporated.
  2. Infrastruktur harus tersedia. Kalau belum ada, harus dibangun. Yang sudah ada harus dibenahi dan ditingkatkan menjadi kelas dunia.
  3. Dukungan dan insentif dari pemerintah. Bukan dihambat dan dikenakan biaya tinggi seperti selama ini.
  4. Premanisme apa pun bentuknya yang membuat penyelenggara, artis dan penonton takut harus hilang. Dan itu tugas pemerintah.

3. Harus ada sektor ekonomi kreatif yang signifikan dan dapat pikat turis ke Indonesia

RI Harus Lakukan Ini agar Bisa Nikmati Swiftonomics seperti SingapuraPemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, pada acara PoV Times, Senin (11/3/2024) (youtube.com/IDN Times)

Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis memberikan tanggapan mengenai komentar Menko Luhut menyusul dampak besar yang dihasilkan dari konser Taylor Swift terhadap ekonomi. 

“Pak Luhut mengakui Indonesia kurang cerdas. Menurut saya, kurang cerdasnya bukan soal mendatangkan dan memberikan uang, tapi selama ini tidak ada affirmative action dan policy terhadap upaya-upaya menjadikan konser sebagai sebuah sektor kreatif yang bisa menghasilkan multiplier effect,” kata Uni, pada Senin (11/3/2024)

Hal tersebut dia ungkapkan pada Point of View (PoV) Times, sebuah program milik IDN Times yang membahas tiga isu terpanas, yang disertai sikap editorial IDN Times. 

Menurut Uni, seharusnya memang ada sektor ekonomi kreatif yang benar-benar signifikan dan dapat memikat para turis untuk datang ke Indonesia. Dia menjelaskan, Singapura memang tidak ada sumber daya lain yang menonjol, namun apa yang mereka miliki adalah infrastruktur, stadion untuk konser, perizinan yang mudah, dan sebagainya. 

Faktor-faktor itu yang membuat Singapura dapat sukses menggelar konser The Eras Tour selama enam hari. Bahkan, menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang mendapat kesempatan menghadirkan penyanyi multitalenta asal Amerika Serikat itu. 

“Menurut saya, Pak Luhut gak harus bicara atau komen untuk semua hal ini, ya.  Yang mestinya dilakukan dia adalah kalau melihat ini, dia panggil aja rapat sama Sandiaga (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno),” tutur Uni Lubis. 

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya