Sri Mulyani Sebut Implementasi Pajak Digital Masih Sulit

Pajak digital akan berbasis jumlah pengguna dalam negeri

Jakarta, IDN TimesMenteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia Sri Mulyani menyampaikan, pajak untuk para pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) akan ditarik berdasarkan jumlah pengguna atau market share dalam negeri, bukan lagi tergantung keberadaan perusahaan tersebut di negara itu. 

“Contohnya Google. Headquarter-nya masih di Amerika Serikat (AS), operasinya seluruh dunia, dan iklannya dapet dari sini (Indonesia) tapi pendapatannya di-record di sana. Sehingga tidak ada yang di sini,” kata dia, pada acara Editor’s Talk Forum Pemred di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Rabu (27/3/2024). 

Implementasi ini merupakan bagian dari Pilar 1 dari keputusan G20 tentang perpajakan internasional, yang pelaksanaan secara resminya masih ditunda hingga 2025. 

Berikut IDN Times sajikan informasinya. Yuk, disimak baik-baik! 

Baca Juga: Barang Bawaan ke Luar Negeri Harus Dilaporkan? Ini Penjelasan Kemenkeu

1. Pajak digital akan berdasarkan jumlah pengguna dalam negeri

Sri Mulyani Sebut Implementasi Pajak Digital Masih SulitMenkeu Sri Mulyani usai melakukan pencoblosan pada Rabu (14/2/2024). (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Keputusan Pilar 1 G20 menyebutkan, unified approach dari negara-negara G20 ini pertama kali diangkat pada tahun 2022 dengan itikad untuk dilaksanakan mulai pertengahan tahun 2023. Namun demikian, pelaksanaannya sempat ditunda ke 2024, lalu akhirnya diputuskan untuk mundur lagi ke 2025. 

Sri menyampaikan, “Di G20 dibahas tidak hanya berdasarkan kehadiran perusahaan di negara itu, tetapi berdasarkan market share yang didapatkan dari pengguna dalam negeri.”

Sebagaimana yang dia jelaskan, perusahaan digital lah yang sangat disoroti untuk permasalahan pajak ini. Sebab, perusahaan seperti Google yang mendapatkan pendapatan dari iklan yang berasal dari dalam negeri atau produk digital lainnya tidak menguntungkan pihak dalam negeri sama sekali. 

2. Perusahaan digital tidak mau buka BUT di RI karena semua transaksi melalui satelit

Sri Mulyani Sebut Implementasi Pajak Digital Masih SulitMenteri Keuangan Sri Mulyani pada acara Editor's Talk Forum Pemred di Galeri Fotojurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024) (IDN Times/Amara Zahra)

Sri menjelaskan, perusahaan atau platform media digital mempermasalahkan keperluan mereka untuk membuka Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Mereka berargumen bahwa tidak ada perlu membuat BUT di dalam negeri karena transaksinya semua digital.

“Mereka bilang, ‘tidak perlu membuka (BUT) di Republik. BUT itu apa, anyway? Tidak perlu membuka apa-apa karena ini digital orang pakai satelit’,” ujar Sri. 

Oleh karena itu, keputusannya masih perlu dinegosiasi dengan perusahaan-perusahaan digital.

Baca Juga: Mantap! Pungutan Pajak Digital Tembus Rp10,7 Triliun

3. Menkeu selalu dimarahi netizen karena beri pajak

Sri Mulyani Sebut Implementasi Pajak Digital Masih SulitAcara Editor's Talk Pemred di Galeri Fotojurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada Rabu (27/3/2024) (IDN Times/Amara Zahra)

Menkeu itu juga bercerita bahwa dia sering kena marah oleh netizen karena selalu memberikan pajak kepada masyarakat. Namun demikian, dia menjelaskan bahwa pemberian pajak itu disertai dengan upaya untuk memberikannya secara adil.

“Perusahaan yang omsetnya di bawah Rp4,8 miliar, pajaknya cuman 0,5 persen. Kita tuh macam-macam pajaknya. Nah, untuk bisa membuat pajaknya adil itu ternyata butuh data yang lebih kredibel.” kata dia. 

Dia juga menjelaskan bahwa teknologi digital seperti streaming atau platform itu menjadi salah satu fitur yang sangat diandalkan, karena adanya data yang sangat akurat. Semua transaksi di teknologi itu pasti terekam.

Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap 4 Perusahaan Alami Kredit Macet Hingga Rp2,5 T

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya