Segini Besarnya Swiftonomics di Singapura versi Kajian LPEM FEB

Kontribusi The Eras Tour sampai Rp700 juta ke PDB Singapura

Jakarta, IDN Times – Konser Taylor Swift yang bertajuk The Eras Tour menjadi perbincangan dunia. Rangkaian tur yang terdiri dari 152 pertunjukan di lima benua itu memunculkan fenomena, tidak hanya di dunia musik dan pertunjukan tapi juga perekonomian.

Tur konser ini memunculkan istilah “Swiftonomics”. Istilah ini merujuk pada dampak ekonomi akibat konser Taylor Swift baik secara langsung maupun tidak.

Singapura berhasil menjadi negara di Asia Tenggara yang menuai Swiftonomics. The Eras Tour diselenggarakan selama 6 hari di Singapura. Dampak yang ditimbulkannya terhadap ekonomi Singapura begitu masif.

Berdasarkan Trade and Industry Brief edisi Maret 2024 yang diterbitkan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), The Eras Tour dapat berkontribusi kepada PDB Singapura sebesar 340,2 juta SGD (sekitar Rp3 triliun). 

Mereka memaparkan bahwa konser milik penyanyi asal Amerika Serikat itu tidak hanya menguntungkan sektor seni dan hiburan saja, tetapi sektor lainnya seperti transportasi dan akomodasi, serta berkontribusi ke setidaknya 10 jenis pengeluaran (stimulus) ekonomi yang berbeda. 

Penasaran sebesar apa dampaknya? Yuk, disimak informasinya!

Baca Juga: Apa Itu Devisa yang Diraup Singapura dari Konser Taylor Swift?

1. Dampak The Eras Tour pada PDB Singapura sebesar Rp700 juta

Segini Besarnya Swiftonomics di Singapura versi Kajian LPEM FEBHasil simulasi dampak ekonomi konser Taylor Swift di Singapura. (dok. LPEM FEB UI)

Di 10 sektor berbeda, sektor yang paling terdampak oleh The Eras Tour adalah seni dan hiburan, menyumbang sekitar 60 juta SGD (sekitar Rp700 juta). Lalu, diikuti oleh sektor transportasi udara dan sektor akomodasi. 

Secara keseluruhan, kontribusi pada PDB-nya sendiri adalah 340,2 juta SGD. Selain itu, jenis pengeluaran pun ada 10, yakni pengeluaran tiket, merchandise, akomodasi, transportasi menuju venue, transportasi selama di Singapura (untuk penonton asing), transportasi antar negara, minuman dan makanan di venue, dan makanan selama di Singapura. 

2. Singapura memanfaatkan konser sebagai aktivitas yang dapat menggerakan sektor ekonomi

Segini Besarnya Swiftonomics di Singapura versi Kajian LPEM FEBpotret Taylor Swift (instagram.com/taylorswift)

LPEM FEB UI juga menjelaskan bahwa Singapura tidak memandang bisnis pertunjukan, seperti konser Taylor Swift ini, sebagai kegiatan ekonomi yang berdiri sendiri. Namun, sebagai aktivitas yang dapat menggerakan berbagai bagian dari sektor perekonomian, terutama untuk artis internasional yang dapat menarik wisatawan asing untuk datang ke negara mereka. 

Mereka lakukan ini dengan cara menawarkan kontrak eksklusif kepada pihak Taylor Swift untuk menjadikan Singapura sebagai penyelenggara tunggal The Eras Tour di Asia Tenggara selama enam hari. Hal ini tentu akan menggenjot aktivitas pariwisata dan meningkatkan jumlah turis asing di Singapura. 

Bahkan, Singapura merelakan bayar sebesar 2-3 juta dolar Amerika Serikat (setara dengan Rp31 hingga 46 miliar). 

Laporan itu juga menjelaskan bahwa setelah melihat hasil analisis input-output, sektor pertunjukan seni dan hiburan di Singapura memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain jika dibandingkan Indonesia.

Kalau di Indonesia, dampak ekonomi besar dari konser musik hanya tercipta di Sektor Jasa Kesenian, Hiburan dan Rekreasi, sedangkan di Singapura, dampaknya terasa ke sektor lain seperti transportasi udara, akomodasi, minuman, makanan, dan lainnya. 

Baca Juga: Belajar dari Singapura Cuan Swiftonomics, Luhut Benahi Izin Konser

3. Indonesia harus berubah mindset terhadap sektor seni pertunjukan dan konser

Segini Besarnya Swiftonomics di Singapura versi Kajian LPEM FEBInstagram

LPEM FEB UI juga menyoroti bahwa Indonesia harus mengubah mindset terhadap sektor musik dan seni pertunjukan secara khusus maupun ekonomi kreatif secara umum. Seni pertunjukan, terutama untuk konser-konser dari artis besar luar negeri, harus lebih diakui sebagai entitas yang dapat menggerak perekonomian dan memicu ciptanya pengganda perekonomian. 

Laporan itu juga memaparkan beberapa rekomendasi, yakni untuk tidak menggunakan bisnis pertunjukan musik sebagai suatu kesempatan besar untuk berbagai pihak mengambil untung sebesar-besarnya, baik dari pihak event organizer, pemerintah, maupun pihak lain seperti calo tiket. 

Ada pula beberapa isu yang menghambat perkembangan subsektor ekonomi kreatif seni pertunjukan di Indonesia. Contohnya adalah inefektivitas sistem penjualan tiket dengan banyaknya ‘calo’, serta infrastruktur yang kurang mendukung konser berskala besar. 

Baca Juga: Swiftonomics, Segini Dampak Konser Taylor Swift ke Ekonomi Singapura

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya